Jakarta, Kabartujuhsatu.news,- Terkait rencana Pemerintah akan membubarkan beberapa lembaga yang tidak memberikan manfaat dan menjadi tumpang tindih regulasi sebagaimana disampaikan oleh Menpan-RB Tjahyo Kumolo beberapa waktu kemarin mendapat tanggapan beragam dari kalangan masyarakat.
Diantaranya, masyarakat jasa konstruksi angkat suara terkait situasi transisi jasa kontruksi yang dirasa tidak lagi memberikan ruang kepada masyarakat untuk aktif terlibat. padahal peran serta masyarakat jasa konstruksi baik secara personal ataupun melalui asosiasi amatlah penting dan menjadi ujung tombak pembangunan.
Sisi lain Transisi yang dilakukan pada kondisi pandemi dipenghujung tahun 2020 kemarin menjadi masa kelam era reformasi di bidang jasa konstruksi dengan imbal jasa yang sebenarnya tidak memberatkan pemerintah yang tengah kesulitan akibat pandemi saat ini.
Terlebih, dibubarkannya 34 Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) di seluruh Provinsi secara Nasional yang berdampak timbulnya ribuan pengangguran baru, tentu akan menambah beban kepada Pemerintah, ujar Dr. Ir. H. Subhan Syarief, MT Tokoh konstruksi Nasional asal Kalimantan selatan kepada awak media, Minggu 13/06 melalui sambungan telepon.
Syarief menuturkan ; saat ini terlihat semuanya sudah minim kemandirian dan independensi, faktor musyawarah mufakat dari masyarakat jasa konstruksi untuk mencari solusi bersama dalam menyikapi persoalan disektor pengembangan jasa konstruksi sudah hilang.
"Saat ini semua dalam kendali dan arahan kementerian PUPR dengan berlindung dibalik pengaturan regulasi turunan UU No. 2 Tahun 2017". Ungkap Syarief
Parahnya lagi hal peran serta masyarakat jasa konstruksi di daerah yang mestinya menjadi ujung tombak malahan di hilangkan.
Padahal pembangunan infrastruktur itu faktanya terbanyak adanya di daerah, bahkan dengan adanya IKN di Kaltim, estate food di Kalteng dan pembangunan infrastruktur yang semakin banyak di daerah artinya kedepan daerah mestinya semakin mendapat perhatian.
Untuk itu sudah seharusnya fungsi pembinaan dari LPJK Provinsi harus ditingkatkan bukan dibubarkan...ini terbalik, dan sangat tidak sesuai dengan realita dan juga dasarnya tidak sejalan dengan falsafah bunyi pasal 3 huruf c UU No. 2 tahun 2017 yang menyatakan "Penyelenggaraan Jasa Konstruksi bertujuan untuk Mewujudkan Peningkatan Partisipasi Masyarakat dibidang Jasa Konstruksi".
Ketidak cermatan lainnya ketika PUPR mempercepat pembubaran LPJKN dan LPJKP produk UU No 18 tahun 1999, padahal ternyata sisi lain belum punya kesiapan dalam hal regulasi terkait pembentukan lembaga LSP / LSBU dan lembaga Diklat yang berwenang menanggani hal sertifikasi.
Dalam hal ini bisa terlihat amanah UU No. 2 Tahun 2017 tidak dijalankan secara konsisten. Sepertinya dahulu Pemerintah hanya fokus ingin membubarkan lembaga LPJK yang mandiri dan bergegas membentuk LPJK versi UU No. 2 tahun 2017 tetapi terlupa mendalami bahwa tugas yang dihadapi lembaga tidaklah semudah yang di bayangkan.
Semestinya sebelum diimplementasikan harus siap terlebih dahulu semua piranti penunjang, baru boleh dijalankan, terangnya.
Seandainya sebelum pembubaran semua aspek sudah di kaji dan disiapkan maka hal transisi inipun semestinya tidaklah perlu di lakukan, dan kalau memang perlu dilakukan seharusnya yang menjalankan adalah lembaga yang memiliki pengalaman dengan ditunjang piranti yang lengkap seperti LPJKN / LPJKP produk UU No. 18 tahun 1999, yang bahkan tidak perlu di biayai oleh Negara.
Bila hal tersebut dahulu dilakukan maka proses kerja transisi tidak menimbulkan penurunan dan standar pelayanan seperti yang saat ini terjadi.
Sebagaimana diketahui sebelumnya melalui UU No. 18 Tahun 1999 Tentang jasa konstruksi yang menyertakan LPJK Provinsi sebagai kepanjangan tangan semuanya berjalan lancar. Melalui UU No. 18 Tahun 1999 yang lalu.
Pemerintah tidak perlu mengalokasikan anggaran sama sekali, semua dilakukan secara swadaya dan bila ditingkatkan bisa menjadi pemasukan bagi negara, sebagaimana wacana akan menerapkan pajak untuk sembako dan sekolah.
Untuk kemaslahatan, transisi jasa konstruksi yang sedang berjalan harus mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat ditengah sulitnya ekonomi dan lapangan kerja saat ini, dan saya rasa apa yang disampaikan oleh Menpan-RB Tjahyo Kumolu sudah sangat tepat.
Maka sebaiknya lembaga pengembangan jasa konstruksi / LPJK PUPR yang saat ini di biayai oleh pemerintah dikembalikan ke lembaga LPJK model lama yang mandiri dan independen, tanpa dibiayai pemerintah dengan fokus di daerah bukan di pusat.
Tutup. (Y@fi).