Jakarta, Kabartujuhsatu.news,-Ulasan Denny Januar Ali mengenai In Memoriam Sirikit Syah dan Berkembangnya Jurnalisme Tanpa Verifikasi sungguh menarik dan menggugah bagi siapa saja agaknya yang memiliki perhatian pada jurnalisme dan keadilan serta kebenaran demi dan untuk kemanusiaan.
Denny JA mengilustrasikan kisah seorang wanita yang dikabarkan menyerang markas Kepolisian. Wanita itu seorang lone wolf, tak bersama teman-temannya.
Masalahnya kemudian media memberitakan begitu saja sumber sepihak dari Kepolisian tanpa melahukan pengecekan atau semacam investigasi reporting dengan berbagai pihak, utamanta keluarga wanita itu misalnya, untuk memastikan kalau dia memang sungguh teroris yang patut dilumpuhkan atau bahkan ditembak mati, seperti kejadian yang sudah banyak terjadi sebelumnya.
Meski begitu, Denny JA pun mengakui di era media sosial yang makin menguasai arus pemberitaan, jurnalisme cenderung dilakoni dengan sikap yang malas.
"Mereka merendahkan diri menjadi sekedar Humas dari lembaga atau tokoh tertentu", kata Denny JA.
Ia lalu mengacu pada evaluasi kritis yang disampaikan Dr. Sirikit Syah yang mengatakan meluasnya pemberitaan yang tak kritis atas suatu fenomena operasional dari pihak aparat atau instansi tertentu yang kemudian direalase begitu saja oleh pihak media.
Jauh sebelumnya, Denny JA merencakan adanya akun Youtube Satupena TV yang sudah dirancang isinya All About Writers.
Harapannya, akan menjadi satu-satunya akun TV yang isinya mengeksplor proses kreatif para penulis Indonesia.
Ketika itu, Sirikit Syah sudah bertekad untuk membantu mewawancarai para penulis.
Karena Sirikit Syah sendiri suka menggali informasi yang berharga dari para penulis tentang diri mereka.
Karena kesehatan yang tidak memungkinkan, program itu jadi tertunda sampai sekarang.
Tapi cara Denny JA membantu Sirikit Syah yang sakit, dia memborong bukunya sebanyak 100 eksemplar.
Dan dengan cara itu, dia bisa membantu kawan hingga bisa punya duit buat lebaran.
Pengakuan jujur Sirikit Syah yang sedang sakit ketika sungguh mengharukan.
Persis dipenghujung bulan April 2022 ini, banyak teman yang cuma dapat merapikan indah senyumannya saja dalam menyambut lebaran untuk beli minyak goreng pun susah.
Duduk perkaranya bukan saja karena minyak goreng dibisniskan oleh para petinggi dan penguasa di negeri ini, tapi THR pun tidak pernah diterima.
Pujian Denny JA tehadap Sirikit Syah yang telah pergi untuk selama-lamanya itu patut dihargai dan dikenang.
Karena pemikiran dan karyanya terus hidup dalam masyarakat.
Tentu saja akan lebih bermakna lagi bila Satupena memberi anugrah penghargaan.
Meski Sirikit Syah sendiri tak lagi bisa menikmati dan merasakan kebanggaannya itu, setidaknya bisa memberi motivasi bagi mereka yang masih hidup untuk semakin kukuh dan gigih melakoni profesi yang serupa.
Tapi soal evaluasi kritis tentang jurnalisme yang perlu direnungkan itu, seperti digagas Denny JA, mulai dari evaluasi verifikasi, pendalaman dan suara lain dari media diperkukan agar jurnalime tak merosot menjadi sekedar Humas, juga tak gampang dilakukan, kecuali sekedar sebatas perbincangan saja.
Sebab laku dari tata laksana harus dirinci mulai dari fasilitas yang patut dirinci pula.
Apalagi terhadap nilai penghargaan pada karya jurnalistik itu sendiri yang belum mendapat apresoasi yang baik dari masyarakat.
Utamanya, dari perusahaan media sendiri yang nyaris tak bisa apa-apa di era jurnalis atau media online sekarang ini.
Maka itu, inisiasi dari Satilupena memang harus lebih nyata sentuhannya.
Jadi jelas dalam kemerosotan nilai dalam gairah profesi jurnalisme di awal abad perubahan besar yang harus bisa disambut secara bersama ini, tampaknya sudah menjadi bagian dari kerja besar Satupena yang harus dilakukan.
Sebab menggarap pada instansi atau lembaga lain, tampaknya solusi yang bijak, apalagi hendak melempar tanggung jawab itu kepada pihak yang masih entah berantah sifat dan sikapnya.
Pecenongan, 7 Mei 2022
Jacob Ereste