Jakarta, Kabartujuhsatu.news, - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap sejumlah pejabat dan pihak swasta di Kabupaten Kolaka Timur.
Plt Juru bicara KPK, Ali Fikri kepada Media ini Kamis (16/9/2021) mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan penangkapan terhadap 6 orang terkait kegiatan tangkap tangan atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait pengadaan barang / jasa dilingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021.
Ali Fikri menjelaskan bahwa Dalam kegiatan tangkap tangan ini, Tim KPK telah mengamankan 6 orang pada hari Selasa tanggal 21 September 2021 sekitar jam 8 malam di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, sebagai berikut : a. AMN (Andi Merya Nur, tidak dibacakan) Bupati Kolaka Timur periode 2021-2026; b. AZR (Anzarullah, tidak dibacakan) Kepala BPBD Kolaka Timur; c. MD (Mujeri Dachri, tidak dibacakan) Suami AMN; d. AY (Andi Yustika, tidak dibacakan) Ajudan Bupati; e. NR (NOVRIANDI, tidak dibacakan) Ajudan Bupati; f. MW (MUAWIYAH, tidak dibacakan) Ajudan Bupati.
Dijelaskan Ali Fikri adapun Kronologis Tangkap Tangan Pada Selasa tanggal 21 September 2021, Tim KPK menerima informasi dari masyarakat akan adanya dugaan penerimaan sejumlah uang oleh Penyelenggara Negara yang diduga telah disiapkan dan diberikan oleh AZR. Tim KPK selanjutnya bergerak dan mengikuti AZR yang telah menyiapkan uang sejumlah Rp225 juta.
Bahwa Dalam komunikasi percakapan yang dipantau oleh Tim KPK, AZR menghubungi ajudan AMN untuk meminta waktu bertemu dengan AMN di rumah dinas jabatan Bupati. AZR kemudian bertemu langsung dengan AMN di rumah dinas jabatan Bupati dengan membawa uang Rp225 juta untuk diserahkan langsung kepada AMN. Namun oleh karena ditempat tersebut sedang ada pertemuan kedinasan sehingga AMN menyampaikan agar uang dimaksud diserahkan oleh AZR melalui ajudan yang ada di rumah kediaman pribadi AMN di Kendari.
Dijelaskan kembali oleh Ali Fikri,Saat meninggalkan rumah jabatan Bupati, Tim KPK langsung mengamankan AZR, AMN dan pihak terkait lainnya serta uang sejumlah Rp225 juta. Semua pihak yang diamankan, kemudian dibawa ke Polda Sulawesi Tenggara untuk dilakukan permintaan keterangan dan selanjutnya dibawa ke gedung KPK Merah Putih untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Bahwa Setelah dilakukan pengumpulan berbagai bahan keterangan dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, selanjutnya KPK melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka, sbb : a. AMN (Andi Merya Nur, tidak dibacakan) Bupati Kolaka Timur periode periode 2021-2026; b. AZR (Anzarullah, tidak dibacakan) Kepala BPBD Kolaka Timur.
Konstruksi perkara"
Diduga telah terjadi : Pada Maret s/d Agustus 2021, AMN dan AZR menyusun proposal dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berupa dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) serta Dana Siap Pakai (DSP)."Kemudian awal September 2021, AMN dan AZR datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik & peralatan, dimana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu Hibah Relokasi & Rekonstruksi senilai Rp26,9 Miliar dan Hibah Dana Siap Pakai senilai Rp12,1 Miliar.
"Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, AZR kemudian meminta AMN agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaan AZR dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan 2 unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta dan belanja jasa konsultansi perencaaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta akan dikerjakan oleh AZR. AMN menyetujui permintaan AZR tersebut dan sepakat akan memberikan fee kepada AMN sebesar 30%.
Selanjutnya AMN memerintahkan AZR untuk berkoordinasi langsung dengan DEWA MADE RATMAWAN (Kabag ULP) agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan menguploadnya ke LPSE sehingga perusahaan milik AZR dan/ atau grup AZR dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan 2 proyek dimaksud.
Sebagai realisasi kesepakatan, AMN diduga meminta uang sebesar Rp250 juta atas 2 proyek pekerjaan yang akan didapatkan AZR tersebut. AZR kemudian menyerahkan uang sebesar Rp25 Juta lebih dahulu kepada AMN dan sisanya sebesar Rp225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN di Kendari.
Dijelaskan Ali Fikri,bahwa Atas perbuatan para Tersangka disangkakan melanggar pasal, sbb : • AZR selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara untuk AMN selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selanjutnya Untuk proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 22 September 2021 s/d 11 Oktober 2021 di Rutan KPK, sbb : a. AMN ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih. b. AZR ditahan di Rutan KPK Kavling C1. Sebagai langkah antisipasi penyebaran Covid 19 dilingkungan Rutan KPK, para Tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan masing-masing.
Tak lupa Ali Fikri, menegaskan kembali bahwa KPK selalu mengingatkan para penyelenggara negara untuk berpegang pada sumpah jabatan dan bekerja sebagai pelayan masyarakat. Pengadaan barang dan jasa melalui lelang dilakukan sebagai sistem pencegahan agar seluruh proyek pemerintah berjalan dengan bersih dan tidak disusupi oleh keinginan pejabat mendapatkan “upeti” diluar pendapatannya sebagai penyelenggara negara. (AViD)