Jakarta, Kabartujuhsatu.news, - Ketua SETARA Institute Hendardi menilai pengujian UU 23/2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) di Mahkamah Konstitusi, telah menunjukkan kekeliruan proses legislasi di DPR RI.
Salah satu norma pada Pasal 20 ayat (1) UU PSDN disebutkan, bahwa sumber daya nasional yang dapat digunakan, untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan Komponen Utama adalah Komponen Pendukung.
Yang mana, "terdiri dari anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, warga terlatih, tenaga ahli dan warga lain unsur warga negara.”
"Demikian bunyi Pasalnya. Jadi ada yang keliru dalam proses legeslasi, sehingga ada pengujian UU 23/2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN)," kata Hendarti dalam siaran persnya, Rabu (27/10/2021) di Jakarta.
Menurutnya, meletakkan Polri sebagai komponen pendukung bertentangan dengan bunyi Pasal 30 ayat (2) UUD Negara RI 1945, yang secara jelas dan tegas menyebutkan bahwa TNI dan Polri merupakan kekuatan dalam pertahanan dan keamanan negara.
“Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesi dan Kepolisian Republik Indonesia. Dimana sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung," jelas Hendardi.
Sehingga kata dia, tidak ada penafsiran lain dari bunyi pasal di atas kecuali bahwa dalam kerangka usaha pertahanan dan keamanan negara. Maka TNI dan Polri adalah kekuatan utama.
"Penjabaran peran lanjutan pada pasal berikutnya terkait peran TNI, sebagai alat pertahanan dan Polri yang menjalankan tugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan penegakan hukum. Tentu sama sekali tidak menegasikan norma umum dan mandat konstitusional yang ada pada Pasal 30 ayat (2) di atas," urainya.
Terakhir kata Hendardi, SETARA Institute meyakini bahwa Mahkamah Konstitusi, akan jernih menguji konstitusionalitas norma dalam UU PSDN. Dimana para hakim konstitusi, akan mengacu pada mandat konstitusional TNI dan Polri. Bukan hanya soal ini, Mahkamah Konstitusi juga didorong untuk mengevaluasi norma-norma lain yang berpotensi memangkas hak konstitusional warga.
"Alih-alih fokus pada penguatan aparatur sipil negara sebagai komponen cadangan. UU PSDN dan peraturan turunannya harus mempercepat rekrutmen, melatih dan melantik warga sipil menjadi komponen cadangan. Terutama dengan segala privelege dan potensi abusif penggunaannya pada tahun-tahun politik," pungkas Hendardi. (red)
Penulis: RB. Syafrudin Budiman SIP