Jakarta, Kabartujuhsatu.news, - Mendekatkan pelaku utama pertanian pada sumber ilmu menjadi tantangan tersendiri saat ini. Namun banyak cara yang dilakukan para pustakawan ini untuk menarik masyarakat untuk membaca dan mengunjungi perpustakaan. Arya Pandu Prakasa, Mustika Wati dan Fahrurozi Darmawan menceritakan kiatnya pada acara Tani on Stage yang digelar Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian di Jakarta, Kamis (10/12).
Fahrurozy Darmawan mengungkapkan bahwa tantangan untuk menghidupkan perpustakaan adalah menjadikan buku yang ada sebagai jawaban atas permasalahan yang ada, sehingga bahan pustaka yang tersedia di perpustakaan menjadi sebuah kebutuhan.
"Buku atau bahan pustaka harus menjadi kebutuhan seperti makan atau udara untuk bernapas, karena di situ ada jawaban atas persoalan yang harus diselesaikan," papar Akademisi dari Universitas Pancasila ini.
Fahrurozy menilai Literasi informasi akan muncul karena ada kebutuhan dan kebutuhan itu bertemu dengan sumbernya.
"Ketika banyak pertanyaan muncul dalam hati, dan mencari-cari jawabannya. Jawabannya itu diharapkan ada di perpustakaan," ucapnya.
Tentu saja, tambah Fahrurozy, perlu kolaborasi dengan banyak pihak agar bahan-bahan pustaka pertanian yang banyak tersedia bisa sampai kepada para petani di daerah.
Di sinilah peran para peneliti dan penyuluh untuk dapat mentransfer teknologi-teknologi dan informasi dari jurnal-jurnal di perpustakaan kepada para petani.
Para peneliti bisa mencoba dan memberikan rekomendasi suatu teknologi digunakan di sebuah daerah.
Sementara para penyuluh juga bisa memperkaya perpustakaan dengan laporan-laporan yang bisa diakses oleh masyarakat.
Senada dengan Fahrurozy, Arya Pandu Prakasa, seorang traveller librarian, menyebutkan pentingnya membangun komunitas dan mendekatkan bahan pustaka dengan potensi daerah.
Menurutnya jiwa perpustakaan itu ada pada penggunanya. Jadi pengelola perpustakaan atau pustakawan harus menghidupkan pepustakaan dengan membangun komunitas.
"Sebenarnya pustakawan tidak harus diam di perpustakaan 24 jam, tapi harus keluar keliling mengaplikasikan ilmu mereka," ucap pemuda yang telah mengunjungi 44 negara ini.
Misalnya ketika ada hobby tanaman hias, pustakawan bisa membuat komunitas, bisa saling berdiskusi. Pepustakaan tidak hanya bisa menyediakan materi atau bahan pustaka, tapi juga bisa memfasilitasi dengan kegiatan, sehingga masyarakat dengan hobby tersebut bisa datang ke perpustakaan.
Arya juga memandang pentingnya bahan pustaka yang tersedia, menyesuaikan dengan potensi daerah sehingga sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
Perpustakaan harus bisa membaca kebutuhan masyarakat di daerah tersebut, misalnya berdasarkan mata pencaharian masyarakat.
Sedangkan Mustika Wati melihat pentingnya pustakawan dalam memberikan sentuhan manusiawi dalam memberikan layanan informasi kepada masyarakat.
Masyarakat tidak boleh hanya dilihat sebagai pengguna bahan pustaka, namun perlu diketahui kecenderungan minatnya.
"Di situlah pentingnya berinteraksi, sehingga bisa memberikan kesan, jadi perpustakaan bisa memberikan nilai yang membuat masyarakat merasa nyaman," ucap pustakawan yang juga penari ini.
Dari situlah, papar Mustika Wati, perpustakaan mulai mengadakan pendekatan yang memberikan nuansa refreshing bagi masyarakat, misalnya dengan menyediakan fasilitas yang menyenangkan bagi pengunjung dan juga layanan dikskusi.
Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kuntoro Boga Andi, pentingnya masyarakat terutama petani untuk mendapatkan akses informasi teknologi pertanian dari sumber resmi, baik itu dari lembaga-lembaga pemerintah, lembaga penelitian atau lembaga pendidikan.
"Ini penting, untuk menghindari bias akibat mengakses informasi dari yang belum jelas kebenarannya," ucap Kuntoro.
Kondisi di lapangan menunjukkan masih banyak petani mengunakan varietas yang salah, penggunaan pupuk yang tidak tepat, baik komposisi maupun waktu pemupukannya.
Saat itu, tambah Kuntoro, setiap Eselon I Kementerian Pertanian memiliki perpustakaan yang cukup lengkap dan dilengkapi fasilitas digital yang bisa diakses secara luas.
Namun di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) atau Kostratani bahan-bahan penyuluhan yang tersedia masih literatur yang sudah lampau.
"Mereka masih menyimpan materi teknologi pertanian, informasi pertanian dengan baik, tetapi yang disimpaan itu tahun 70 tahun 80. Itu bagus. Tetapi kita perlu literatur dan sumber informasi yang menjawab tantangan teknis mereka saat ini," ujanya.
Oleh karena itu, yang harus dilakukan sekarang adalah membawa teknologi itu dari perpustakaan ke lapangan. Bagaimana membawa teknologi-teknologi itu bisa dibaca oleh petani di lapangan dan mengimplementasikannya.
"Kolaborasi pustakawan, peneliti, penyuluh dan temen-teman di lapangan menjadi penting. Agar fungsi dari perpustakaan, fungsi dari inforamsi yang tersimpan dalam perpustakaan bisa tersampaikan kepada publik lebih efektif, efisien dan tepat sasaran" pungkasnya. (Red/Al-AZ).