Jakarta, Kabartujuhsatu.news,- Perwakilan petani Kopsa-M kembali diterima oleh Pengurus PBNU di Kantor PBNU Jakarta (28/10/2021). Pada pertemuan kali ini, perwakilan KOPSA-M disambut oleh Ketua LPBH (Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum) PBNU, Royandi Haikal dengan agenda penyerahan berkas dan dokumen pendukung sekaligus pemaparan posisi kasus terkait KOPSA-M.
Dimana dimulai dari kriminalisasi ketua dan 2 orang anggota KOPSA-M, penyusutan lahan dan pembengkakan hutang akibat dari ulah oknum PTPN V dan PT. Langgam Harmuni. Adapun berkas-berkas yang disampaikan ke PBNU terkait dengan kasus penyusutan lahan, pembebanan hutang dan kriminalisasi terhadap petani.
"Kami kembali menerima dengan terbuka perwakilan Kopsa-M. Berkas-berkas yang diminta sebelumnya diserahkan sekarang dan akan kami pelajari, tapi pada prinsipnya PBNU akan selalu berpihak pada rakyat, masyarakat petani," jelas Royandi Haikal, Ketua LPBH PBNU, kepada media, Minggu (31/10/2021) di Jakarta.
LPBH PBNU menaruh perhatian dan simpati besar terhadap kasus yang tengah dihadapi oleh KOPSA-M. Berkas-berkas kasus yang diterima akan menjadi dasar untuk mengurai dugaan adanya unsur mafia tanah dalam kasus KOPSA-M.
"Pertemuan ini sangat bermakna, posisi kasus penyusutan lahan petani KOPSA-M yang dikuasai secara ilegal oleh PT. Langgam Harmuni seluas 400 ha semakin jelas.
"Dugaan praktik mafia tanahnya kentara sekali karena diketahui PT. Langgam Harmuni baru mengurus izin perkebunan di tahun 2020.
"Lantas selama beroperasi sejak 2007 hingga sekarang ini, status PT. Langgam Harmuni bisa dikatakan tidak berizin,” tegasnya.
Di samping itu, petani KOPSA-M mengalami kerugian dari praktik KKPA yang tidak sesuai aturan. Penyusutan lahan dan beban hutang menjadi pesakitan yang mesti ditanggung 997 petani KOPSA-M.
“Padahal kebun petani dalam skema KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota) yang disepakati seluas 2.050 ha.
"Namun terus menyusut, karena dikuasai perusahaan lain secara ilegal.
"Apalagi diketahui dari pernyataan perwakilan KOPSA-M, dari tahun 2003 sampai 2017, PTPN V mengelola kebun secara single management namun dari hasil penilaian teknis Dinas Perkebunan Kampar luas kebun produktif hanya seluas 329 ha dan hutang KKPA yang dibebankan ke KOPSA-M senilai 140 miliar. Ini kan tidak benar,” terangnya.
Kemudian, sehubungan dengan kriminalisasi ketua KOPSA-M, Anthony Hamzah dan dua petani KOPSA-M lainnya, Royandi menyebutkan bahwa kasus ini sangat sarat dengan rekayasa.
“Kami menduga kriminalisasi Anthony Hamzah yang dituduhkan terkait dengan perkara pengrusakan disertai ancaman dan pengusiran yang terjadi di perumahan karyawan PT. Langgam Harmuni yang terkesan dipaksakan.
Ada unsur pelemahan perjuangan petani dalam kasus itu,” jelasnya.
Atas dasar ini, LPBH PBNU sepakat untuk menjembatani proses mediasi antara petani KOPSA-M dengan PTPN V, agar posisi petani dalam persoalan dengan PTPN V diletakkan setara.
“Kami melihat hulu dari kasus ini adalah terkait dengan pola KKPA antara PTPN V dan KOPSA-M yang tidak berjalan sesuai aturan.
"Banyak kesepakatan dalam perjanjian kerjasama yang tidak dijalankan semestinya.
"Dalam waktu dekat kita akan lakukan mediasi dengan PTPN V, agar persoalan bisa diselesaikan dan petani KOPSA-M tidak dirugikan,” tandasnya. (red)
Editor: RB. Syafrudin Budiman SIP