Peneliti Senior Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Patria Artha, Bastian Lubis (baju putih) menjelaskan hasil temuan dugaan korupsi enam camat di Kota Makassar (foto Istimewa).
Makassar (Sulsel), Kabartujuhsatu.news, - Enam Camat di Kota Makassar diduga menyalahgunakan anggaran hingga Rp 15 miliar dari APBD 2017 hingga 2019.
Hal tersebut diungkap Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Patria Artha.
Enam camat tersebut yakni Camat Tamalate, Camat Panakukkang, Camat Bontoala, Camat Manggala, Camat Tamalanrea, dan Camat Mamajang.
Peneliti Senior PUKAT UPA Bastian Lubis mengatakan, lembaganya sudah melakukan kajian terhadap daftar pengguna anggaran pada APBD tahun anggaran 2017-2019.
Kegiatan tersebut berupa kegiatan operasional kecamatan, seperti pembelian alat tulis kantor (ATK), anggaran makan minum, dan anggaran bimtek.
"Kami menemukan ada potensi kerugian negara hingga Rp 15.219.424.710 yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata Bastian, Jumat (6/11/2020).
Bastian merinci anggaran belanja makan minum yang tidak sesuai sebesar Rp 9 miliar, belanja transportasi dan sosialisasi, diklat dan workshop Rp 1 miliar, belanja ATK di tahun 2018 Rp 3,3 miliar, dan iuran retribusi kurang setor atau tidak masuk ke kas daerah 2018-2019 Rp 1,7 miliar.
Indikasinya adalah pengadaan ATK dan makan minum dilaksanakan secara formalitas saja, begitupun dengan jumlah peserta kegiatan pada sosialisasi, bimtek, dan pelatihan di-markup. Termasuk, jumlah peserta kegiatan tidak sesuai dengan realitas peserta yang hadir.
"Ini harus mendapat perhatian serius dari masyarakat. Mengingat semua anggaran yang berasal dari APBD adalah bersumber dari masyarakat," tambahnya.
Kasus ini, kata Bastian sama halnya dengan fee 30 persen yang sudah menjebloskan Mantan Camat Rappocini Hamri Haiya ke penjara dan Mantan Kepala BPKD Kota Makassar Erwin Haiya.
Harusnya, kata Bastian, enam camat ini juga diproses seperti kasus fee 30 persen.
"Mengenai kesalahan dan modus operandi yang dilakukan oleh oknum camat Rappocini yang telah divonis, pada dasarnya sama dengan kasus enam camat ini," tuturnya.
Hasil kajian dari PUKAT ini, kata Bastian, akan diteruskan ke Polda, Kejaksaan, dan KPK.
Kabid Humas Polda Sulsel Ibrahim Tompo mengaku belum mendapat laporan terkait hal ini. Ia mempersilahkan siapa saja jika menemukan adanya indikasi kerugian negara untuk melaporkan kasus tersebut.
"Saya belum ada infonya. Silahkan saja laporkan kalau memang ada, tapi harus dilampirkan dengan bukti," kata Ibrahim.
Dia mengaku sampai saat ini baru kasus fee 30 persen oleh camat yang berproses di Polda.
Bahkan sebelumnya juga sudah memeriksa camat-camat di Kota Makassar, namun hanya sebagai saksi. (Ss).