Surabaya, Kabartujuhsatu.news,- Lembaga Advokasi Rakyat Merdeka Gerakan Anti Korupsi (LARM-GAK) dan Himpunan Putra Putri Madura (HIPPMA) mempertanyakan dasar hukum pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin tentang penindakan pada pelaku tindak pidana korupsi di bawah Rp 50 juta, (29/1/2022).
Menurut Sekjen LARM-GAK dan HIPPMA Baihaki Akbar, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) masih berlaku.
“LARM-GAK dan HIPPMA tidak memahami apa argumentasi hukum yang mendasari pernyataan Jaksa Agung perihal penghapusan pidana pelaku korupsi di bawah Rp 50 juta jika kemudian dananya dikembalikan,” papar Baihaki Akbar pada awak media.
“Sebab sampai saat ini Pasal 4 UU Tipikor masih berlaku,” sambung dia.
LARM-GAK dan HIPPMA sebut Peraturan Turunan Jaksa Agung soal Korupsi di Bawah Rp 50 Juta Bertentangan dengan UU
Adapun Pasal 4 UU Tipikor disebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi.
Sekjen LARM-GAK dan HIPPMA juga menjelaskan bahwa pengembalian dana hasil praktik korupsi hanya bisa memperingan tuntutan dan hukuman.
“Bukan (berarti) malah tidak ditindak,” ucapnya.
Dalam pandangan Sekjen LARM-GAK dan HIPPMA pernyataan Burhanuddin justru menambah semangat para pelaku korupsi.
“Karena dijamin oleh Kejaksaan Agung tidak akan diproses hukum,” imbuhnya.
Diketahui dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis (27/1/2022) Burhanuddin menyampaikan hendak menerapkan pengembalian kerugian negara untuk memberikan sanksi pada pelaku korupsi di bawah Rp 50 juta.
Burhanuddin mengklaim, mekanisme itu sesuai proses hukum yang cepat, sederhana dan berbiaya ringan.
Namun ia memberi catatan, bahwa hal itu hanya diterapkan untuk tindak pidana korupsi dengan nilai kecil dan tidak dilakukan terus menerus.