Kabartujuhsatu.news,-Satu, dari 65 orang VETERAN PEJOANG 1945, LETKOL TNI-AL (Purn) SOEJITNO, 96 tahun, adalah #korban kedzaliman salah satu TAIPAN Pengembang Nasional.
Tanah Kavling - milik EYANG YiTNO - yang dibelinya pada tahun 1963 bersama 155 orang Purnawirawan TNI-AL (dan sipil) - yang semula seluas 10 Ha di DUKUH PAKIS, telah di - "tukar guling" (ruislag) dengan tanah 8,5 Ha di LIDAH KULON, Lakar Santri, Surabaya, namun tiba-tiba #raib diserobot pengembang, PT. CiPUTRA GRAHA PRiMA (CGP). Coba hitung, kalau per-meter Rp 15-juta, maka tanah yang "diserobot" itu setara dengan +/- Rp 1,5 Triliun.
Kakek 5 cucu dan 6 buyut, yang telah "ditinggal" - lebih dulu - oleh isterinya ini, menunggu nasibnya di "jalan penantian" yang panjang dan di "lorong gelap" konspirasi bisnis properti.
Seorang purnawirawan lain - Laksma TNI (Pur) SOEPRAJiTNO - yang juga sudah lumayan sepuh, 87 tahun, mantan Komandan Kapal Selam KRI Pasopati 410 ; yakni salah satu armada Angkatan Laut Republik Indonesia buatan Uni Soviet tahun 1952 ; Kapal selam ini pernah dilibatkan dalam Pertempuran Laut Aru untuk membebaskan Irian Barat dari pendudukan Belanda ; beliaulah yang *menyediakan jiwaraga, membela mati-matian* nasib EYANG YiTNO, bersama 155 orang Purnawirawan TNI-AL (dan sipil) yang "beli" tanah kavling 300 m2, lalu raib "digondol wewe", akibat "mal management" pimpinan TNi-AL ketika itu (2005).
Dalam berbagai kesempatan dengan wartawan - Laksma Soeprajitno ; begitu pula saat jumpa dengan pejabat KPK, DPR, DPD, Ombudsman, Kemenhan, Mensegnek (ketika itu, Sudi Silalahi) dan di daerah bertemu dengan pejabat teras Kodam, Polda Jawa Timur ; mantan Ketua BKPAL (Badan Kontak Purnawirawan Angkatan Laut, sekarang PPAL), dalam pembelaan terhadap para pejoang tanah kavling Lidah Kulon ini, menyatakan : "Saya tak kan mundur selangkahpun, TABAH SAMPAi AKHiR menuntut keadilan dan rasa kemanusiaan dari
Bapak Presiden dan PT. CGP, atau TANGKAP SAYA !!! Kita buktikan siapa salah siapa yang benar".
Fakta di lapangan, pada tahun 2005, tanah itu, dipindah-tangankan ke PT. CGP dengan uang kompensasi hanya sejumlah Rp 7,5 M, melalui "kesepakatan" pengalihan atas hak atas tanah kavling tersebut, antara DAN.LANTAMAL 3 Surabaya (ketika itu Laksma Gunadi MDA) dengan iR. Sutoto Yakobus (Dirut PT. CGP) - dengan Akta Notariil "bodong" (tak ada judulnya), dibuat oleh Notaris Wahyudi Suyanto, SH - dan Rp 7,5 M dibagikan hanya sebesar Rp 40-juta / kavling yang diberi judul TALi ASiH. Aneh "judul" itu. Lebih bermakna "uang diam" dan agaknya "harus" terima saja apa adanya.
Kembali ke nasib Eyangg Yitno. Tanah 8,5 Ha dibagi oleh Lantamal Surabaya kepada 156 anggota, (yang masing-masing menerima kavling +/- 300 m2) - harga 8,5 Ha itu sekarang Rp 1,5 Triliun. Hingga kini, saat Eyang Yitno telah tua dan hanya bisa berbaring lunglai di tempat tidur, tanah kavling satu-satunya yang diimpikan bersama mendiang isterinya itu, masih dalam proses perjoangan hak bersama Laksma Soeprajitno dan teman-teman sesama "LASKAR TAK BERGUNA".
Entah kapan harapan untuk mewariskan tanah kavling itu kepada anak cucu bisa terwujud, atau malah bakal raib ditelan kedzaliman sang Durjana ; padahal usianya semakin senja dan tubuhnya lemah renta dimakan usia (97 tahun, hampir seabad).
Surabaya 11 Agustus 2020
_#apakah Andita's Law Firm mau ambil peduli ???!!_
Sumber : Suta Widya, SH