π™Žπ™„π™‚π˜Όπ™…π˜Όπ™‰π™‚ π™‡π˜Όπ™‡π™€π™‰π™‚ π™‡π™„π™‹π˜Ό, Tradisi dan Ciri Khas Suku Bugis di Masa Lalu
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Daftar Blog Saya

    π™Žπ™„π™‚π˜Όπ™…π˜Όπ™‰π™‚ π™‡π˜Όπ™‡π™€π™‰π™‚ π™‡π™„π™‹π˜Ό, Tradisi dan Ciri Khas Suku Bugis di Masa Lalu

    Kabartujuhsatu
    Senin, 11 April 2022, April 11, 2022 WIB Last Updated 2022-04-11T22:39:09Z
    masukkan script iklan disini
    Tradisi Sugajang Kaleng Lipa (Ist)

    Soppeng, Kabartujuhsatu.news,-(SIGAJANG LALENG LIPA) Saling tikam dengan menggunakan Badik dalam satu sarung untuk menyelesaikan masalah, tradisi dan ciri khas suku bugis di masa lalu.

    Dahulu suku-suku di wilayah Indonesia mempunyai tradisi dalam menyelesaikan perkara atau masalah yang dihadapi oleh orang. 

    Tentu, para leluhur kita mengutamakan penyelesaian lewat jalur mediasi atau kekeluargaan, ketimbang pertumpahan darah. 

    Tetapi, ada pula cerita menarik perkara untuk menyelesaikan sengketa di dalam kehidupan suku di wilayah Indonesia, salah satunya yang ada di Sulawesi ini.


    Di masa lalu, para pemuda Bugis yang apabila mempunyai suatu masalah dan tak bisa diselesaikan dengan berbagai cara, maka mereka memutuskan untuk melakukan ritual Sigajang Laleng Lipa, yaitu sebuah ritual dimana pemuda yang bermasalah akan saling tikam menggunakan senjata tradisional warisan budaya Bugis seperti Badik. 

    Kedua pemuda yang bermasalah tersebut juga akan dikurung dalam satu sarung yang sama. 

    Masyarakat Bugis yang menjunjung tinggi rasa malu, ketika harga diri mereka terinjak-injak, mereka rela mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan kehormatannya. 

    Khususnya saat sebuah keluarga merasa harga dirinya terinjak, namun, kedua keluarga merasa benar, maka diselesaikan dengan ritual ini. 

    Meski terkadang hasil akhir dari pertarungan ini adalah imbang, sama-sama meninggal, atau keduanya sama-sama hidup.

    Seiring berjalannya waktu dan kemajuan pendidikan ritual ini mulai ditinggalkan oleh masyarakat Bugis. 

    Meski begitu, ritual ini tidak benar-benar ditinggalkan, melainkan dipentaskan kembali dalam sebuah panggung untuk menjaga kelestarian warisan budaya. 

    Pementasan ini dimulai dengan pementasan tari, dan ritual bakar diri para penari menggunakan obor. 

    Namun, para penari tetap tersenyum dan tidak tersengat kepanasan, setelah itu barulah kedua pementas beradu dalam sarung untuk melakukan Sigajang Laleng Dipa.

    Menurut kepercayaan, ritual ini memiliki makna tersendiri, di mana sarung diartikan sebagai simbol persatuan dan kebersamaan masyarakat Bugis. 

    Berada dalam sarung berarti menunjukkan, diri mereka ada dalam satu tempat dan ikatan yang menyatukan, dalam kata lain ikatan kebersamaan antar manusia. 

    Meski terkesan brutal dan mengerikan, ritual ini merupakan tradisi dan ciri khas masyarakat Bugis. 

    Ketika perselisihan tak dapat dihindari karena sebuah perselisihan dan menjunjung harga diri yang harus ditegakkan. 

    Di saat itulah nyawa tak ada artinya, dan konflik berdarah harus dilakukan dalam ritual bernama Sigajang Laleng Dipa.

    Hal ini tak lain dan tak bukan adalah untuk menjunjung kemulian dan harga diri manusia.

    (Red/And Damis)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini