Yogyakarta, Kabartujuhsatu.news,- Memasuki hari keempat bulan Ramadhan 1443 H ini, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memilih untuk berbuka puasa di Masjid Jogokariyan.
Masjid ini terkenal dengan pendekatan komunitasnya. Uang kas masjid selalu dikosongkan untuk berbagai kegiatan kemasyarakatan, sehingga menjadi panutan bagi masjid-masjid yang lain.
Ketum AHY berhenti lebih kurang 500 meter dari masjid, karena jalan Jogokariyan menuju masjid sudah sesak dengan para pedagang makanan dan masyarakat yang siap-siap berbuka. Kegiatan ini difasilitasi dengan nama 'Kampung Ramadhan Jogokariyan (KRJ)'.
AHY menyempatkan diri membeli pecel. "Semoga dagangannya laris ya Bu.. Ini pasti enak sekali. Saya sudah lama gak makan pecel," kata AHY sambil menyerahkan uang pada Bu Tuti (54), pedagang pecel. "Terima kasih Mas AHY, semoga sehat-sehat terus ya," kata Bu Tuti terlihat sumringah, tidak menyangka AHY akan mampir.
Langkah AHY menuju masjid agak tersendat-sendat karena banyak warga yang mengajak swafoto. "Makasih Mas," kata Angga (29). Ia berbisik pada temannya, "Ih cakep banget."
Di Masjid Jogokariyan, AHY diterima takmir masjid Ust. Muhammad Jazir dan diminta untuk mengisi dialog sore menjelang berbuka.
Di luar dugaan, Ust. Jazir bercerita bahwa berdirinya masjid Jogokariyan pada tahun 1966 tidak lepas dari peran kakek AHY tercinta, alm. Sarwo Edhie Wibowo. Saat itu, Sarwo Edhie memimpin pasukan RPKAD mengatasi pemberontakan PKI di Yogya. "Kalau tidak ada pak Sarwo Edhie, masjid (Jogokariyan) ini tidak bakal ada," kata ust. Jazir.
Sebagai monumen kenangan, pengurus Masjid berencana membuat lift di masjid berlantai tiga ini dan menamainya lift Sarwo Edhie Wibowo. "Kami akan minta izin keluarga," kata Ust. Jazir.
Saat diberi kesempatan bicara, AHY terlihat terharu mengetahui almarhum kakeknya ternyata dikenang sebegitu rupa oleh demikian banyak orang.
Pada jamaah masjid yang didominasi kaum muda, AHY mengingatkan bahwa di tengah pertarungan ideologis seperti sekarang, pendidikan karakter menjadi penting dan pendidikan agama menjadi utama.
Menjawab pertanyaan Sudarmaji, warga setempat, tentang pengalaman mengesankan sebagai perwira TNI, AHY menjelaskan bahwa ia banyak mendapat pengalaman. "Saya banyak mendapat pelajaran dari dunia militer tentang keberanian menjawab tantangan, jiwa korsa (solidaritas) dan kecepatan mengambil keputusan. Nilai-nilai itu saya bawa dalam perjuangan politik saat ini."
Ketika waktu Maghrib tiba, tidak terdengar suara bedug, tapi sirine yang meraung nyaring, kemudian dilanjutkan azan. AHY berbuka puasa dengan teh manis sereh dan makan nasi yang dihasilkan sawah milik masjid, sama seperti yang dibagikan pada sekitar 3.000-an jamaah yang hadir.
Menjelang sholat Maghrib, Ust. Jazir menjelaskan bahwa biasanya ada dua atau bahkan tiga gelombang sholat karena banyaknya orang yang ingin ikut. AHY diberi jalan untuk sholat di shaf terdepan.
Usai sholat, AHY dikerumuni jamaah yang hendak swafoto. Seorang jamaah pria setengah baya menyalami, sambil berkata, "Mas, harapan kami Mas AHY bisa menjadi pemimpin yang tegas dan berani."
AHY tersenyum dan berkata, "Doakan yang terbaik ya Pak. Terima kasih." Takmir Masjid Jogokariyan melepas AHY dengan harapan untuk bertemu kembali.
(Muh Nurcholis)