Surabaya, Kabartujuhsatu.news,- Organisasi Masyarakat Himpunan Putra Putri Madura (HIPPMA) mengecam pernyataan seorang pendeta bernama Saifudin Ibrahim yang meminta Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, menghapus 300 ayat Al-Qur'an.
Baihaki Akbar Sekjen HIPPMA pun mendesak aparat kepolisian segera menangkap Saifudin yang diduga telah melecehkan Islam dan Rasis terhadap suku Madura, (20/3/2022)
"Videonya sudah viral dan jelas-jelas menista umat Islam dan seluruh warga Madura, Aparat harus segera menangkap dan menindak tegas Pendeta Saefudin Ibrahim," kata Baihaki Akbar Sekjen HIPPMA.
Baihaki Akbar Sekjen HIPPMA, juga memprotes pernyataan Saifudin yang menyatakan bahwa pondok pesantren sebagai sumber teroris.
Menurutnya, pernyataan itu menyakiti ulama dan Kiai yang selama ini mendidik para santri untuk mengabdi pada umat, bangsa dan negara.
Lebih lanjut, Baihaki Akbar Sekjen HIPPMA menegaskan, masalah toleransi sudah selesai bagi Umat Islam dengan komitmen untuk saling menghormati antarumat beragama.
Atas dasar itu, ia menambahkan, orang-orang yang ingin merusak kehidupan antarumat beragama di Indonesia tidak boleh diberi ruang alias kesempatan.
"Jangan beri ruang sedikitpun bagi mereka yang mengusik dan memprovokasi kehidupan beragama yang sudah berjalan baik di Indonesia," tuturnya.
Sebelumnya, beredar video Pendeta Saifuddin Ibrahim meminta agar 300 ayat dalam Alquran direvisi atau dihapus. Ia menilai ayat-ayat tersebut memuat ajaran intoleransi hingga terorisme.
Berdasarkan penelusuran tim medkom Hippma akun atas nama Saifuddin Ibrahim masih bisa ditemukan di Youtube.
Akun tersebut mengunggah beberapa video seputar ajaran keagamaan hingga kasus Muhammad Kace.
"Kita tidak akan melarang orang berbicara tapi jangan memprovokasi hal-hal yang sensitif seperti itu," tutur Sekjen HIPPMA.
Merespons, Ketua Umum HIPPMA menilai pernyataan Saifuddin yang meminta agar 300 ayat dalam Aquran termasuk penistaan terhadap Islam.
"Ajaran pokok di dalam Islam itu Alquran ayatnya 6.666, tidak boleh dikurangi.
Berapa yang disuruh cabut? 300 misalnya, itu berarti penistaan terhadap Islam," kata Mulyadi Ketum HIPPMA.
Mulyadi Ketum HIPPMA mengingatkan bahwa ada terdapat Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1969 yang diperbaharui dari UU Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (PNPS).
Dalam UU itu, mengancam hukuman lebih dari lima tahun penjara, terang Mulyadi.
"Ada ayat dalam UU tersebut yang melarang orang membuat penafsiran atau memprovokasi dengan penafsiran terhadap suatu agama yang keluar dari ajaran pokoknya, jelas Mulyadi.
(Red)