Ponorogo (Jatim), Kabartujuhsatu.news,-KRI Nanggala banyak mengemban misi rahasia, Ujung Tombak Sengketa Ambalat. KRI Nanggala 402 yang hilang kontak di perairan Bali merupakan kapal selam produksi Jerman pada tahun 1979. KRI Nanggala menjadi alutista laut Nusantara sejak tahun 1981.
Dalam perjalanannya, KRI Nanggala banyak mengemban misi rahasia. Hal ini sesuai dengan sifat kapal selam yang strategis, yaitu senyap dan tidak diketahui keberadaannya. Pada tahun 2005, Nanggala menjadi ujung tombak sengketa Blok Ambalat yang kaya migas, kala itu KRI Tedong Naga 819 menyerempet Kapal Diraja Rencong dari Malaysia di perairan Karang Unaran, Nunukan, Kalimantan Timur. KD rencong beberapa kali melakukan maniver yang membahayakan mercusuar Karang Unarang. Sejak Mei 2002, KRI Nanggala-402 dioperasikan di kawasan tersebut dan menjadi ujung tombak sengketa Blok Ambalat.
Tugas Nanggala adalah mengintai, menyusup, dan memburu sasaran-sasaran strategis. Saat latihan opersi laut gabungan pada 8 April 2004 hingga 2 Mei 2004, kapal selam ini dijuluki monster bawah laut. Julukan tersebut diberikan karena Nanggala mampu menembakkan torpedo.Bahkan dengan kemampuan mutakhirnya, Nanggala berhasil menenggelamkan eks KRI Rakata yang kala itu dijadikan sasaran tembak saat latihan pada tahun 2004.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah menyatakan bahwa kapal selam KRI Nanggala-402 tenggelam (subsunk) di Laut Bali. Kapal terdeteksi berada di kedalaman hingga 850 meter di bawah permukaan laut.
Sebelumnya sejak Rabu Dini Hari (22/4) KRI Nanggala sempat dianggap hilang kontak. Peningkatan status menjadi subsunk ini diambil setelah tim evakuasi menemukan beberapa bukti otentik serpihan barang KRI Nanggala. Salah satunya, berbentuk tabung torpedo, tabung air minum, hingga alat salat. Pernyataan tersebut menjadi jawaban dari pencarian selama beberapa hari terakhir ini.
Tenggelamnya KRI Nanggala 402 mengundang keprihatinan banyak pihak.
Musibah tersebut juga menambah daftar panjang perlunya evaluasi menyeluruh terhadap alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang dimiliki oleh Indonesia. Padahal anggaran alutsista di Kementerian Pertahanan RI termasuk yang paling tinggi. Setelah hilang kontak sejak Rabu (21/4), KRI Nanggala 402 akhirnya dinyatakan tenggelam di perairan laut utara Bali, Sabtu (24/4).
53 anggota TNI AL dinyatakan meninggal dunia bersamaan tenggelamnya kapal selam tersebut.
Penyebab tenggelamnya KRI Nanggala 402 adalah yang awalnya, KRI Nanggala 402 hilang kontak diduga karena terjadi black out atau mengalami mati listrik total pada saat latihan penembakan torpedo.
Belakangan, TNI menetapkan status KRI Nanggala 402 menjadi sub sink alias karam karena diduga retak saat tenggelam di perairan Laut Bali, Rabu pagi (21/4/2021). Dugaan itu berdasarkan temuan tumpahan oli dan sejumlah barang, yang seharusnya berada di dalam kapal.
Bantuan dari beberapa negara juga ikut serta dalam pencarian KRI Nanggala 402. Butuh waktu tiga hari untuk menemukan bangkai KRI Nanggala 402 di kedalaman laut 835 meter. Itu berhasil berkat bantuan Singapura dengan kapal MV Swift Rescue-nya.
Bala bantuan juga datang dari Pesawat P-8 Poseidon milik Angkatan Laut Amerika Serikat. Pencarian juga melibatkan kapal HMAS Ballarat dan HMAS Sirius dari Australia. KRI Rigel-933 dari Pusat Hidro-Oseanograf TNI AL juga dikerahkan dalam pencarian tersebut.
TNI telah mengerahkan 21 KRI yang sebagian besar memiliki daya deteksi sonar untuk memetakan situasi di kedalaman dan dasar laut. KRI Nanggala-402 tenggelam di kedalaman 835 meter dan terbelah menjadi tiga bagian. TNI AL akan tetap melakukan prosedur pencarian dan pengangkatan kapal. Pencarian dilakukan dengan mengerahkan puluhan armada kapal serta bantuan dari negara sahabat.
Dan pada akhirnya tenggelamnya KRI Nanggala menjadi refleksi bahwa saat ini keamanan prajurit dan kedaulatan masyarakat seluruh Indonesia sedang rentan dan solusi terbaik untuk saat ini yakni dengan melakukan modernisasi militer secara cepat dan tepat. (Muh Nurcholis)