Anak Presiden Atau Bupati Ikut Pilkada Itu Wajar, Bukan Politik Dinasti Politik
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Daftar Blog Saya

    Anak Presiden Atau Bupati Ikut Pilkada Itu Wajar, Bukan Politik Dinasti Politik

    Kabartujuhsatu
    Minggu, 26 Juli 2020, Juli 26, 2020 WIB Last Updated 2020-07-27T05:05:37Z
    masukkan script iklan disini


    Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sehan Salim Landjar Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sehan Salim Landjar

    Jakarta, Kabartujuhsatu.news, - Sebanyak 270 Kabupaten Kota bakal menggelar Pilkada serentak pada 9 Desember 2020. Banyak cerita menarik dari momen lima tahunan kali ini, bahkan majunya putra dan menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution pada Pilkada 2020 dihubungkan dengan dinasti politik.

    Menanggapi hal itu, Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sehan Salim Landjar mengaku heran lantaran di era demokrasi saat ini, pemimpin atau kepala daerah dipilih oleh rakyat, bukan ditunjuk langsung.

    Sehingga, jika masuknya sejumlah anak dan kolega kepala daerah sebagai kontestan di Pilkada dinilai hal yang wajar.

    "Yang dikatakan dinasti itu adalah kepemimpinan yang diturunkan atas penunjukan, sekarang ini pada posisi demokrasi yang menentukan siapa? siapapun yang mau jadi pemimpin (kepala daerah) yang menentukan adalah rakyat. Jadi bukan dinasti namanya," tegasnya kepada wartawan di Jakarta, Minggu 26 Juli.

    "Kecuali ditunjuk langsung, misalnya Presiden menunjuk langsung anaknya jadi kepala daerah, inikan tidak," sambungnya.

    Sehan Salim Landjar juga menuturkan bahwa jabatan kepala daerah seperti Bupati, Walikota, Gubernur hingga Presiden merupakan jabatan politis. Sehingga, jika ada anak kepala daerah atau Presiden yang juga terjun ke dunia politik merupakan hal yang wajar.

    Jadi, katanya, kalau anak seorang politisi terjun ke dunia politik itu wajar, kecuali bukan politisi.  Sedangkan ASN itu bukan politisi jadi jangan masuk ke area ini. itu bukan cuman dinasti tetapi itu keliru.

    "Nah kalau ada anak Bupati, Walikota, Gubernur dan Presiden mengikuti jejak langkah orang tuanya wajar dan tidak boleh disebut sebagai dinasti. Orang yang ngomong dinasti itu adalah orang yang tidak pernah jadi pemimpin. Coba kalau dia jadi pemimpin anaknya juga pasti dong," katanya lagi.

    Bupati Boltim itu juga mencontohkan di era Presiden BJ Habibie, beberapa anak BJ Habibie disebut melakukan KKN karena menduduki sejumlah jabatan. Kemudian pada akhirnya anak BJ Habibie diambil oleh perusahaan asing karena kemampuan dan kecerdasannya.

    "Indonesian memang begitu, dulu di masa Habibie anaknya disebut KKN akhirnya anaknya diambil oleh perusahaan asing yang tinggal cuman orang yang bobrok cara berpikirnya. Yang bisa disebut KKN itu kalau kita menempatkan saudara kita kolega kita yang tidak pantas, tapi kalau orang yang sesuai dengan kemampuannya dan mampu bukan disebut KKN. Loh kita tempatkan orang yang wajar, yang mampu bukan KKN," pungkasnya.

    Oleh karena itu, Bupati Boltim meminta isu politik dinasti tidak perlu dibahas lagi sepanjang pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokrasi. Sehingga majunya sejumlah anak kepala daerah sebagai kontestan Pilkada itu wajar karena darah dan denyut jantungnya adalah politik.

    "Jadi jangan ngomong dinasti, dinasti itu kerajaan, turun temurun garis keturunan. Ada juga anak-anak kepala daerah anaknya tidak mau jadi politisi, karena memang karakternya bukan politisi," urainya.

    Menurutnya, sebagian masyarakat di Indonesia ketika memasuki musim Pilkada berbagai macam isu menjadi trending. Seperti halnya musim layangan ketika lagu musim, semua orang beli layangan, saat musim batu cincin semua membeli batu cincin.

    "Kecuali musim korban semua berlagak pilon (pura-pura tidak tahu/masa bodoh), Jadi kalau ada anak pejabat anaknya mencalonkan kepala daerah yah sah-sah saja, karena tidak ada jaminan anak kepala daerah yang mencalonkan dipastikan menang, bahkan incumbent (petahana) saja banyak yang kalah," tegasnya.

    Selain itu, pada pilkada sebelumnya, beberapa daerah bahkan ada petahana atau incumbent kalah. Kemudian pada Pilkada selanjutnya dilanjutkan oleh anaknya dan menang, itulah demokrasi.

    "Jadi siapapun calonnya baik itu anaknya pak Jokowi, Gubernur, Bupati semua tergantung rakyat. Sekali lagi yang ngomong ini orang-orang yang belum pernah memegang jabatan politis, bahkan saya pernah tawarkan istri saya maju tidak mau, anak pertama saya dia juga tidak mau, justru anak saya yang kedua tanpa saya tawarkan dia mau karena dia berkeinginan," pungkasnya. 

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini