Jakarta, Kabartujuhsatu.news,-Babakan baru tahun 2022 kondisi sosial politik Indonesia dibuka dengan dua peristiwa tragis.
Dua peristiwa tersebut - insiden respresif Wadas dan penembakan di Sulawesi Tengah yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan hal yang memilukan.
Bagaimana tidak, negara yang sudah keluar dari belenggu otoritarianisme era orde baru kini seolah kembali pada memori kelam masa itu.
Transisi demokrasi 98 seakan tidak membuahkan hasil yang signifikan dalam merubah wajah politik negeri ini.
Hal ini tentu sangat disayangkan dan menyayat hati para pejuang demokrasi, negara sekali lagi menambah daftar panjang tindakan represif terhadap rakyatnya.
Pada realitasnya, wajah represi ini memiliki satu frekuensi dengan praktik perampasan tanah dan tidak jarang menelan korban jiwa.
Wajah kepolisian lambat laun terus tercoreng saat menghadapi potensi konflik di masyarakat yang selalu mengambil sikap arogan dan represif, seakan-akan lebih membela kepentingan para investor, sehingga humanis sebatas ilusi.
Bahkan, di masa pandemi sekalipun tidak menyurutkan alasan pemerintah untuk memperluas ekspansi bisnis dan pembangunan berbasis sumber-sumber agraria dengan dalih pemulihan ekonomi.
Hasilnya, masyarakat di wilayah-wilayah konflik terus menghadapi ancaman berlapis, terancam virus pandemi, lalu terancam digusur negara yang semakin mesra dengan kelompok kepentingan.
Meminjam data dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), mencatat terjadi kenaikan konflik agraria yang sangat signifikan di sektor pembangunan infrastruktur sebesar 73% dan sektor pertambangan sebesar 167%.
Kenaikan signifikan situasi konflik agraria juga terjadi dari sisi korban terdampak dibandingkan tahun 2020 yaitu sebesar 135.337 KK menjadi 198.859 di tahun 2021.
Situasi ini menandakan bahwa konflik agraria semakin menyasar area-area masyarakat telah menguasai, mengusahakan (menggarap) dan mengelola tanah.
Di Riau, lahan para petani di Singingi Hilir, Kuantan Singingi dicaplok oleh PT Warnasari Nusantara pada tahun 2021.
Tidak berhenti disitu, PT tersebut membuat galian parit gajah untuk mengisolasi lahan masyarakat sehingga tidak dapat bertani dan mengambil hasil perkebunannya.
Diretan konflik dan perampasan ruang hidup dapat disaksikan dengan nyata.
Salah satu yang terbaru ditunjukkan oleh aparat kepolisian dengan pengepungan warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah pada 8 Februari 2022.
Juga, peristiwa penembakan peserta unjuk rasa yang menolak aktivitas tambang oleh PT Trio Kencana di Paringi Moutung, Sulawesi Tengah pada 12 Februari 2022. Dua peristiwa tersebut menjadi perhatian Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM).
Melalui Bidang Hikmah, Politik dan Kebijakan Publik, DPP IMM menyerukan konsolidasi dan aksi solidaritas kepada seluruh level pimpinan IMM, mulai Pimpinan Komisariat (PK) hingga Dewan Pimpinan Daerah (DPD) se-Indonesia.
Seruan tersebut tertuang dalam surat instruksi No: 001/A-4/2022 pada tanggal 16 Februari 2022.
Dua peristiwa di atas mengingatkan pada tindakan serupa yang pernah terjadi di tahun 2019 silam.
IMMawan Randi dan IMMawan Yusuf menjadi korban saat menggelar aksi di depan kantor DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra), Kendari, Mahasiswa Universitas Halu Uleo (UHO).
Dalam instruksi dan aksi yang di gelar IMM se-Indonesia pada Rabu 2 Maret 2022 ini, IMM tegas menyatakan jika tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan bentuk represif kepada masyarakat.
Hal tersebut tak lain ialah usaha untuk membungkam hak dalam menyuarakan aspirasi.
“Semestinya, pendekatan yang dilakukan ialah pendekatan humanis bukan sebaliknya,” terang Baikuni Al-Shafa, Ketua Bidang Hikmah, Politik dan Kebijakan Publik DPP IMM 2021-2023.
Babakan situasi ekonomi dan kebijakan politik pemerintahan Jokowi saat ini begitu nyata. Tentu, lambat laun akan mencekik rakyat.
Hal tersebut dapat dilihat melalui arah kebijakan yang beberapa waktu lalu diputuskan.
Salah satunya melalui Menteri Ketenagakerjaan yang mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 2 tahun 2022 tentang Jaminan Hari Tua (JHT).
Peraturan tersebut sangat merugikan buruh, Serikat-serikat pekerja satu suara menyatakan sikap untuk menolak Permenaker terkait klaim Jaminan Hari Tua di usia 56 Tahun.
Kecaman masif disuarakan serikat-serikat buruh untuk menahan langkah pemerintah memberlakukan Permenaker yang tentu merugikan pekerja.
Sebelumnya, uang JHT dapat dicairkan dalam waktu yang relatif cepat tanpa menunggu usia 56 tahun.
Kebijakan Menteri Ketenagakerjaan dengan permen yang baru saja dikeluarkan jelas mempersulit para pekerja.
Jika dibandingkan dengan peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 tahun 2015 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat jaminan hari tua, pembayaran JHT jauh lebih cepat.
Misalnya pada pekerja yang mengundurkan diri, pemberian manfaat JHT dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan.
Sedangkan pada permenaker Nomor 2 Tahun 2022, peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pembayarannya akan diberikan pada saat mencapai usia 56 tahun.
“Tidak ada alasan untuk menahan uang pekerja,” tegas Ketua Bidang Hikmah, Politik dan Kebijakan Publik DPP IMM yang akrab disapa Alsha.
Karena JHT yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan itu, lanjutnya, adalah dana milik nasabah yang tak lain adalah pekerja, bukan milik pemerintah.
“Banyak pekerja atau buruh yang membutuhkan dana JHT secepatnya untuk kebutuhan hidup atau memulai wirausaha pasca berhenti bekerja,” tambah Alsha lagi.
Belum surut perjuangan, Presiden Jokowi lagi-lagi menginstruksikan jika bukti kepesertaan BPJS Kesehatan menjadi syarat berbagai pelayanan publik.
Contohnya, pendaftaran peralihan hak atas tanah karena jual beli, kepesertaan calon jemaah haji dan umrah, dan pengurusan perizinan usaha.
Selain itu juga permohonan SIM, STNK, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), syarat untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan seluruh pelayanan terpadu satu pintu.
Berbagai keperluan tersebut tentu berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat.
Demi mengurus berbagai persyaratan formal, pada akhirnya warga harus segera mendaftarkan diri menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan.
Melihat Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, begitu jelas berbagai persyaratan terkait jaminan kesehatan mempersulit masyarakat.
“Seharusnya negara melalui pemerintah menjamin secara utuh dan penuh atas jaminan kesehatan oleh negara,”ujar Alsha.
Belum selesai permasalahan-permasalahan yang terjadi akibat keputusan kontroversi pemerintah, hadir wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu 2024.
Seperti yang diketahui, aspirasi perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi kembali mencuat setelah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar memberi usul agar Pemilu 2024 ditunda 1 – 2 tahun.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto.
Ia mengaku menyerap aspirasi dari petani di Sawit di Kabupaten Siak, Riau, saat kunjungan kerja.
Senada dengan keduanya, Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) juga satu suara menerima usulan penundaan Pemilu 2024.
“Jika ditunda, berarti tidak ada transisi kepemimpinan yang akhirnya bermuara pada perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi,” ungkap Alsha.
Menurut Alsha, jangan sampai kepercayaan rakyat melalui pemilu, baik untuk eksekutif ataupun legislatif dikhianati.
Apabila kewenangan tersebut tidak dilaksanakan sesuai ketentuan UUD 1945 dan aturan lain, mandat itu gugur dan kembali ke rakyat.
Maka rakyatlah yang akan menentukan arahnya. Karena jabatan Presiden, MPR, DPR, DPD, DPRD dalam sumpah jabatannya harus setia terhadap Pancasila dan UUD 1945.
Wacana penundaan pemilu sama saja mengkhianati konstitusi UUD 1945.
Berdasarkan analisis dan kajian DPP IMM terhadap peristiwa di Wadas, penembakan peserta aksi di Sulawesi Tengah, konflik agraria di Riau, Permenaker JHT dan wacana penundaan pemlu 2024 tersebut, DPP IMM menyerukan kepada DPD, Pimpinan Cabang dan Pimpinan Komisariat untuk terus menyikapi hal tersebut dengan beragam gerakan, dengan tuntutan beberapa poin berikut:
Menyerukan kepada seluruh kader IMM se-Indonesia untuk terus melakukan aksi di setiap level pimpinan.
Menolak tegas segala bentuk perampasan tanah yang di belahan Indonesia seperti di Singingi Hilir, Riau oleh PT Warnasari Nusantara.
Mengecam keras represifitas aparat di Desa Wadas Purworejo Jawa Tengah dan peristiwa penembakan di Sulawesi Tengah, serta menolak tegas segala bentuk represif aparat kepolisian dalam memberangus gerakan rakyat.
Menolak Permen Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Jaminan Hari Tua (JHT).
Menolak BPJS sebagai syarat izin berbagai pengurusan administrasi dan jual beli.
Menolak wacana penundaan pemilu 2024 dan hapus Presidential Threshold menjadi 0%.
Demikian tuntutan tersebut agar pemerintah segera mengambil dan memenuhi tuntutan kami serta menjadi arahan bagi kader-kader IMM se-Indonesia agar menjadi telaah kritis dan terus menyuarakan kebenaran hingga perjuangan IMM menuai kemenangan!.
(SB)