Jakarta, Kabartujuhsatu.news,– Harga kebutuhan pokok semakin melaju tinggi, persaingan dunia usaha mulai sengit hingga berdampak pada kelesuan ekonomi masyarakat.
Bahkan, salah satu aktivitas perdagangan yang tidak stabil di tengah masyarakat adalah penyedia kebutuhan minyak goreng yang belakangan ini cukup langka.
Hasil investigasi sejumlah kepala daerah ke berbagai gudang membuahkan hasil maksimal banyak temuan di agen-agen atau pun gudang yang menimbun sebanyak-banyaknya tanpa didistribusikan pada seluruh masyarakat.
Penimbunan di sektor minyak goreng ini menimbulkan reaksi besar di mata publik. Praktisi Hukum Hasin Abdullah ikut andil mengkritisi kebijakan Menteri Perdagangan RI karena lambat dalam menyatakan sikap.
Menurut Praktisi Hukum lulusan UIN Jakarta, itu menilai tampaknya vaksinasi Covid-19, dan pemulihan ekonomi nasional tidak akan berjalan normal selama ada permainan yang tidak sehat dalam menjalankan aktivitas dunia usaha.
“Mencari keuntungan finansial di tengah situasi darurat Covid-19 itu jelas tidak punya hati nurani.
"Tindakan yang tidak manusiawi dalam konteks hukum bukan sekedar tidak adil, tetapi bisa dikategorikan melawan hukum,” ucap Hasin Abdullah dalam keterangannya, (10/03/2022).
Praktisi berdarah Sumenep Madura, itu menyampaikan dasar hukum larangan menimbun barang terletak pada pasal 29 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Regulasi ini setidaknya harus dijadikan parameter atau aturan lalu lintas bagi setiap pelaku usaha.
“Saya kira setiap pelaku usaha melek hukum sehingga dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dalam jumlah dan waktu tertentu.
"Karena itu, tindakannya dapat menyebabkan kelangkaan barang, dan gejolak harga yang bisa membuat masyarakat terjepit,” tegasnya.
Sebagai praktisi termuda di Firma Hukum Rafa & Partners, Hasin Abdullah mengatakan, pasal 29 UU Nomor 7 Tahun 2014 itu juga dikonstruksikan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/32017.
Menurutnya, pasal 1 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/32017 cukup tegas dikatakan, bahwa barang kebutuhan pokok adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi sehingga menjadi faktor pendukung terciptanya kesejahteraan masyarakat.
“Kalau dua Peraturan Menteri Perdagangan itu sudah ditabrak oleh distributor (pelaku usaha), maka tindakan itu dapat dianggap melawan hukum,” kata Hasin Abdullah di hadapan awak media.
Lebih lanjut, Hasin Abdullah mengatakan, setiap pelaku usaha sah-sah saja mencari keuntungan tetapi tidak demikian caranya.
"Karena itu, tindakannya merugikan masyarakat terutama negara yang punya wewenang untuk mengatur aktivitas perdagangan supaya berjalan normal.
Bagi Hasin Abdullah, penerbiatan Permendag itu setidaknya sebagai sikap legal atau bentuk pengawasan sektoral untuk mencegah potensi dan aksi penimbunan barang kebutuhan poko jelang bulan Ramadan.
Berangkat dari logika hukumnya sebagaimana berdasarkan kedua Peraturan Menteri Perdagangan tersebut, alumni UIN Jakarta itu mendesak Menteri Perdagangan untuk segera mengambil tindakan dan langkah-langkah hukum baik yang sifatnya prosedural maupun formal.
Lebih dari itu, Praktisi Hukum yang cukup konsisten dengan ide besarnya, ini tidak hanya mendesak Menteri Perdagangan. Namun, ia meminta Komisi VI DPR RI memanggil Mendag RI agar menuntaskan masalah tersebut sampai ke akar-akarnya.
Ia lantang beri masukan agar dalam hal ini pemerintah melibatkan gerakan seperti Satuan Tugas Perdagangan, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) supaya segera beroperasi cepat sebelum terjadi disinformasi.
Editor : Uli Rosari Siregar