Jakarta, Kabartujuhsatu.news, - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berencana menarik tarif Rp 1.000 tiap akses Nomor Induk Kependudukan (NIK) di database kependudukan.
Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, tarif ini akan dikenakan pada lembaga atau instansi tertentu yang mengakses database NIK.
Namun, saat ditanyakan kapan pengenaan tarif ini akan diberlakukan, Zudan tidak menjelaskan lebih lanjut.
"Rencananya begitu Rp 1.000 per akses NIK dibayar oleh lembaga yang akses," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/4/2022).
Pengecualian pengenaan tarif
Pengenaan tarif ini akan dikecualikan untuk pelayanan publik, bantuan sosial, dan penegakan hukum. Misalnya untuk BPJS Kesehatan, pemda, kementerian, lembaga, sekolah, dan universitas.
Saat ini Kemendagri sedang menyusun regulasi tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) layanan pemanfaatan data adminduk oleh user yang saat ini sudah memasuki tahap paraf koordinasi antar kementerian atau lembaga. Mendagri Tito Karnavian sudah menyetujui dan memaraf draf RPP PNBP.
"Dari tahun 2013, layanan untuk akses NIK ini gratis. Mulai tahun 2022 akan berbayar bagi industri yang bersifat profit oriented," ucapnya dalam keterangan tertulis.
Pengenaan tarif ini diharapkan dapat membantu Direktorat Jenderal Dukcapil untuk memelihara dan mengembangkan sistem database kependudukan dalam jangka panjang.
Sejalan dengan itu, Kemendagri sedang mengajukan alternatif pendanaan melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan World Bank.
Adminduk dan SIAK Terpusat butuh perangkat keras
Pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk) di Ditjen Dukcapil Kemendagri difasilitasi oleh SIAK Terpusat. Pelayanan Adminduk ini menghasilkan output berupa 24 dokumen penduduk dan database kependudukan.
Database hasil operasionalisasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Terpusat ini dikelola oleh Ditjen Dukcapil dan dimanfaatkan oleh 4.962 lembaga pengguna yang telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Dukcapil.
"Semua ini memerlukan dukungan perangkat keras yang terdiri dari server, storage, dan perangkat pendukung yang memadai," kata dia.
200 juta data kependudukan terancam hilang
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim mengungkapkan, hampir 200 juta data kependudukan di Kemendagri terancam hilang. Penyebabnya, perangkat keras ratusan server yang dikelola data center Dukcapil sudah berusia terlalu tua.
Zudan membenarkan, perangkat keras tersebut rerata usianya sudah melebihi 10 tahun. Selain itu, sudah habis masa garansi. Spare part perangkat itu pun sudah tidak diproduksi lagi (end off support/end off life).
Menurut Zudan, sudah saatnya server-server ini diremajakan agar pelayanan publik menjadi lebih baik dan menjaga pemilu presiden dan pilkada serentak 2024 agar bisa berjalan baik dari sisi penyedian daftar pemilih.
"Semuanya belum dilakukan peremajaan dan penambahan perangkat karena belum tersedia anggaran. Saat ini sebanyak 273 juta data penduduk terjaga baik, aman, sudah ada back up data di DRC Batam dan storage-nya masih relatif baru dengan kapasitas yang mencukupi," ucap Zudan.
Lebih jauh, Zudan menjelaskan, untuk menjaga keberlangsungan sistem tetap berjalan, Ditjen Dukcapil mendapatkan dukungan hibah perangkat dari sejumlah lembaga pengguna yang telah banyak memanfaatkan database Ditjen Dukcapil berbasis nomor induk kependudukan (NIK).
Para user itu antara lain Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Pegadaian, Bank Syariah Indonesia, dan lembaga pengguna lainnya. Dukcapil sangat terbantu oleh hibah CSR dari berbagai lembaga pengguna ini.
Sumber : Kompas