Dr. Muhammad Kapitra Ampera S.H., M.H. adalah seorang ahli hukum Indonesia yang berprofesi sebagai pengacara (Foto Dokumen)
Jakarta, Kabartujuhsatu.news, - Politisi PDI Perjuangan beranggapan bahwa apa yang saat ini dilakukan oleh KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) saat ini merupakan upaya dan tindakan kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Kudeta adalah istilah politik, dalam istilah yuridis adalah makar.
"Silahkan pelajari dengan seksama pernyataan-pernyataan dari tokoh-tokoh KAMI selama ini, tapi yang utama baca Maklumat Makar," kata Kapitra Ampera, Sabtu (29/8/2020)
Menilik pada aktor penggagas serta tuntutan yang disampaikan, kelompok ini sarat dengan tujuan politik yang dibungkus dengan gerakan moral. Hal demikian tergambar dari pihak-pihak yang terlibat dalam gerakan KAMI adalah orang-orang, baik politikus ataupun non politikus yang aktif menyerang kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Suasana politik yang amat kental juga diakui oleh berbagai pihak diantaranya Duta Besar Palestina dan Meutia Hatta yang telah dijebak hadir dalam deklarasi.
"Gerakan ini dapat diduga sebagai upaya untuk membentuk poros perlawanan yang besar dengan menghimpun masyarakat secara masif, guna menjatuhkan pemerintahan yang sah," katanya.
Kapitra sangat menyayangkan bahwa gerakan yang berlandaskan moral ini malah tidak bermoral karena memanfaatkan bencana Pandemi Covid-19 sebagai tanjakan politik, alih-alih bersama-sama dengan pemerintah menanggulangi penyebaran, dan memberikan ketentraman kepada masyarakat.
"Kelompok ini malah membangun pandangan negatif terhadap pemerintah bahkan membentuk kumpulan-kumpulan di masa pandemi yang berpotensi menimbulkan penyebaran wabah," katanya.
Kapitra minta, KAMI jangan menggunakan alasan kebebasan berpendapat untuk memprovokasi rakyat, sehingga muncullah ujaran kebencian (hate speech), prasangka negatif, unjuk rasa (people power), yang tujuan akhirnya mengganti pimpinan tertinggi negara/menjatuhkan pemerintahan.
Maklumat Makar
Kapitra Ampera juga mencatat khusus soal Maklumat KAMI khusunya butir ke 8 yang berbunyi: “menuntut Presiden untuk bertanggung jawab sesuai sumpah dan janji jabatannga serta mendesak lembaga-lembaga negara (MPR, DPR, DPD, dan MK) untuk melaksanakan fungsi dan kewenangan konstitusionalnya demi menyelamatkan rakyat, bangsa dan negara Indonesia.”
Menurutnya, tuntutan kepada Presiden dan mendesak lembaga MPR, DPR, DPD, serta MK, yang dilakukan KAMI bukan merupakan proses dari impeachment yang diatur pada pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945.
"Jika KAMI murni merupakan gerakan moral, mengapa terdapat rencana pemakzulan Presiden pada maklumatnya?. Artinya, tak terbantahkan ada tujuan dan agenda kudeta terhadap pemerintahan yang sah dalam tubuh Gerakan Politik KAMI," katanya.
Menurutnya, jika kudeta dikenal dalam istilah politik, maka makar merupakan istilah yuridisnya.
Kapitra merinci, makar pada pasal 107 KUHP disebutkan sebagai perbuatan menggulingkan pemerintah yang diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Para pakar hukum menyebutkan bahwa pada delik makar, niat (voornemen) dan permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering) yang sudah mendekati delik yang dituju (voluntas reputabitur pro facto) adalah cara inkonstitusional yang menghendaki perlawanan terhadap pemerintahan yang sah sebagai pemenuhan unsur delik makar.
"Sehingga, dapat diduga tujuan dari gerakan ini tidak lain dari pada upaya makar dengan menggulingkan pemerintahan yang sah (omwenteling), dengan cara mengumpulkan massa dan membentuk opini menyesatkan yang mengganggu keamanan dan stabilitas politik nasional," karanya. (*)
Informasi lebih lanjut:
Dr. M. Kapitra Ampera, S.H., M.H, Politisi PDI Perjuangan, HP : 08111751199