Proses Produksi: Salah satu proses produksi batu bara oleh PT Damai Mitra Cendana (DMC) di lokasi tambang di Mataraman, Kabupaten Banjar, Kalsel. (Istimewa)
Jakarta, Kabartujuhsatu.news,- Aktivitas penambangan ilegal (Illegal minning) batu bara yang masiv akhir-akhir ini di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Selatan (Kalsel) menjadi sorotan tajam di kancah nasional.
Para wakil rakyat yang duduk di kursi DPR RI gerah atas praktik tersebut dan meminta aparat penegak hukum untuk bergerak.
Di antara anggota DPRD yang bersuara lantang adalah Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Wuryanto.
Ia meminta ketegasan Polri memberantas penambangan batubara ilegal di Kabupaten, Kalimantan Timur.
"Illegal minning (penambangan ilegal) itu wilayah hukum. Sudah seharusnya Polri bertindak tegas," kata Bambang Patjul, panggilan akrab politisi PDI Perjuangan itu belum lama ini (06/05/2021).
Sementara Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir, saat berada di Mako Polda Kaltim, Kamis (10/6/2021) juga berbicara lantang. Ia menyoroti, persoalan penambangan ilegal, khususnya terkait tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sebab terdapat beberapa masalah terkait PNBP ini.
Termasuk juga temuan-temuan tambang liar yang ada di wilayah Kaltim-Kalsel.
"Kemudian bagaimana dengan nasib tambang yang sudah digali, apakah tidak mengganggu masyarakat dan lain sebagainya," tegasnya kepada media.
Suara vokal tentang mafia tambang disampaikan anggota komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman dalam rapat kerja bersama di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (16/06/2021).
Ia mendesak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menindak oknum anggota Polri yang menjadi backing penambang batu bara ilegal di daerah.
Habibirokhman menyatakan, sudah banyak menerima keluhan terkait tambang ilegal.
“Saya memohon Kapolri mem-push (menekan) jika ada indikasi keterlibatan oknum anggota Polri,” ujar Habiburokhman kepada media.
Mafia Illegal Minning
Sementara dari penelusuran di lapangan dan informasi yang diterima menyebutkan, aktivitas penambangan ilegal di Kaltim, ternyata melibatkan sejumlah pihak yang diduga kuat menjadi mata rantai mafia Illegal minning.
Perputaran uangnya pun terbilang besar, termasuk di dalamnya perputaran uang untuk biaya koordinasi.
Sebagai informasi praktik penambangan lapangan di Kaltim saja. Di sana selama sebulan mampu mengangkut batu bara setidaknya 94 tongkang.
Jika diperinci perhitungannya sebagai berikut, satu tongkang batu bara itu volumenya mencapai 7.500 ton. Produksi selama sebulan mencapai 94 tongkang.
Sehingga jika dikalikan 7.500 ton dikalikan 94 tongkang, totalnya 705.000 ton/bulan.
Lalu, perhitungan biaya koordinasi, biaya ini dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran selama proses produksi sampai pengiriman.
Lalu berapa ongkos yang dikeluarkan untuk membiayai koordinasi 705.000 ton batu bara ini ?
Jawabnya demikian, aturan yang berlaku di lapangan terungkap, biaya koordinasi yang dikeluarkan untuk mengeluarkan batu bara pertonnya Rp 80.000. Jika jumlah produksi totalnya 705.000 ton, maka total biaya koordinasi untuk mengeluarkan 705.000 ton mencapai sekitar Rp 56 miliar.
Informasi lain yang dihimpun menyebutkan, mereka mampu menguasai penambangan di Kaltim mulai dari koridor Kutai Kartanegara, Samarinda, Bontang hingga Paser.
Bahkan, para mafia ini tak tanggung-tanggung royalnya dalam mengeluarkan uang untuk biaya pengurusan perizinan, hingga biaya keamanan bernilai sampai puluhan miliar rupiah perbulan untuk biaya koordinasi.
Sehingga dampak yang ditimbulkan tidak hanya kerusakan lingkungan akibat penambangan liar. Tapi kerugian yang dialami negara yakni nihilnya penerimaan pendapatan negara dari royalti, serta pajak yang tidak disetorkan yang nilainya fantastis.
Nah, berikut nama yang diduga kuat terlibat dalam mafia tambang ilegal di Kaltim.
Di antaranya, Welly Thomas dari PT Sumber Global Energy (PT SGE), Petrus dari PT Limas Tunggal, Alif (anak Tony Kasogi).
Perempuan dari Surabaya, Jatim, bernama Tan Paulin (ratu koridor), istri Irwantono Sentosa, pasangan suami-istri pemilik dari PT Sentosa Laju Energy.
Lalu Ismail Bolong (anggota polisi aktif), dan kelompok Peter.
Nama lainnya adalah Regina dan Mathew. Keduanya merupakan pasangan suami istri, pengusaha tambang batu bara asal Surabaya. Wilayah operasi pertambangan di Kalsel dan Kaltim yang biasa memakai dokumen terbang juga tidak lepas diback-up oleh oknum aparat.
Bahkan ada satu nama orang kuat yang diduga mengkoordinasikan kegiatan penambangan ilegal di Kaltim yakni Said Amin. Said adalah Ketua Pemuda Pancasila Kaltim, ia menjabat sejak tahun 1995.
Sindikat Illegal Mining
Adanya desakan dari para penambang yang memiliki izin resmi agar mafia penambangan ilegal ini dibongkar dan diungkap.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Pangeran Khairul Saleh. Pangeran mencurigai ada sindikat penerbitan IUP yang melibatkan pihak di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Sindikat itu, menurut dia, memanfaatkan hasil revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Khususnya, beleid yang mengatur perizinan yang awalnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah, tapi kini menjadi kewenangan Kementerian ESDM.
“Ada indikasi sindikat ini, karena tiba-tiba ada 20 IUP di Kalsel yang diterbitkan oleh ESDM,” ujarnya dalam Rapat Kerja bersama Kapolri di DPR.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan akan mengecek permasalahan keluarnya 20 izin usaha pertambangan (IUP) di Kalimantan Selatan. IUP itu diduga bermasalah.
“Kami akan proses dan cek bagaimana asal usulnya sehingga bisa keluar,” ujar Listyo Sigit.
Penulis: RB. Syafrudin Budiman SIP