Jakarta, Kabartujuhsatu.news, - Kantor Staf Kepresidenan (KSP) memastikan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Jenderal (Purn) Tito Karnavian kepada para kepala daerah yang saat ini heboh merupakan perintah Presiden Joko Widodo.
Instruksi yang dimaksud adalah Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020. Aturan yang diteken Tito pada Rabu (18/11/2020) tersebut memerintahkan kepala daerah; yakni Gubernur, Bupati, Wali Kota untuk menegakkan protokol kesehatan di daerahnya masing-masing guna menekan penyebaran Covid-19.
Tito menegaskan, bagi kepala daerah yang melanggar maka ada sanksinya. Adapun, saksi terberat ialah pencopotan dari jabatannya. Aturan dan ancaman Tito ini langsung viral di dunia nyata maupun dunia maya. Banyak pakar hukum tata negara dan otonomi daerah tidak sependapat dengan Tito.
Melihat Tito terus diserang, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian turun gunung membelanya. Dia memastikan instruksi tersebut merupakan perintah Jokowi. Kata dia, Presiden ingin kepala daerah fokus dalam penanganan Covid-19 di daerahnya masing-masing.
"Presiden ingin semua pimpinan daerah itu tidak main-main. Karena ini persoalan kesehatan dan keselamatan masyarakat," kata Donny, beberapa waktu lalu.
Donny menegaskan penegakan protokol kesehatan sangat penting untuk memutus penularan Covid-19. Karena itu, kepala daerah yang melanggar akan diberikan sanksi tegas.
"Jadi yang melanggar akan dikenakan sanksi tegas. Tidak peduli apakah posisinya Kapolda, Gubernur, Bupati, Wali Kota, akan dikenakan sanksi," tukasnya.
Dukungan datang dari Pakar Hukum Tata Negara Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, Umbu Rauta. Menurut dia, Instruksi Mendagri sudah tepat dan tidak melampaui kewenangan. Instruksi Mendagri itu justru diperlukan di tengah krisis pandemi untuk menekankan azas akuntabilitas fungsi kepala daerah.
Doktor hukum dari Universitas Diponegoro itu mengatakan, Instruksi Mendagri tersebut merupakan penegasan terhadap kewajiban para kepala daerah menjalankan peraturan perundang-undangan.
"Langkah tegas demikian dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan daerah sesuai semangat sistem presidensial," ujarnya.
Menurut Umbu, ada tujuh peraturan perundang-undangan yang menjadi rujukan Instruksi Mendagri. Tiga Undang-Undang, satu Peraturan Pemerintah, satu Peraturan Presiden dan dua Peraturan Menteri.
Terkait sanksi, kata dia, sudah sesuai dengan Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Di mana sanksi pemberhentian yang diatur pada pasal 78 ayat 1 huruf c dan pasal 78 ayat 2 huruf c.
Umbu juga tidak melihat adanya unsur melampaui kewenangan soal sanksi pemberhentian kepala daerah dalam Instruksi Mendagri No 6 tahun 2020.
"Instruksi Mendagri ini memberi warning kepada kepala daerah untuk melaksanakan kewajibannya," kata dia.
Menurut dia, Tito sebagai pembina dan pengawas kepala daerah, memiliki kewenangan menerbitkan Instruksi Mendagri No 6 tahun 2020. Instruksi Mendagri memang diperlukan saat ini mengingat fakta adanya pelanggaran protokol kesehatan oleh banyak kepala daerah.
Lalu bagaimana tanggapan para gubernur? Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, enggan berkomentar panjang soal ini. Dia mengaku, masih harus mempelajari instruksi tersebut.
Namun, kata dia, sanksi-sanksi pencopotan kepala daerah tidak mudah. Sepengetahuannya, sanksi pemberhentian bisa dilakukan jika kepala daerah melakukan perbuatan tercela yang melanggar hukum.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo setuju dengan Tito. Menurut dia, kepala daerah bisa saja diberhentikan jika melanggar protokol kesehatan. Ia berharap, dengan ancaman tersebut masing-masing kepala daerah bisa lebih disiplin.
"Setuju, setuju. Biar kepala daerah serius," kata Ganjar.