Ambon (Maluku), Kabartujuhsatu.news,- Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Ambon menyikapi kasus sengketa tanah masyarakat Adat Sabuai, dalam Pres Reales yang di terima media ini pada Senin (22/03/2021).
Pemuda dan mahasiswa sebagai agen perubahan wajib memiliki peran untuk menjadi garda terdepan dalam membela berbagai persoalan dan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Sebagai kaum intelektual muda wajib hukumnya kita mengawal dan memberikan solusi bagi berbagai persoalan masyarakat dan membela segala kepentingan masyarakat yang termarginalkan oleh kepentingan beberapa oknum-oknum kelompok yang mencari keuntungan sendiri namun menindas rakyat yang lemah.
Sebagai wujud pengabdian pada medan gumul masyarakat maka GMKI hadir untuk ikut mengawal dan menjaga berbagai kepentingan masyarakat salah satunya ikut mengawal persoalan sengketa tanah serta menyoroti langkah pemerintah dalam memberantas mafia tanah. Salah satu kasus yang disoroti oleh GMKI Cabang Ambon adalah persoalan kasus sengketa tanah masyarakat adat Sabuai di Kabupaten Seram Bagian Timur.
Dalam kasus ini masyarakat adat Sabuai Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur Provinsi Maluku harus menjadi TERSANGKA atas Laporan Pengaduan Pimpinan Perusahaan CV. Sumber Berkat Makmur (SBM). Dengan modal izin Perkebunan berdasarkan pada Surat Keputusan Bupati Seram Bagian Barat Bapak Abdul Mukti Keliobas, Nomor 151 pada tanggal 08 Maret 2018 tentang Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) seluas 1.183 hektar untuk usaha perkebunan tanaman pala.
Beberapa bulan kemudian karena ada kayu di areal kerjanya, perusahaan mengajukan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang disetujui oleh Dinas Kehutanan Provinsi Maluku berdasarkan Surat Keputusan Nomor 52.11/ SK/ DISHUT MAL/459 pada tanggal 25 April 2018 tentang Persetujuan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) Tahap 1 untuk area seluas 371 hektar.
Namun pada faktanya perusahaan CV. SBM milik Imanuel Guedarusman melakukan penebangan liar pada kawasan hutan yang tidak sesuai dengan kesepakatan penyerahan lahan oleh masyarakat adat Sabuai pemilik hak ulayat/petuanan.
Mirisnya lagi tidak ada aktifitas kegiatan perkebunan pala pada lokasi lahan sebagaimana Izin Perkebunan yang diperoleh dari Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat. Berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut, berbagai gelombang protes pun bermunculan dari Masyarakat Adat Sabuai setelah mengetahui perusahaan melakukan penebangan yang tidak sesuai dengan kesepakatan Penyerahan Lahan (Perusahaan melakukan penyerobotan lahan). Berbagai macam bentuk protes dilakukan berupa dialog dengan pimpinan perusahaan, pemalangan 3 kali, sasi adat sebagai bentuk larangan bahkan membuat laporan pengaduan tertulis pada tanggal 06 Agustus 2019 yang proses hukumnya berhenti di meja Diskrimsus Polda Maluku.
Mirisnya pihak perusahaan tidak menggubris berbagai protes yang dilayangkan dan tetap melakukan aktifitas penebangan hutan dipetuanan masyarakat adat Sabuai Perlawanan masyarakat Adat Sabuai semakin memuncak dengan melakukan aksi penghadangan 5 karyawan perusahaan CV. SBM yang pada saat itu sedang melakukan pemuatan kayu menggunakan mobil operasional/alat berat perusahaan di lokasi hutan Ahwale Negeri Sabuai pada tanggal 17 Februari 2020. Aksi perlawanan pun terjadi, karena masyarakat adat Sabuai tidak tegah melihat kawasan hutannya ditebang maka secara spontan masyarakat adat Sabuai melakukan pelemparan kaca mobil operasional tersebut.
Akibat dari tindakan tersebut, kemudian pimpinan perusahaan CV. SBM melaporkan 26 masyarakat adat Sabuai ke pihak kepolisian Polsek Werinama. Polsek Werinama terlihat responsif dalam melayani kepentingan hukum perusahaan CV. SBM, proses penyelidikan dan penyidikan berlanjut secara cepat berupa penangkapan yang tidak disertai Surat Perintah Penangkapan dan Penahanan 26 orang masyarakat Sabuai selama 5 hari hingga berujung pada tanggal 21 Februari 2020, 2 orang masyarakat Sabuai atas nama Khaleb Yamarua (kader GMKI Cabang Ambon) dan Stevanus Ahwalam ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Pengrusakan barang dan kekerasan bersama terhadap barang dimana melanggar pasal 406 ayat 1 KUHP Jo. Pasal 370 KUHP yang ancaman pidananya 8 tahun penjara.
Proses hukum yang ditempuh pihak perusahaan CV. SBM kepada puluhan masyarakat adat Sabuai kemudian berbalik arah dengan permohonan Pra Peradilan yang diajukan oleh Tim Kuasa Hukum masyarakat adat Sabuai di Pengadilan Negeri Dataran Hunimoa pada tanggal 25 Februari 2020 lalu, sebagai langkah hukum atas tindakan penangkapan dan penahanan masyarakat Adat Sabuai serta penetapan tersangka 2 orang masyarakat Adat Sabuai oleh pihak kepolisian atas laporan pemilik perusahaan.
Proses Pra Peradilan pun bergulir hingga tiba pada sidang dengan agenda mendengar pembacaan amar putusan. Hakim Pengadilan Negeri Dataran Hunimoa Kabupaten Seram Bagian Barat, Darmawan Akhmad dalam persidangan tersebut menilai bahwa bukti yang digunakan oleh penyidik Polres Seram Bagian Barat untuk menetapkan 2 orang masyarakat Adat Sabuai sebagai tersangka cukup kuat sehingga sudah sesuai dengan hukum yang berlaku dan hakim menolak sepenuhnya permohonan Pra Peradilan masyarakat Adat Sabuai.
Hingga kini status tersangka itu masih melekat pada 2 orang masyarakat adat Sabuai yang berusaha mempertahankan hutan adatnya sementara penyelewengan lahan yang dilakukan oleh pihak perusahaan CV. SBM tidak mendapat respon hukum yang cepat dan tegas sampai dengan saat ini sehingga hal ini mencerminkan protret ketidakadilan yang terjadi di negeri ini.
Dari uraian kasus diatas maka jelas terlihat bahwa tindakan masyarakat adat Sabuai telah membantu negara membongkar kasus mafia tanah dan penebangan hutan secara liar yang telah melanggar kesepakatan perjanjian penyerahan tanah bersama masyarakat adat Sabuai dan melanggar izin penebangan kawasan hutan dengan melakukan tindakan Illegal Logging dimana hal ini telah melanggar Undang-undang 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan. Tentunya dari kasus ini telah terjadi 2 isu krusial yang perlu untuk disikapi secara bersama oleh semua yakni pertama; menegakan keadilan bagi masyarakat adat Sabuai dalam menuntut hak mereka selaku pihak yang memiliki wewenang penuh dalam pemberian otoritas setempat dan yang kedua; menindak persoalan lingkungan hidup dimana CV. SBM telah melanggar izin penebangan hutan dengan melakukan tindakan Illegal Logging sehingga mengancam eksistensi lingkungan hidup dan alam sekitar kawasan Sabuai.
Atas dasar melihat permasalahan tersebut, maka Ketua Cabang Josias Tiven bersama Badan Pengurus Cabang GMKI Ambon dengan ini menyatakan sikap dengan tegas :
1. Mengecam keras tindakan penyerobotan lahan dan tindakan illegal logging yang dilakukan oleh pihak perusahaan CV. Sumber Berkat Makmur (SBM).
2. Menyayangkan proses hukum yang menjerat 2 orang masyarakat adat Sabuai karena tindakan yang dilakukan merupakan bentuk perlawanan atas ketidakadilan yang terjadi pada masyarakat adat Sabuai.
3. Kami Meminta agar Kejati Maluku dan Kejari SBT segera membebaskan status dua masyarakat adat tersangka dengan mengeluarkan SP3 kasus dua masyarakat sabuai yang dijadikan tersangka akibat memecah kaca alat berat CV SBM karena melindungi dan memperjuangkan hutan adat.
4. Mendesak POLRES SBT & Kejari SBT untuk menghentikan proses hukum 2 warga sabuai yg dikriminalisasi dan dijadikan tersangka karena melindungi hutan adatnya.
5. Mendesak PPNS LHK ( BALAI GAKKUM LHK MALUKU ) dan Kejari SBT mempercepat Proses Hukum Bos CV.SBM.
6. Mendesak PPNS LHK MALUKU ( Balai GAKKUM LHK MALUKU ) dan Kejari SBT membongkar Keterlibatan pihak lain dalam skandal kasus Ilegal loging dan perusakan Hutan adat sabuai oleh CV.SBM.
7. Kejati Maluku segera menginstruksikan kepada Kejari Seram Bagian Timur agar kasus kejahatan Ilegal loging yang melibatkan direktur CV SBM Imanuel Quadarusman diproses sebagai PIDANA KHUSUS bukan PIDANA UMUM.
8. Mendesak Gubernur Maluku Irjen. Pol. (Purn.) Drs. Murad Ismail, SH. untuk mendengar aspirasi masyarakat adat Sabuai dan membantu menyelesaikan masalah yang terjadi pada masyarakat adat Sabuai ini.
9. Mendesak Ketua DPRD Provinsi Maluku Drs. Lucky Wattimury, M.Si. untuk bersama membantu memperjuangkan aspirasi masyarakat adat Sabuai karena DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang dipilih untuk menyuarakan kepentingan rakyat.
10. Meminta Bupati Seram Bagian Timur Abdul Mukti Keliobas untuk meminta maaf kepada masyarakat adat Sabuai atas ketidakadilan yang terjadi kepada mereka.
11. Meminta pihak Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi Maluku agar lebih kredibel dalam mengusut setiap orang yang memperjuangkan kelestarian hutan dan keseimbangan lingkungan hidup dari amanah undang-undang No 18 Tahun 2013 dan Undang-undang nomor 32 tahun 2009.
12. Mengajak seluruh Civitas Potensi Gerakan dalam lingkup Wilayah XI Maluku untuk melakukan aksi solidaritas di masing-masing cabang untuk mengawal dan menuntut keadilan atas kasus ini.
Demikian pernyataan sikap BPC GMKI Ambon terhadap Kasus Sengketa Tanah Masyarakat Adat Sabuai ini dibuat, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
“UT OMNES UNUM SINT. (MK)