Jakarta, Kabartujuhsatu.news, -Dalam mendukung kemudahan investasi dan perizinan di daerah, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) mengharap pemerintah pusat bisa memberikan arahan yang jelas mengenai batas kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah.
Hal ini mengemuka dalam kegiatan yang difasilitasi oleh Apkasi bertajuk “Silaturahmi dan Dialog Virtual dengan Kepala BKPM RI”, yang berlangsung di Jakarta, Selasa (13/10/2020). Acara diikuti oleh para Bupati dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Ketua Umum Apkasi yang juga merupakan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dalam sambutan webinar yang membedah topik “Kewenangan Daerah dalam Bidang Investasi dan Perijinan Usaha pada Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK)” ini menyampaikan banyaknya respon yang diperoleh dari Kepala Daerah terkait dengan adanya UU CK ini. Azwar Anas tak lupa mengapresiasi terselenggaranya forum diskusi terbuka ini dengan Kepala BKPM terkait dengan kewenangan daerah terhadap perizinan berusaha, terlebih dengan banyaknya versi draft UU CK yang tersebar di media online saat ini.
“Harapan kami, dengan diskusi langsung bersama Kepala BKPM ini dapat membangun pemahaman positif dari para Kepala Daerah. Bagi kami bukan masalah berapa halaman Undang-Undang Cipta Kerjanya, tapi bagaimana kewenangan daerahnya,” ujar Azwar.
Atas banyaknya pertanyaan dari para bupati ini, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam diskusi tersebut lantas menyampaikan poin-poin penting bahwa yang dibutuhkan oleh pengusaha dan investor saat ini yaitu kemudahan, kecepatan, kepastian, dan efisiensi. Maka dari itu, Bahlil menekankan, melalui UU CK, Pemerintah akan menyiapkan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) dalam rangka melakukan penyederhaan birokrasi perizinan berusaha.
Bahlil juga menegaskan bahwa UU CK ini tidak sedikitpun menggugurkan kewenangan daerah yang ada saat ini. Pemerintah pusat hanya mengatur prosesnya saja, kewenangan tetap ada di daerah. Hal ini untuk memberikan kepastian kepada pelaku usaha dalam pengurusan perizinan berusaha.
“Tidak ada satu izin usaha yang ditarik ke pusat. Izin tetap di daerah, tetapi disertai dengan NSPK dan prosesnya melalui online dengan sistem Online Single Submission (OSS). Tidak ada lagi izin-izin manual. Tapi jika waktu prosesnya melanggar NSPK, maka secara otomatis dianggap menyetujui. Ini agar pengusaha mendapatkan kepastian dan efisiensi,” jelas Bahlil.
Bahlil menambahkan dalam rangka pengawasan pelaksanaannya, Pemerintah Pusat akan membentuk tim khusus yang merupakan gabungan dari Kementerian/ Lembaga (K/L) teknis, BKPM, dan Pemerintah Daerah setempat. Saat ini BKPM sedang dalam proses membuat sistem OSS versi UU CK. Dimana sistem tersebut nantinya akan digunakan juga oleh seluruh Pemerintah Daerah termasuk Kabupaten/ Kota agar terintegrasi.
“Kami yang akan siapkan sistemnya sekaligus. Karena kalau tidak dibuat, nanti ada saja alasan. Tentunya kami akan siapkan pelatihan juga untuk Pemerintah Daerah,” jelas Bahlil.
Kepala BKPM mengingatkan agar para Bupati dapat segera membuat Peraturan Daerah terkait Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Sehingga RDTR tersebut dapat dimasukkan ke dalam sistem OSS, dan dapat dipetakan ke dalam sistem OSS. “Jadi nanti dalam sistem OSS yang sudah terpetakan RDTRnya, dapat ditentukan izin yang ditolak dan diterima,” imbuh Bahlil.
Selanjutnya, UU CK ini juga mengatur proses perizinan UMKM, khususnya Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang akan menjadi lebih cepat dan mudah. UMK hanya perlu mendaftar di sistem OSS untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB) yang dapat dijadikan sebagai izin usaha, dimana NIB tersebut dapat diperoleh dengan waktu 3 jam.
Menurut Bahlil, UU CK ini merupakan regulasi pro UMKM. Dalam UU CK, pemerintah mempunyai kewajiban melakukan penguatan UMKM. “Dulu, tidak ada kewajiban negara untuk membeli produk UMKM. Sekarang, negara wajib hadir membeli dan memasarkan produk-produk UMKM,” tambah Bahlil.
Kemudahan proses perizinan yang diperoleh oleh UMK menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah Daerah. Pemerintah daerah khususnya Kabupaten/Kota mengusulkan perlunya notifikasi perizinan yang diterbitkan oleh OSS untuk UMKM tersebut, sehingga Pemerintah Daerah dapat melakukan pengawasan atas perizinan yang diterbitkan.
Menanggapi hal tersebut, Bahlil menyampaikan bahwa dalam rangka menindaklanjuti kemudahan perizinan yang diatur dalam UU CK, pemerintah akan menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) dan juga Peraturan Kepala BKPM lengkap dengan persyaratan didalamnya, sehingga akan memperkecil penyalahgunaan dari izin yang diterbitkan tersebut.
Senada dengan ungkapan Azwar Anas, Penasehat Khusus Apkasi, Prof Ryaas Rasyid menyampaikan apresiasi kepada Kepala BKPM yang memberikan komitmen-komitmen konkrit sehingga para bupati akan merasa nyaman bekerjasama dengan BKPM ke depannya. “Memang perlu dipikirkan bahwa dalam pembuatan PP ini nanti apakah bisa membatalkan pasal-pasal yang ada di UU No.23/2014 terkait kewenangan daerah dan pusat agar tidak terjadi kekacauan di lapangan, dan kami berterima kasih jika Pak Bahlil ini akan memperjuangkannya,” tambahnya.
Ke depan, harap Prof Ryaas, supaya bisa terjalin konsultasi yang makin terbuka untuk bisa melihat di mana ada sela-sela supaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan, terutama penyederhanaan perijinan ini betul-betul terwujud. “Saya rasa semua berkepentingan dengan penyederhanaan perijinan ini. Dan bagi kabupaten itu apa yang diberikan garis oleh pemerintah pusat sepanjang bisa dilaksanakan mereka pasti akan melaksanakan. Saya percaya loyalitas para bupati kepada pemerintah pusat saat ini masih terjamin dan bisa diandalkan, jadi tidak ada alasan untuk ragu. Kita hanya perlu memberikan arahan-arahan saja kepada para bupati sehingga beliau-beliau ini mengerti dan tahu apa yang harus dikerjakan dan mana saja batas-batas kewenangan dan tanggungjawabnya,” tukasnya. (Syarif/vr5).