Jakarta, Kabartujuhsatu.news, &Ada yang _ambivalen_ ditunjukan oleh para pembesar saat ini. Menganjurkan membenci produk asing, tapi seiring waktu Masyarakat dihebohkan dengan rencana impor 1 Juta ton beras.
"Apa yang dikritik oleh Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto terhadap langkah Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi atas dibukanya keran impor beras seakan dagelan pada acara Srimulat," kata Pengamat Hukum Politik Suta Widhya SH, pada Selasa (23/3) siang di Jakarta.
“Apakah Partai tersebut bebas koreksi dari masyarakat? Sejatinya konstituennya dicerdaskan oleh para elit parta Banteng bermoncong putih . Jangan hanya pandai bersandiwara berlagak nangis sebagai pihak yang dirugikan saat Harun Masiku
Hilang ditelan bumi begitu ketahuan permainan _pengganti paruh waktu_ anggota Dewan yang berhalangan tetap, " Ungkap Suta lebih lanjut.
Seakan pola "lempar batu sembunyi tangan" ini biasa dilakukan oleh elit Partai dan petugas Partai yang ada saat ini. Mana mungkin Mendag yang nota bene sebagai pembantu Presiden mengambil keputusan tanpa restu presiden?
"Hendaknya rakyat tidak selalu dibuat nggak nyaman dengan pola kepemimpinan yang tidak serius. Jika PDIP serius untuk mengkritik kebijakan impor ada baiknya Dewan mengajukan Hak Interplasi kepada Presiden atau panggil Menteri terkait. Bukankah ia disebut sebagai seorang Petugas Partai di PDIP sendiri?" Suta menutup penjelasannya. (Red/SW).