Jakarta, Kabartujuhsatu.news,-Setelah sejumlah aktivis menyambangi Ketua DPD RI AA LaNyala Mahmud Matalitti awal Desember 2021 ini, maka masyarakat luas mulai menampakan kecenderungan untuk mengajukan calon Pemimpin Nasional tidak semata lewat Partai.
Pengamat Hukum Politik Suta Widhya menilai fenomena ini baik dan tepat serta sah-sah saja.
Apalagi kecenderungan mencari pemimpin non partai demi mematahkan oligarki kekuasaan dan oligarki pengusaha yang cenderung menjadi perusak demokrasi Pancasila.
"Timbulnya gaya korupsi baru saat ini karena buku SISTEM PEMBELENGGU MORAL KORUPTOR (SPMK) yang kami berikan pada Minggu (9/12/2012) kepada Gubernur DKI JAKARTA saat itu Ir. Joko Widodo di Monas usai memperingati Hari Anti Korupsi belum sepenuhnya dijalankan oleh beliau. Padahal bila seluruhnya dijalankan SPMK niscaya Indonesia menjadi negara Super Power di luar Amerika Serikat dan Cina Komunis," Ungkap Suta, Jumat (10/12)pagi di Jakarta.
Suta berharap Joko Widodo akan serius menyelesaikan sisa masa jabatannya yang kurang dari 3 tahun ke depan dengan melaksanakan isi buku yang kami pesan sebagai buku petunjuk menjadi pemimpin nasional di negeri ini.
"Tidak akan ada lagi korupsi di negeri ini bila buku SPMK diterapkan dengan sempurna. Buku itu benar - benar mengunci moral (calon Koruptor) karena menutup peluang siapa saja tanpa kecuali. Tidak ada peluang Koruptor beraksi." Lanjut Suta.
Dalam buku ini editor SPMK Suta Widhya memakai nama gelar Sutan Pangeran dimana pembahasan Indonesia tahun 2030 ditulis sebagai Indoraya.
Buku semi fiksi ini adalah cita-cita seorang Barlian Suar yang bermimpi Indonesia menjadi Makmur Berkeadilan.
Di situ Transaksi Nilai Tunai diterapkan, semua orang / nyawa punya rekening bank, sistem bank tunggal dan lainnya dibahas untuk diterapkan secara komprehensif sesuai cita cita pendiri bangsa Soekarno - Hatta, "Tutup Suta.