Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berpidato di depan media setelah pembicaraan tertutup pagi hari antara Amerika Serikat dan China setelah pertemuan dua hari mereka di Anchorage, Alaska pada 19 Maret 2021.
Kabartujuhsatu.news, -Amerika Serikat (AS) mengumumkan sanksi terhadap dua pejabat China karena "pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serius terhadap Muslim Uighur".
Langkah ini dikoordinasikan dengan sekutu AS, termasuk Uni Eropa (UE), Kanada, dan Inggris.
Dilansir dari CNN, pengumuman ini merupakan bagian dari unjuk persatuan AS dan sekutu internasionalnya.
Semua satu suara mengecam penindasan Beijing terhadap Muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya di Provinsi Xinjiang.
Dalam serangkaian pernyataan yang diatur dnegan hati-hati, AS dan sekutunya di Eropa, Amerika Utara dan Asia Pasifik mengumumkan sanksi dan mengeluarkan kecaman, yang tampaknya dimaksudkan untuk mengisolasi dan menekan Beijing.
"Buktinya, termasuk dari dokumen Pemerintah China sendiri, citra satelit, dan kesaksian saksi mata sangat banyak," kata pernyataan bersama itu.
"Program penindasan China yang ekstensif mencakup pembatasan yang ketat pada kebebasan beragama, penggunaan kerja paksa, penahanan massal di kamp-kamp interniran, sterilisasi paksa, dan penghancuran bersama atas warisan Uighur," tambah pernyataan itu.
"Kelima negara telah mengambil tindakan bersama UE," kata pernyataan itu.
Masa umat islam dari berbagai ormas melakukan unjuk rasa Bela Uighur di depan Kedutaan Besar Republik Rakyat China di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (27/12/2019). Aksi tersebut merespons isu dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh pemerintah China terhadap muslim Uighur. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)
Genosida
Blinken menggambarkan kampanye China melawan Uighur sebagai genosida.
"Di tengah meningkatnya kecaman internasional, RRT terus melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Xinjiang," kata Blinken dalam sebuah pernyataan.
"Amerika Serikat mengulangi seruannya kepada RRT untuk mengakhiri penindasan terhadap Uighur, yang sebagian besar Muslim, dan anggota kelompok etnis dan agama minoritas lainnya di Xinjiang," tambah Blinken.
"Termasuk dengan membebaskan semua yang secara sewenang-wenang ditahan di kamp-kamp interniran dan fasilitas penahanan," tutur Blinken.
Pengumuman sanksi terkoordinasi muncul beberapa hari setelah bentrokan sengit antara Blinken, Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan dan pejabat senior China yang dipicu oleh keberatan AS atas pelanggaran hak asasi manusia Beijing, agresi teritorialnya, dan praktik ekonomi yang memaksa.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken (kiri) dan Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan (kanan) berpidato di hadapan media setelah pembicaraan tertutup pagi hari antara Amerika Serikat dan China setelah pertemuan dua hari mereka di Anchorage, Alaska pada 19 Maret, 2021.
Solidaritas
Pekan lalu, Blinken menekankan bahwa AS juga mengungkapkan keprihatinan sekutu dan mengindikasikan bahwa ke depannya, Washington akan bertindak bersama.
Pendekatan yang menurut para pejabat AS lebih efektif daripada menargetkan China satu lawan satu.
Pada Senin, dia mengatakan bahwa AS telah "mengambil tindakan hari ini dalam solidaritas dengan mitra kami di Inggris, Kanada, dan Uni Eropa".
"Tindakan ini menunjukkan komitmen berkelanjutan kami untuk bekerja secara multilateral untuk memajukan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan bersinar, menyoroti orang-orang di pemerintah RRC dan PKT yang bertanggung jawab atas kekejaman ini," paparnya.
Massa aksi dari Jama'ah Ansharusy Syari'ah membentangkan spanduk dan poster dalam aksi solidaritas untuk muslim Uighur di depan DPRD Kota Malang, Jumat (20/12/2019). Massa aksi mengutuk keras kejahatan kemanusiaan genosida terhadap masyarakat muslim Uighur di Tiongkok dan mengajak muslim Indonesia memboikot produk-produk negara Tiongkok. SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO (SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO)
China segera menanggapi dengan hukuman balas dendam, mengumumkan sanksi pada Senin (22/3/2021) terhadap 10 politisi Uni Eropa dan empat entitas karena "menyebarkan kebohongan dan disinformasi dengan jahat."
Mereka akan dilarang memasuki China daratan, Hong Kong dan Makau.
Sementara perusahaan dan institusi terkait mereka dilarang melakukan bisnis dengan China.
Pada Senin (22/3/2021) Presiden Parlemen Eropa, David Sassoli menyebut bahwa sanksi China terhadap Parlemen Eropa,"tidak dapat diterima dan akan memiliki konsekuensi."
Di hari yang sama, Wakil Presiden Komisi Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Perwakilan Tinggi Urusan Luar Negeri Josep Borrell mengatakan bahwa sanksi pembalasan China terhadap pejabat UE "disesalkan dan tidak dapat diterima."
"Hak asasi manusia adalah hak yang tidak dapat dicabut," kata Sassoli.
Dalam pernyataan yang diposting oleh Kementerian Luar Negeri, China menuduh Uni Eropa "mengabaikan dan memutarbalikkan fakta" dan "mencampuri urusan dalam negeri China" dengan menjatuhkan sanksi terhadap para pejabatnya.
Orang-orang China yang terdaftar oleh UE sekarang tunduk pada pembekuan aset dan akan dilarang bepergian ke UE.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell berbicara selama konferensi pers setelah pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa di Brussel pada 22 Maret 2021.
Sanksi tersebut juga melarang orang dan entitas UE menyediakan dana, baik secara langsung atau tidak langsung, kepada mereka yang terdaftar.
Uni Eropa mengatakan Zhu Hailun "bertanggung jawab untuk menjaga keamanan internal dan penegakan hukum di XUAR.
Zhu adalah mantan sekretaris Komite Urusan Politik dan Hukum Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR), mantan Wakil Sekretaris Komite Partai XUAR, dan mantan Wakil Kepala badan legislatif regional, menurut Jurnal Resmi Uni Eropa.
Tiga pejabat Xinjiang lainnya dijatuhi sanksi: Wang; Wakil Sekretaris Komite Partai XUAR, Wang Mingshan, dan Chen Mingguo, Direktur Biro Keamanan Umum Xinjiang.
Selain 10 politisi Eropa, China juga memberikan sanksi kepada empat entitas termasuk Komite Politik dan Keamanan Dewan Uni Eropa, Subkomite Hak Asasi Manusia Parlemen Eropa, Mercator Institute for China Studies, dan Alliance of Democracies Foundation.
"Pemerintah China dengan tegas bertekad untuk menjaga kedaulatan nasional, keamanan dan kepentingan pembangunan," tambah pernyataan itu.
"Pihak China mendesak pihak Uni Eropa untuk merefleksikan dirinya sendiri, menghadapi secara langsung keseriusan kesalahannya dan memperbaikinya," kata pernyataan itu.
"Mereka harus berhenti menguliahi orang lain tentang hak asasi manusia dan mencampuri urusan dalam negeri mereka," jelas pernyataan itu.
Sumber : Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani