Kaltim, Kabartujuhsatu.news,-Air sekendi dan sejumput tanah dari seluruh provinsi di Indonesia yang dicangking Gubernur ke Penajam, Kalimantan Timur boleh saja dimaksudkan menjadi semacam sesaji atau simbolik pada upacara memohon berkah untuk menempati lokasi baru untuk tempat Ibu Kota Negara (IKN) yang akan segera digunakan pada upacara resmi kenegaraan pada 17 Agustus 2024.
Begitu kata Presiden Joko Widodo pada beberapa waktu lalu, ketika rencana memindahkan IKN dari Jakarta ke Kalimantan Timur itu saat awal dicuatkan kepermukaan hingga menjadi topik berita yang terus menjadi bahasan sampai sekarang.
Reaksi dari berbagai kalangan pun, terus membludak hingga para cerdik pandai dan budayawan serta akademisi ikut memberikan pendapat, pemikiran dan saran.
Misalnya harus melalui kajian serta pertimbangan dan saran agar didengar dari semua pihak, sehingga dukungan dalam sejumlah bentuk maupun partisipasi dapat menjadi kekuatan moral, spiritual dan landasan intelektual yang bisa keterima akal sehat.
Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI) yang sudah digerakkan oleh tokoh spiritual Indonesia, Eko Sriyanto Galgendu sejak 20-an tahun silam, jelas memperoleh momentum, bila tidak bisa disebut justru dia yang menciptakan suasana kebhatinan yang semakin menarik untuk dijadikan dasar pijak nembangun atau memperbaiki tata kelola bangsa dan negara dengan menempakan dimensi serta nilai-nilai spriritual sebagai bagian dari pijakan kekuatan dari pondasi yang tidak cuma berdasarkan bilangan matematis semata yang bersifat matetial, tetapi juga memiliki bilangan spiritual.
Jadi memang kurang gereget, kalau cuma mencangking sekendi air dan sejumput tanah, meski digembol oleh masing-masing Gubernur Provinsi yang ada di Indonesia. Setidaknya, aksentuasi dari liputan Nusantara yang dimaksud Maha Patih Gajah Mada -- juga juga sudah disebut-sebut oleh para leluhur dari Kerajaan tertua di Kalimantan Timur itu dahulu-- pun cakupan Nusantara itu tak cuma negeri yang bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sekarang.
Sekendil air dan sejumput tanah dari seluruh provinsi di Indonesia yang ditenteng para Gubernur ke Penajam, bisa juga dipaham sekedar klenik oleh banyak orang, karena nyaris tak punya bobot spiritual apa-apa kecuali upacara serimoni belaka yang tidak jelas pula rangkaian acaranya.
Apalagi acara untuk memboboti IKN itu baru dilalukan kemudian setelah semua menjadi keputuskan.
Sebab pertimbangan historis, filosogis, bahkan temnis dan spiritual tidak bijak kalau cuma difasarkan pada pertimbangan politis, ekomis atau keamanan belaka tapi juga harus disertai pertimbangan dan perhitungan keamanan serta kenyamanan.
Acara berdo'a mohon selamat itu selayaknya dilakukan seusai niat perencanaan dilakulan, sebelum keputusan dan pelaksaan dilakukan. Jadi do'a keselamatan itu essensinya berbeda dengan do'a bersyukur, karena abdolnya dilakukan seusai pelaksansan dilakukan. Jadi klenik itu laku mistik yang tidak didansarkan pada keyakinan pada kekuasaan dan perkenaan Tuhan.
Jakarta, 20 Maret 2022
Published : Jacob Ereste