Pernyataan dr. Zulkifli S Ekomei dalam Diskusi Konstitusi oleh Forum Konstitusi
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Daftar Blog Saya

    Pernyataan dr. Zulkifli S Ekomei dalam Diskusi Konstitusi oleh Forum Konstitusi

    Kabartujuhsatu
    Minggu, 05 September 2021, September 05, 2021 WIB Last Updated 2021-09-05T15:01:59Z
    masukkan script iklan disini

    (DIALOG DIHADAPAN FORUM MAHKAMAH KONSTITUSI).

    Kabartujuhsatu.news,-Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih dan merasa terhormat atas undangan Forum Konstitusi yang bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi menyelenggarakan Diskusi Konstitusi bertema UUD NRI tahun 1945: Setelah 20 Tahun Perubahan.

    Namun demikian, sebagai warga negara saya juga ingin menanyakan posisi dan status legal MK dalam perspektif tugas-tugas MK di dalam UUD NRI 1945, menurut hemat saya tidak tepat apabila MK menyelenggarakan diskusi ini.

    "Saya menyimak yang disampaikan oleh Prof.Kaelan, saya setuju dan mendukung.

    "Pada kesempatan ini, saya ingin mengemukakan beberapa hal terkait dengan diskusi yang terselenggara hari ini :

    "Pertama, sebagaimana tertulis di dalam TOR, bahwa maksud dan tujuan dari diskusi ini adalah untuk memantapkan berlakunya UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi yang sah dan legitimate, serta menghimpun berbagai gagasan menyangkut UUD NRI Tahun 1945 setelah 20 tahun perubahan. 

    "Terkait dengan maksud dan tujuan dari diskusi ini saya justru ingin mempertanyakan dimana letak keabsahan UUD NRI 1945?.

    "Sebagaimana tuntutan yang saya ajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, saya mengatakan tidak ada produk hukum yang mengesahkan UUD 10 Agustus 2002, karena TAP MPR yang digunakan untuk mengesahkan perubahan ke-empat UUD 1945 menjadi UUD 10 Agustus 2002 adalah TAP MPR tanpa nomor, padahal semua produk hukum harus ada nomornya, artinya UUD 10 Agustus 2002 menurut formalnya cacat hukum, maka saya menyebutnya palsu.

    "Selain cacat hukum, penyebutan kata perubahan pada penetapan perubahan keempat ini tidak sesuai dengan penyebutannya sebagai perubahan, tetapi penggantian.

    "Padahal ada kesepakatan dasar yang mengikat dan menjadi kesepakatan kelima, yaitu perubahan dilakukan dengan cara adendum. Faktanya bukan perubahan melalui adendum tetapi penggantian UUD 1945 dengan nama baru UUD NRI 1945.


    "Kedua, sebagaimana tertulis di dalam TAP MPR yang tidak bernomor tersebut, pada butir (a) tertulis: Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan perubahan keempat ini adalah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada Tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 

    "Pada kalimat pertama, yang mengatakan Undang-Undang Dasar yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah pembohongan publik, sebab perubahan keempat dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2002. 

    "Saya menengarai bahwa hal itu sebagai upaya untuk mengelabui rakyat Indonesia pada umumnya.

    "Ketiga, kesepakatan dasar pertama sebagaimana disebut grand strategy, bahwa Pembukaan UUD 1945 tidak diubah. 

    Mencermati hubungan organik yang seharusnya terjadi antara Pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuh UUD 1945, ternyata yang terjadi adalah hubungan paradoks dimana batang tubuhnya mengingkari Pancasila sebagai dasar negara, sebab pasal-pasal di dalam batang tubuh telah dijiwai oleh faham liberal kapitalis. 

    "Dari cermatan ini, saya ingin mengatakan secara tekstual Pembukaan UUD 1945 tidak diubah, tetapi kenyataannya ditinggalkan dan tidak memiliki makna dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

    "Dari ketiga point yang saya kemukakan ini saya berkesimpulan bahwa UUD 10 Agustus 2002 yang sekarang dipaksakan berlaku adalah UUD yang seharusnya ditinjau kembali dan dikaji ulang dengan cara-cara yang benar, dan bukannya dengan kemajuan kepandaian yang kita capai, terus menerus untuk mengelabui rakyat yang seharusnya dikembalikan sebagai pemilik kedaulatan di Indonesia. 

    Terkait dengan masalah hukum UUD Negara Republik Indonesia 10 Agustus 2002, penyelesaian legalitas hukum atas Ketetapan MPR yang saya gugat perlu segera dituntaskan agar kejelasan atas kepalsuan yang dijalankan selama ini menjadi terang benderang.

    Jakarta 2 September 2021

    dr. Zulkifli S Ekomei

    Published : Suta Widya,SH
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini