Jakarta, Kabartujuhsatu.news,-Bisa jadi para buzzer akan punah satu per satu karena ditendang oleh majikan yang tidak mampu lagi mengalokasikan dana.
Selama ini buzzer membantu rezim dengan cara menyebarkan kebencian dan adu domba di media sosial.
Namun diduga tidak lama lagi tidak dipakai oleh sang majikan, karena kakak Pembina mereka sudah tidak ada di lingkaran kekuasaan.
“Masa depan Buzzer? Bentar lagi punah, kok.Satu-satu ditendang,” kata dr Tifauzia Tyassuma di akun Twitter-nya @DokterTifa, Sabtu (16/4/2022).
Para buzzer ditendang satu-satu, kata dr Tifa karena situasi politik terjadi perubahan kekuasaan.
“Mahkamah Internasional sudah mention. Media US, EU, AU sudah ramai berita tentang Presiden pembohong dan penipu,” jelasnya.
Menurut dr Tifa, majikan para buzzer panik melihat perubahan kekuasaan sehingga tidak bisa memberikan makan kepada gerombolan yang suka adu domba di media sosial itu.
“Kongsi pecah.Majikan panik sendiri. Mana ingat lagi kasih makan peliharaan? Kita simak dengan sabar,” papar dr Tifa.
Amerika Serikat menyoroti buzzer hingga kabar penggunaan spyware (perangkat pengintai) buatan Israel.
Menurut laporan AS ini, peretas (hacker) pendukung Presiden Jokowi sering melakukan doxing terhadap kelompok-kelompok pegiat HAM. Hacker sering menganggu acara-acara online dan meretas akun-akun media sosial serta mengintimidasi pengkritik pemerintah.
Mereka mengutip SAFEnet dalam laporan 2020, ada 147 serangan digital, kebanyakan terjadi saat Oktober, yakni selama marak demonstrasi terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja.
AS juga mengulas peretasan webinar ICW pada 17 Mei, panggilan nomor asing yang dialami pegawai ICW, dan ‘cyber harassment’ yang dialami mahasiswa Universitas Teknokra di Lampung bernama Khairul pada Juni 2021.
Pada Juli 2021, anggota kelompok Blok Politik Pelajar dituduh sebagai dalang demonstrasi ‘Jokowi End Game’, data pribadi mereka disebar secara online dan mereka menerima ancaman pembunuhan.
“LSM-LSM dan media melaporkan ada kelompok bayaran pasukan cyber, biasa disebut ‘buzzers’, menggunakan bot dan akun media sosial palsu untuk membentuk wacana online.
Peneliti melaporkan buzzer sering digunakan baik oleh kubu pro-pemerintah maupun anti-pemerintah.
Media melaporkan pemerintah secara langsung mendanai sejumlah operasi buzzer,” tulis laporan AS.
Suta Widhya
Rabu (20/4/2022)