Jayapura (Papua), Kabartujuhsatu.news,- Pembangunan Stadion Lukas Enembe diatas lahan suku Puhiri secara ilegal, karena Stadion Megah tersebut dibangun secara paksa oleh Pemda Provinsi Papua, tanpa alas hak dan surat pelepasan dari Suku Makhem Puhiri Asei Asetouw, sebagai pemilik sah atas lahan tersebut.
Hal ini disampaikan Kepala Suku Puhiri, Jan Adolof Puhiri melalui keterangan tertulis yang diterima Redaksi Media ini Minggu, (26/09/2021).
"Pembangunan diatas lahan kami ini, dilaksanakan secara ilegal oleh Negara dalam hal ini Pemerintah, karena tidak ada alas hak, tidak ada pelepasan dari Kami sebagai pemilik, sampai saat ini Pemerintah tidak memiliki setifikat atas lahan tersebut, jadi Stadion kita palang, pelaksanaan PON nantinya jangan gunakan lahan kami, silakan keluar," ujar Kepala Suku Puhiri, Jan Adolof.
Kepala Suku Besar ini mengatakan, Dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan." namun fakta terbalik kolonial Belanda yang sering disebut penjajah lebih menghormati Adat Istiadat budaya lokal masyarakat Papua.
"Kami sekali lagi minta Presiden Jokowi melihat hal ini, karena ini Hak ulayat kami, kenapa Pemerintah tidak berperikemanusiaan dan berperikeadilan terhadap warganya sendiri seperti kami di Papua, kenapa Negara ingin menjajah kami sebagai Warganya sendiri atas Tanah hak ulayat kami sendiri, ini tanah Adat hak ulayat kami secara turun temurun, yang sudah digunakan Negara dari 1962 sampai 2021, tidak ada realisasi pembayaran terhadap hak kami," Pinta Jan Adolof.
Jan Adolof menyampaikan, Kolonial Belanda selalu disebut Penjaja, namun fakta dibalik sebutan kolonial Belanda sebagai Penjaja, ternyata Negara itu dalam era penjajahan, lebih paham dan menghormati Adat istiadat budaya kultur Masyarakat Adat di Papua.
"Ini Fakta Belanda penjajah tapi tau Adat dan menghormati hak ulayat masyarakat Adat di Papua, karena Belanda gunakan tanah kami ada surat perjanjian kontrak antara Pihak Kolonial Belanda dengan leluhur orang tua saya, Josep Puhiri selaku pemiliik hak ulayat Tahun 1953 tertanggal 14 April," tegas Jan Adolof.
Jan Adolof menegaskan, sungguh menghormati hajatan Nasional PON yang sementara dilaksanakan oleh Negara di Papua, karena moment tersebut merupakan kebanggaan dan satu penghormatan bagi Masyarakat Papua, hak masyarakat adat jangan dikebiri.
"Hingga kini belum ada realisasi pembayaran atas tanah kami yang telah dibangun Stadion , sehingga kami sudah sepakat dengan Masyarakat Adat, dalam waktu dekat melakukan pemalangan dan menghentikan semua aktifitas di Stadion Lukas Enembe," ucap Kepala Suku Puhiri, Jan Adolof.
Jan Adolof mengatakan, Selaku pemilik hak ulayat lahan seluas 62 hektare, yang sebagain telah dibangun Stadion Lukas Enembe oleh Pemerintah Provinsi Papua hingga kini belum dibayar.
"Enak saja gunakan tanah kami dari Tahun 1962 sampai 2021, tapi tidak pernah hargai hak kami sebagai masyarakat Adat pemilik hak ulayat atas tanah ini, jadi Pemerintah harus bayar lunas sebelum PON, kalau tidak bayar, jangan gunakan Stadion dalam pelaksanaan PON, karena tanah tersebut merupakan hak ulayat Kami, yang hingga kini belum dibayar," ujar Jan Adolof.
Terpisah Informasi yang diterimah Media ini menyebutkan, terkait lahan stadion Lukas Enembe, Pemerintah Provinsi Papua telah melakukan realisasi pembayaran secara bertahap, yakni setiap tahun anggaran dibayar 2 Milyar, namun Pemda Provinsi Papua dalam realisasi pembayaran diduga kuat sarat dengan (KKN) korupsi kolusi dan nepotisme, karena realisasi pembayaran tidak sampai kepada Suku Puhiri selaku pemilik Hak Ulayat.
Gubernur Papua Lukas Enembe hingga berita ini dipublikasikan belum dapat dikonfirmasi, dihubungi beberapa kali melalui telepon selulernya namun tidak aktif, Gubernur juga dihubungi melalui pesan singkat Via WhatsApp namun belum ada tanggapan. (red/evav).
Penulis: Ongky