Jakarta, Kabartujuhsatu.news,--Konsep negara hukum bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. Hubungan antara yang diperintah (governed) dan memerintah (governor) dijalankan berdasarkan suatu norma objektif, bukan pada suatu kekuasaan absolut semata-mata. Norma objektif tersebut harus memenuhi syarat formal dan dapat dipertahankan oleh ide hukum.
"Mempertanyakan agar tidak gagal paham bahwa penegakan hukum adalah panglima tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun sampai saat ini kita sama-sama mengetahui bahwa tidak ada yang kebal hukum, namun kita melihat kembali beberapa tahun lalu di mana seorang fublik figur Ratna Sarumpaet berbohong tapi tidak merugikan orang lain itu dihukum 2 tahun penjara. "Ujar Elidanetti anggota Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) kepada wartawan pokja hukum di Jakarta, Selasa (6/7) .
"Baru-baru ini juga ada kebohongan yang yaitu putusan kebohongan yang dilakukan oleh Habib Rizieq Shihab (HRS) walaupun kita tidak tahu ada apa di balik itu, namun karena ini adalah keputusan 4 tahun penjara. "Tandas Elidanetti
"Maka hari ini kita pertanyakan kepada orang-orang yang berkompeten di negara ini apakah ada hukuman kepada presiden kita Jokowi yang diduga banyak melakukan kebohongan. Salah satunya Esemka, membeli kembali Indosat dan lainnya. Dengan kebohongan tersebut apakah ia boleh dihukum atau kebal hukum? Atau adakah pengecualian bahwa presiden tidak boleh digugat dan lainnya. Jika benar maka tunjukkan kami pasal berapa yang membolehkan hal itu. Karena kita ingin bapak presiden selaku pemimpin di Republik Indonesia taat pada hukum. "Ucapnya
Pada akhir sesi Elidanetti menegaskan kembali bahwa vonis terhadap HRS jauh dari asas keadilan. Hendaknya hukum juga berlaku pada para pemimpin pembohong. Baik yang bersumpah maupun yang tidak melakukan sumpah atau janji sebelum menjabat.
Laporan: JL