Sragen, Kabartujuhsatu.news, - Pengalaman berbeda dirasakan rombongan Kementerian Pertanian (Kementan) yang dipimpin Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi bersama anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah saat mengunjungi desa Tangkil Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen hari Jumat malam (27/11). Pasalnya petani wanita disana sudah selama tiga tahun ini menanam padi di malam hari.
Bu Gini, salah satu diantara 11 orang rombongan petani menceritakan kebiasaan yang mereka lakukan memang sengaja tanam padi di malam hari di kala orang lain terlelap tidur. Alasannya menghindari siang hari yang terik dan mengejar ketersediaan air.
“Sudah biasa pak, kami seperti ini. Biasanya mulai habis isya, nanti selesai sebelum subuh jam 4 pagi,” ujanya.
Kepala Bidang Dinas Pertanian Kabupaten Sragen, Budi menyebutakan wanita-wanita hebat ini tak kenal lelah membuktikan dedikasinya yang luar biasa. Mereka sudah menjadi kebiasaan di daerah tersebut tanam padi malam hari, dengan upah borongan semalam jasa penanaman yang mereka peroleh sekitar Rp 100 ribu.
“Sehari rombongan ada sekitar 11 orang, 1 regu bisa selesai 2 patok atau sekitar 0,7 ha,” ujarnya.
Terkait program Kementan di bawah komando Mentan Syarul Yasin Limpo untuk IP 400, Budi menyatakan kesanggupannya. Petani Sragen sudah IP 300 dengan varietas inpari 32.
"Dan adanya program tahun depan Kementan IP 400 tentu kami sanggup. Apalagi di kecamatan lain, di Jenar sudah diterapkan itu IP 400,” tutur Budi.
Luluk Nur Hamidah, anggota Komisi IV DPR yang ikut nyemplung sawah sangat kagum atas dedikasi petani Sragen tersebut. “Saat orang tidur, mereka memilih tetap bekerja. Petani itu penolong negeri, menyediakan pangan buat kita,” ucap Luluk.
Luluk berharap lokasi tersebut bisa jadi model pertanian di wilayah lain. Pertama harus diangkat marwah petani dan kedua ini terlihat rahasia kuncinya Sragen bisa masuk 10 besar produksi beras karena ternyata cara kerja dedikasinya luar biasa.
"Sistem pertaniannya sudah total, dikerjakan total selanjutnya tinggal dukungan pemerintah,” sebutnya.
Ada hal menarik lainnnya. Petani di sana punya cara untuk mengelola sumber air. Sumur submersible banyak terdapat di areal persawahan. Edi, penyuluh yang sudah bekerja sejak 1986 mengatakan sumur submersible disana kedalaman 60 meter.
“Kalau pemasangannya biaya sama listrik semua habis Rp 30 juta satu set, itu bisa melayani 1,5 ha. Biaya listrik sekitar Rp 750 ribu sebulan,” ujarnya.
Perlu diketahui, sumur submersible digunakan sebagai langkah mengatasi kemarau, maka tak heran banyak ditemukan kabel listrik di area persawahan disana. Selain sumur dengan listrik ada juga pakai genset.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi pun meminta daerah lain bisa mencontoh. Terutama untuk daerah- daerah lahan kering, tadah hujan, sumur-sumur sejenis ini yang dibutuhkan, sehingga proses produksi terus berjalan. banyak daerah lahan kering bisa memanfaatkan sumur- sumur ini.
"Apalagi nanti kalu IP 400, insya allah pasokan air tidak akan terganggu,’ ujar Suwandi.
Ia pun sangat salut akan dsemangat ibu-ibu petani yang tanam malam hari. “Semangatnya luar biasa. Ke depan perlu kita pikirkan SDM petani perempuan, bagaimana menyiapkan pengganti regenerasi yang bisa memanfaatkan teknologi,” pungkas Suwandi.