Jakarta, Kabartujuhsatu.news, - Sejak awal reformasi, Indonesia telah menyadari bahwa tantangan ke depan di dalam mewujudkan sistem hukum nasional yang mantap adalah mewujudkan sistem hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan HAM berdasarkan keadilan dan kebenaran.
Hal ini disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa saat menjadi pembicara di acara Webinar Capaian Stranas Pencegahan Korupsi dengan tema “Cegah Korupsi: Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas Penegakan Hukum Melalui Teknologi Informasi”, pada Kamis, 5 November 2020.
“Kita tidak hidup di ruang hampa. Saat ini birokrasi belum mengalami perubahan mendasar. Banyak permasalahan belum terselesaikan. Permasalahan itu makin meningkat kompleksitasnya dengan desentralisasi, demokratisasi, globalisasi, dan revolusi teknologi informasi,” ujar Menteri.
Menteri menyampaikan bahwa di era yang penuh persaingan ini, Indonesia berkompetisi dengan negara-negara lain di tingkat global. Berbagai indeks global telah menempatkan hukum dan tata kelola pemerintahan sebagai faktor penting dalam mengukur posisi sebuah negara.
“Ketika kita menyimak the Global Competitiveness Index 4.0 Framework, terdapat sejumlah kriteria strategis. Kriteria itu adalah (1) enabling environment seperti kelembagaan, infrastruktur dan stabilitas makro ekonomi; (2) human capital seperti kesehatan dan skill; (3) market seperti ukuran pasar, pasar tenaga kerja; (4) innovation system seperti dinamika bisnis dan kapabilitas inovasi,” kata Menteri.
Dalam konteks pilar kelembagaan (institutions), Indeks Kompetisi Global ini menekakan pentingnya transparansi dengan menggambarkan berapa banyak kasus korupsi di suatu negara. Begitu juga, pilar orientasi masa depan dari pemerintahan (future orientation of government) yang menekankan tingkat adaptasi kerangka hukum terhadap bisnis model digital.
“Hal ini menggambarkan bahwa Indonesia harus lebih gencar melakukan gerakan besar di sektor hukum, baik substansi hukum, budaya hukum, dan instrumen sarana dan prasarana yang mendukung tata kelola hukum,” ungkap Menteri.
Dalam konteks agenda Pemerintah di tahun 2020-2024 ini, Pemerintah telah menekankan penguatan dukungan Tekologi dan Informasi (TI) di bidang hukum dan peradilan untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan perkara, serta peningkatan integritas dan pengawasan hakim.
Kehadiran dari Strategi Nasional Penanggulangan Korupsi (Stranas PK) yang dipayungi oleh Perpres 54 Tahun 2018 menjadi cerminan komitmen pemerintah dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan yang lebih kredibel.
Salah satu aksi Penanggulangan Korupsi adalah percepatan pelaksanaan Sistem Penanganan Perkara Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI). Aksi terkait SPPT-TI diperkuat dengan program prioritas nasional pada RPJMN 2015-2019 maupun RPJMN 2020-2024.
SPPT-TI merupakan sistem berbasis teknologi informasi yang mengintegrasikan sistem database di Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Ditjen Pemasyarakatan dalam rangka pertukaran data proses penanganan perkara pidana. Diharapkan kedepannya dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses penanganan perkara.
“Perubahan cara pandang dan mekanisme kerja yang menghadirkan data sebagai basis bukti (evidence based) menjadi dasar pengambilan kebijakan politik hukum pidana ke depan. Kami berharap Grand Design implementasi SPPT-TI yang telah disusun bersama menjadi acuan bersama ke depan,” tutup Menteri.