Soppeng (Sulsel), Kabartujuhsatu.news,-Pahlawan adalah pejuang yang tak menuntut penghargaan, akan tetapi bangsa yang besar, menurut Bung Karno, adalah bangsa yang dapat menghargai jasa-jasa pahlawannya.
Kalimat sang pencetus Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia tersebut mengandung makna yang sangat dalam terutama bagi generasi bangsa berikutnya.
Kemerdekaan memang merupakan modal utama untuk dapat bebas melangkah dalam upaya mewujudkan cita-cita luhur bersama rakyat dalam satu bangsa justru kebesaran dan kemajuan suatu bangsa akan sangat ditentukan adanya kesinambungan semangat perjuangan dari generasi ke generasi untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan dalam arti lebih luas.
Dimomen hari pahlawan tahun 2021 ini, ada baiknya kita coba merenungi tentang Andi Abdul Muis La Tenridolong adalah salah satu tokoh pejuang yang disegani oleh penguasa militer belanda dimasa perjuangan rakyat dalam perang kemerdekaan di sulawesi selatan.
Kadar perjuangannya sebagai penegak dan pembela kemerdekaan republik indonesia di daerah ini tidak diragukan dan setaraf dengan tokoh-tokoh perjuangan lainnya di sulawesi selatan yang beberapa diantaranya kini telah dianugerahi gelar sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah Republik Indonesia.
Putra kelahiran kabupaten soppeng tersebut yang menjadikan wilayah tanete di kabupaten barru sebagai basis perjuangan melawan tentara belanda di sulawesi selatan, hingga kini pusaranya belum diketahui, dan dia hanya diketahui telah dieksekusi mati oleh belanda pada pebruari 1946 di kabupaten pinrang Sulawesi Selatan.
Diketahui Andi Abdul Muis adalah putra Datu Citta yang menikah gadis anak Datu Soppeng Riaja kabupaten Barru.
Andi Abdul Muis adalah pemimpin pemuda melawan penjajah Belanda di wilayah Barru dan Soppeng yang sering menggempur posko-posko Belanda yang akhirnya ditangkap.
Keberingasan bangsa penjajah yang tak mau mengakui kemerdekaan Republik Indonesia khususnya di Sulawesi selatan klimaksnya terjadi terhitung mulai 11 desember 1946 ketika itu pasukan belanda (NICA) Nederlands Indisch Civil Administration, dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling didukung pasukan dan persenjataan yang kuat secara membabi buta menembaki rakyat dan para pejuang kemerdekaan di kota makassar, tindakan biadab westerling tersebut diperluas kesemua pusat perlawanan rakyat diseluruh pelosok sulawesi selatan berlangsung hingga 22 mei 1947 peristiwa keganasan westerling pasca kemerdekaan di Sulawesi selatan inilah yang kemudian dikenal sebagai peristiwa korban 40.000 jiwa tak terbilang jumlah rakyat tidak berdosa anak-anak, pemuda, orang dewasa hingga kakek nenek.
Salah satu tokoh yang super aktif mendukung perjuangan penegakan kemerdekaan, dan melakukan perlawanan terhadap kehadiran tentara NICA di sulawesi selatan adalah Andi Abdul Muis La Tenri Dolong putra kelahiran kabupaten soppeng yang tampil menjadi pemimpin motor penggerak perjuangan pemuda melawan NICA pasca kemerdekaan di wilayah soppeng dan tanete kabupaten barru, ditembak mati oleh tentara NICA hingga kini tanpa diketahui dimana pusara atau jenasahnya dikebumikan.
Andi Abdul Muis La Tenridolong ditangkap, disiksa sebelum dieksekusi mati bersama sejumlah tokoh pejuang SulSel lainnya diantaranya Andi Abdullah Bau Massepe, Andi Abdul Kadir Tenrisessu didalam pembantaian massal pasukan westerling tanggal 2 pebruari 1947 di Palateang kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan.
Kini namanya di abadikan nama jalan di sekitar rumah jabatan Kapolres Soppeng Jalan Andi Abdul Muis di kota Watansoppeng Provinsi Sulawesi Selatan.
Sumber : MP