Pengamat : Pilkada Makassar Golput Masih Menang, Paslon Berperan Dalam Mobilisasi Pemilih
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Daftar Blog Saya

    Pengamat : Pilkada Makassar Golput Masih Menang, Paslon Berperan Dalam Mobilisasi Pemilih

    Kabartujuhsatu
    Sabtu, 19 Desember 2020, Desember 19, 2020 WIB Last Updated 2020-12-19T17:39:45Z
    masukkan script iklan disini

    Suasana di TPS Pilkada Makassar (Foto Istimewa).


    Makassar, Kabartujuhsatu.news, - KPU Kota Makassar selesai menggelar rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilkada Makassar, Selasa 15 Desember 2020 lalu. Melalui rapat pleno terbuka, KPU mengumumkan pasangan calon Mohammad Ramdhan“Danny”Pomanto-Fatmawati Rusdi sebagai pemilik suara terbanyak.


    Menurut rekapitulasi, Danny-Fatma mengumpulkan 218.908 suara, atau 41,3 persen dari total suara sah. Mereka unggul atas Munafri Arifuddin-Abdul Rahman Bando, yang mengumpulkan 184.094 suara (34,7 persen). Di peringkat tiga perolehan suara ada pasangan Syamsu Rizal-Fadli Ananda, total 100.869 suara (19 persen), dan menyusul Irman Yasin Limpo-Andi Zunnun Armin dengan perolehan suara 25.817 (4,9 persen).


    Data rekapitulasi itu tidak jauh berbeda dengan hasil hitung cepat atau quick count yang diterbitkan sejumlah lembaga survei pada hari pemungutan suara, 9 Desember lalu. Saat itu sejumlah lembaga mengunggulkan Danny-Fatma meraih suara terbanyak. Misalnya Lingkar Survei Indonesia (LSI) Denny Ja yang mengumpulkan sampel penghitungan suara di 250 TPS. Hasilnya, pasangan dengan akronim ADAMA menang dengan perolehan suara 41,38 persen.


    Ketua KPU Makassar Farid Wajdi menyatakan bersyukur karena tidak ada kendala berarti selama tahapan rekapitulasi Pilkada Makassar. Itu sebabnya hasil rekap bisa diumumkan lebih cepat dari tenggat waktu, 17 Desember.


    "Alhamdulillah sejak kemarin sampai hari ini yang penuh dinamika, alhamdulillah selesai," kata Farid kepada wartawan, Selasa malam.


    Di luar hasil perolehan suara paslon, yang patut jadi perhatian adalah tingkat partisipasi masyarakat di Pilkada Makassar. KPU Makassar awalnya menargetkan partisipasi 77,5 persen, sesuai yang dicanangkan KPU RI. Namun hasil rekapitulasi, kata Farid, menunjukkan partisipasi pemilih cuma 59,6 persen. Terlepas pilkada digelar di situasi pandemik, capaian itu jauh dari target.


    1. Jumlah golput lebih tinggi daripada pemilih Danny-Fatma


    SK penetapan rekapitulasi hasil Pilkada Makassar menunjukkan bahwa ada 537.585 orang yang menggunakan hak pilihnya. Sedangkan jumlah pemilih, berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) dan pemilih tambahan, berjumlah 921.693 orang. Berdasarkan data itu, pengguna hak pilih cuma 58,32 persen, lebih rendah dari klaim Farid.


    Merujuk data yang sama, ada 384.108 pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya. Terlepas dari alasannya, mereka yang tidak memilih sering disebut golongan putih alias golput. Jumlahnya terbilang besar, karena jauh lebih banyak dari jumlah perolehan suara pemenang Pilkada Makassar.


    Jumlah golput juga belum termasuk pemilih yang suaranya tidak sah. Dari 537.585 pengguna hak pilih, KPU menyatakan 7.897 suara tidak sah. Juga belum termasuk warga Makassar yang sudah punya hak pilih tapi tidak terekam di DPT atau belum punya KTP-el.


    2. Tingkat partisipasi sedikit lebih baik meski di situasi pandemik


    Jika dibandingkan pemilihan sebelumnya, tingkat partisipasi pemilih di Pilkada Makassar 2020 sebenarnya masih sedikit lebih baik. Pada Pilkada 2018, misalnya, tingkat partisipasi tercatat 57,02 persen. Sedangkan partisipasi Pemilu 2019 di Makassar 58,9 persen.


    Farid mengatakan pihaknya sempat memprediksi jumlah pemilih menurun karena situasi pandemik COVID-19. Tapi menurut dia, isu itu tidak terlalu berpengaruh karena tetap banyak masyarakat yang datang menyalurkan hak suaranya.


    "Alhamdulillah warga kota atas kerja sama yang luar biasa datang ke TPS menggunakan hak pilih," kata Farid di kesempatan lain.


    Farid mengakui KPU Makassar sempat menargetkan tingkat partisipasi pemilih 77,5 persen. Tapi dia menyebut target itu direncanakan sebelum adanya pandemik.


    "Itu tentu tidak relevan ketika kita jadikan standar yang sama seperti dalam situasi pandemik," katanya.


    3. Paslon berperan dalam mobilisasi pemilih


    Peneliti LSI Denny JA, Hanggoro Doso, juga menyoroti partisipasi pemilih yang meningkat tipis dibandingkan pilkada sebelumnya. Dia membandingkan Pilkada Makassar 2020 yang diikuti empat pasangan calon, dengan Pilkada Makassar 2018 yang mempertemukan paslon tunggal dengan kolom kosong.


    Menurut Hanggoro, meningkatnya tingkat partisipasi pemilih, salah satunya disebabkan karena masyarakat punya lebih banyak pilihan. Apalagi masing-masing paslon sama-sama berupaya merebut perhatian masyarakat.


    Menurut quick count LSI Denny JA, tingkat partisipasi pemilih di Makassar berkisar 59,28 persen. Data direkam pada sampel 250 tempat pemungutan suara (TPS) dari total 2.934 TPS se-Makassar.


    "Tak terlepas dari mobilisasi kandidat. Semakin tinggi persaingan, semakin tinggi pula partisipasi mereka," katanya pada konferensi pers di Hotel Claro Makassar, Rabu 9 Desember 2020.


    4. Rendahnya partisipasi pemilih jadi alarm bagi penyelenggara pemilu


    Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto, menilai presentasi tingkat partisipasi pemilih Makassar memang naik. Tapi angka tersebut masih rendah dan jauh dari target penyelenggara. 


    Secara umum, kata Luhur, rendahnya partisipasi pemilih sebenarnya semacam alarm atau peringatan untuk kepercayaan warga negara atas prosedur-prosedur demokrasi yang di bangun. 


    "Legitimasi politik substantif pemimpin terpilih jadi rendah, meskipun memenuhi syarat legitimasi politik formal. Sistem pemilihan yang kita bangun menempatkan aktivitas memilih sebagai hak. Bukan kewajiban," katanya.


    Menurut Luhur, tipologi pemilih perkotaan (urban) berbeda dengan karakter pemilih non-urban atau sub-urban, terutama pada kemudahan akses informasi dan literasi elektoral pemilihnya. Hasil pilkada juga tidak selalu terkait dengan aktivitas dan kepentingan masyarakat perkotaan yang plural.


    Persentase partisipasi pemilih yang rendah, lanjutnya, bisa dijelaskan dari perspektif sistem dan prosedur-prosedur pilkada dan kinerja penyelenggara. Kedua hal itu dinilainya bisa menjadi faktor kritikal yang bisa membuat pemilih tidak hadir di TPS. 


    "Apalagi momen pemilihan berlangsung pada masa pandemik COVID-19. Angka golput teknis dan golput ideologis masih tinggi," kata Luhur.


    Untuk situasi Pilkada Makassar, kata Luhur, pemilih golputlah pemenang yang sesungguhnya. Karena angka partisipasi tersebut masih jauh dari target penyelenggara. Bahkan kehadiran beberapa pasangan calon, yang relatif merupakan tokoh politik lama, tidak cukup menjadi magnitude bagi pemilih. 


    "Tidak cukup alternatif yang meyakinkan. Bisa juga pemilih seperti kehilangan harapan dari janji-janji kampanye yang di tawarkan para kandidat," katanya.


    5. Butuh perbaikan sistem dan prosedur-prosedur pemilihan


    Soal pilkada dalam situasi pandemik COVID-19, Luhur mengatakan banyak pihak sudah meminta pelaksanaan pilkada ditunda. Tapi pemerintah, DPR dan penyelenggara tetap sepakat melaksanakannya. Dengan situasi itu, seharusnya penyelenggara sudah punya rencana aksi mitigasi untuk perlindungan dan partisipasi pemilih.


    "Setidaknya bisa dimulai dengan perbaikan sistem dan prosedur-prosedur pemilihan dan peningkatan kinerja penyelenggara," kata Luhur.


    Perbaikan sistem dan prosedur pemilihan yang dimaksud Luhur terkait peninjauan regulasi, sistem penyaluran suara (ballotting), teknis pemilihan serta aspek sistem yang lain, termasuk model rekrutmen calon kepala daerah. 


    Terkait kinerja penyelenggara, Luhur mengatakan masih banyak keterbatasan yang dimiliki penyelenggara adhoc dalam mengawal pilkada yang profesional dan berintegritas. 


    "Di tingkat basis, masalah-masalah klasik penyelenggaraan pilkada seperti politik uang, politisasi ASN, dan masalah-masalah lain tidak bisa terjangkau seluruhnya oleh penyelenggara," kata Luhur.


    6. Penetapan pemenang pilkada menunggu pengumuman MK


    KPU tinggal selangkah lagi menetapkan hasil pemenang Pilkada Makassar 2020. Komisioner KPU Gunawan Mashar mengatakan, sebelum penetapan, KPU masih menunggu ada atau tidaknya pihak yang melayangkan gugatan keberatan atas penetapan hasil penghitungan suara.


    "Jika setelah tanggal 17 tidak ada pengajuan perselisihan hasil pemilihan, itu memungkinkan untuk langsung dilakukan penetapan," ungkap Gunawan.


    Penetapan paslon terpilih dengan catatan tanpa permohonan perselisihan hasil pemilihan di Mahkamah Konstitusi. KPU menunggu paling lama lima hari setelah MK secara resmi memberitahukan permohonan yang terdaftar dalam buku registrasi perkara konstitusi (BRPK).


    "Jadi lima hari setelah proses perselisihannya itu kami dapatkan, barulah bisa dilakukan penetapan," katanya.


    Sumber : IDN Sulsel
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini