Soppeng (sulsel), Kabartujuhsatu.news, -Pengamat hukum dan Politik Rusdianto Sudirman, S.H,M.H menilai beberapa partai besar khususnya partai penguasa akan diuntungkan jika Pilkada 2022 dan 2023 diadakan pada 2024.
"Partai yang akan diuntungkan adalah partai penguasa. Kepala daerah plt (pelaksana tugas) akan dipersiapkan jauh-jauh hari untuk menjadi perpanjangan tangan pemerintah di daerah," kata Rusdianto dalam rilisnya kamis, 4 Februari 2021.
Menurut Rusdianto, kepala daerah plt akan bekerja tegak lurus pada sumber kekuasaan dan dapat berdampak pada politisasi PNS atau ASN. Rusdianto juga meragukan kepala daerah plt bisa bersikap netral. Pengalaman dalam pilkada kota makassar yang lalu pejabat plt sempat di gonta ganti dalam kurung waktu hanya satu bulan, indikasinya ditengarai akibat adanya campur tangan partai pengusung demi memenangkan calon tertentu.
"Tentu dalam politik tidak ada yang gratis, harus saling menguntungkan, maka bukan tidak mungkin kepala daerah plt akan bekerja untuk agenda kepentingan Pilpres 2024," ujarnya.
Rusdianto menuturkan akan banyak kepala daerah yang dizalimi karena masa jabatannya berkurang hanya demi ambisi Pilkada serentak 2024. Paparnya.
Hal ini memunculkan kecurigaan mengenai kepentingan apa yang sebenarnya sedang diperjuangkan pemerintah dengan menolak revisi UU Pemilu. Padahal revisi ini bertujuan untuk menata kembali desain pilkada serantak yang selama ini banyak menimbulkan kegaduhan politik di daerah.
Penting untuk di ingat pada 2022, terdapat 101 kepala daerah yang berakhir masa jabatannya. Lalu ada 171 pejabat akan mengakhiri masa baktinya pada 2023.
Para kepala daerah yang habis masa jabatannya ini adalah hasil Pilkada 2017 dan 2018. Artinya ada 272 pelaksana tugas yang akan menduduki posisi kepala daerah.
"Apakah presiden merasa belum cukup kuat dengan kekuasaan atau legitimasi yang dimiliki saat ini, sehingga berambisi mengendalikan kepala daerah atau tegak lurus dengan presiden melalui plt?" kata Rusdianto.
Padahal, pemerintah pernah beralasan tidak mau ada pelaksana tugas yang menjabat bersamaan di 270 wilayah ketika menyelenggarakan Pilkada 2020.
"Alasan yang sama mengapa tidak dipakai kembali untuk tetap konsisten melakukan rekonstruksi jadwal Pilkada serentak di tahun 2022 dan 2023?" tambah Rusdianto
"Untuk itu demi pelaksanaan pemilihan yang logis, jujur, adil dan demokratis, semestinya pilkada tidak digelar secara nasional pada 2024, guna menghindari kekacauan dan kegaduhan dalam sistem pilkada kita. Imbuhnya.
Desain pilkada serentak nasional pada 2027 jauh lebih ideal dan sejalan dengan konstruksi ketatanegaraan kita.
Daerah-daerah yang akhir masa jabatan kepala pemerintahannya pada 2022 dan 2023 tetap di selenggarakan pilkada pada 2022 dan 2023.
Untuk daerah yang melaksanakan pilkada pada 2020, kepala daerah terpilih tetap menjabat selama lima tahun sampai akhir masa jabatannya.
Dengan demikian, penjabat Plt pun tidak terlalu lama mengisi posisi yang mestinya dipegang oleh kepala daerah definitif hasil pemilihan langsung oleh rakyat." Pungkas Rusdianto. (Resi).