Jakarta, Kabartujuhsatu.news,-Saat ini Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) sedang menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas permohonan Uji Formil UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN yang diajukan pada 2 Februari 2022.
Uji formil tersebut diregistrasi oleh MK sebagai perkara No.25/PUU-XX/2022.
Setelah melalui lima kali persidangan, diperkirakan Putusan MK atas perkara No.25/PUU-XX/2022 akan diterbitkan pada akhir Juni 2022.
Di samping menyatakan sikap dan pendirian PNKN atas Permohonan Uji Formil UU IKN, tulisan ini sekaligus ingin menaggapi sikap sebagian kalangan yang lebih fokus menyoroti masalah pendanaan rencana pembangunan IKN baru melalui APBN.
Terkesan faktor motif dan aktor utama di balik rencana sarat kepentingan oligarki tersebut diabaikan.
Selain itu, tulisan ini sekaligus mengingatkan, jangan sampai Permohonan Uji Formil UU IKN berubah menjadi alat barter kepentingan politik tertentu.
PNKN tidak ingin berspekulasi tentang putusan MK atas perkara tersebut, apakah UU IKN kelak akan dinyatakan konstitusional, inskonstitusional atau inskonstitusional bersyarat seperti pada putusan Uji Formil UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja.
Apa yang selalu menjadi sikap kami, PNKN, adalah karena proses pembentukannya melanggar UUD 1945 dan UU P3 No.12/2011, maka sangat pantas jika MK menyatakan UU IKN Nomor 3 tahun 2022 inskonstitusional.
PNKN telah membandingkan pertimbangan mengapa MK menyatakan UU Ciptaker inskonstitusional bersyarat dengan proses pembentukan UU IKN.
Ternyata ditemukan proses pembentukan UU IKN jauh lebih bermasalah, serta sarat rekayasa dan manipulasi dibanding pembentukan UU Ciptaker.
Belum lagi jika motif pembentukan UU IKN diperhitungkan, maka, jangankan konstitusional, Putusan MK yang menyatakan UU IKN inskonstitusional bersyarat saja sulit diterima akal sehat serta prinsip hukum dan keadilan.
Karena itu dalam memutus perkara No.25/2022 PNKN ingin mengingatkan MK untuk bersikap adil, independen, konsisten, objektif, transparan, demokratis, serta taat hukum dan konstutusi.
Jika prinsip-prinsip bernegara ini dijadikan sebagai pedoman, maka PNKN sangat yakin bahwa MK otomatis akan membatalkan UU IKN, artinya, MK akan menyatakan UU IKN inskonstitusional, batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan yang mengikat.
Itulah sikap PNKN yang paling mendasar! Bagi PNKN tidak ada spekulasi bahwa akhir Juni 2022 nanti, permohonan Uji Formil UU IKN yang diajukan PNKN akan ditolak atau dikabulkan MK.
PNKN ingin menyatakan hal yang sangat prinsipil ini, agar rakyat tidak tergiring rekayasa opini dan akrobat hukum, sehingga akhirnya dapat menerima jika kelak MK memutuskan UU IKN konstitusional atau inskonstitusional bersyarat seperti UU Ciptaker.
Partisipasi publik dalam pembentukan UU IKN jauh lebih bermasalah dibanding saat pembentukan UU Ciptaker dan karenanya MK menyatakannya berlaku bersyarat.
Rekayasa akrobat putusan MK ini sangat potensial terulang.
Saat itu MK menyatakan UU Ciptaker masih dianggap berlaku, karena pemerintah telah jauh melangkah, termasuk menerbitkan sejumlah peraturan turunan UU Ciptaker.
Pada UU IKN pemerintah pun telah pula menerbitkan belasan peraturan (PP dan Perpres), sehingga MK sangat potensial menyatakan UU IKN masih berlaku.
Padahal, saat mengajukan permohonan uji formil, PNKN telah menuntut agar MK menerbitkan putusan sela, meminta agar pemerintah menunda penerbitan peraturan turunan UU IKN, sampai proses uji formil selesai, namun MK tidak menggubris.
Di sisi lain, pemerintah pun tetap konsisten dengan sikap arogan dan otoriternya, sejak menyusun RUU IKN hingga menerbitkan peraturan turunan, tak peduli fakta bahwa UU IKN sedang diuji formil.
Dengan sikap pemerintah dan MK yang tampak pro oligarki ini, maka UU IKN bisa saja dinyatakan berlaku.
Apapun kelak putusan MK, PNKN tetap akan terus menyuarakan hal-hal yang prinsip dan sesuai konstitusi : Jika UU IKN dinyatakan berlawanan dengan konstitusi, maka nyatakanlah hal tersebut secara gamblang dan tuntas, tanpa embel-embel, tanpa sarat.
Proses pembentukan UU IKN inskonstitusional, maka seharusnya hanya ada satu putusan, yakni UU IKN batal demi hukum.
Jika ingin dibentuk kembali, maka prosesnya harus dimulai dari awal, sebagaimana layaknya pembentukan UU baru.
Publik perlu diingatkan tentang motif di balik rencana pembangunan IKN baru.
Terlepas dari penjelasan pemerintah dan tujuan pembangunan pada website Bappenas, diyakini motif paling dominan di balik rencana pembangunan IKN baru adalah perburuan rente dan kepentingan oligarki untuk bisnis dan kekuasaan.
Ditengarai, motif utama ini ditunggangi pula oleh kepentingan sempit golongan tertentu, termasuk PKI gaya baru dan politik OBOR China.
Karena dominannya motif di atas, maka oligarki kekuasaan terus menggadang-gadang agar Jokowi bisa menjadi Presiden RI untuk periode yang ketiga.
Targetnya adalah agar pembanguan IKN tetap terjamin dan bisa pula segera dimulai.
Karena itu, PNKN perlu mengingatkan agar rakyat tidak terkecoh dengan isu kemampuan APBN untuk mendanai IKN baru.
Juga dengan isu IKN baru yang bisa mangkrak akibat terbatasnya kemampuan APBN.
Sebab, jika UU IKN sudah berlaku, terutama setelah lolos uji formil di MK, maka agenda oligarki dan para penumpang gelap akan berjalan mulus.
Faktanya pemerintah menyatakan pembangunan IKN baru dilakukan melalui lima tahap dan akan berlangsung hingga 2045.
Jika keputusan strategis berupa UU IKN telah diambil dan lolos pula dalam uji formil di MK, maka kekuasaan ologarkis tinggal menjalankan agenda yang sangat tidak prioritas bagi rakyat, meski dalam 1-2 tahun pertama tersendat dana APBN.
Berikutnya, agenda China untuk mengamankan eksodus rakyat China ke IKN baru dan Kalimantan pun akan berjalan lancar.
Karena itu, seharusnya rakyat tidak terkecoh dengan isu IKN mangkrak dan masalah keterbatasan APBN.
Jadi seandainya pun saat ini APBN bermasalah, bukan berarti IKN baru akan batal, karena berbagai motif di atas, termasuk kepentingan PKI gaya baru, diyakini pembangunan IKN baru oleh rezim pro oligarki akan terus berlanjut.
Hal penting lain, jika bicara esensi, ditinjau dari sisi kedaulatan, martabat bangsa dan berbagai sarana yang akan dibangun, maka tidak ada alasan untuk membiarkan objek vital nasional (obvitnas) dibangun oleh swasta.
Memang IKN akan dibangun melalui tiga opsi skema pendanaan, yakni melalui 1) APBN, 2) KPBU (Kerja-sama Pemerintah dan Badan Usaha) berupa kerjasama BUMN & Swasta, dan 3) Swasta.
Namun karena terbatasnya kemampuan APBN dan BUMN di satu sisi dan dominannya peran dan dana swasta, maka pihak swasta akan sangat dominan menguasai obvitnas di IKN baru.
Kondisi ini, di samping menyisakan beban operasi bagi APBN selama bertahun-tahun ke depan, maka kedaulatan dan martabat bangsa pun akan tergadai kepada swasta.
Belum lagi bahwa aspek strategis dan hankam negara akan berada di bawah kendali swasta dan asing.
Sebenarnya, jika bicara obvitnas, seharusnya penyelenggara negara tidak sedikit pun menyediakan celah kompromi.
Tidak ada alasan obvitnas dibiarkan dibangun swasta dengan berlindung di balik KPBU.
Namun melihat berbagai kasus yang terjadi selama ini, rezim oligarkis telah membiarkan asing menguasai pembangunan KA Cepat Jakarta-Bandung, smelter nikel di Sulawesi, proyek listrik dan berbagai sarana lain, maka potensi tergadainya negara kepada asing dan pengusaha oligarkis pada proyek IKN hanya tinggal menunggu waktu, yakni menunggu waktu jika rezim oligarkis berhasil melanggengkan kekuasaan.
Karena itu, hal terpenting dan mendesak adalah bagaimana agar rencana proyek oligarki dan asing, berupa IKN baru, segera dihentikan.
Karena UU IKN telah dibentuk oleh rezim oligarkis (eksekutif dan legislatif) secara konspiratif serta melanggar konstitusi dan prinsip demokrasi, maka UU IKN harus segera dibatalkan MK.
Itu sebabnya mengapa PNKN telah berulang kali mengingatkan Para Yang Mulia Hakim MK untuk berpihak kepada konstitusi, bangsa dan rakyat Indonesia, bukan kepada oligarki !.
Jika bicara soal MK, selama pemerintahan Presiden Jokowi, kita telah mencatat berbagai “prestasi MK” yang lebih memihak oligarki.
Misalnya MK membiarkan lolosnya sejumlah UU Pro Oligarki berupa UU Korona No.2/ 2020, UU KPK No.19/2019, UU Minerba No.3/2020, dan UU Ciptaker No.11/2020.
Karena itu PNKN dan rakyat ingin mengingatkan Para Yang Mulia Hakim MK agar memutus perkara Uji Formil UU IKN sesuai hati nurani, konstitusi dan kehendak rakyat: Bahwa UU IKN Nomor 3/2022 harus dinyatakan inskonstitusional dan batal demi hukum.
Jakarta, 14 Juni 2022
Marwan Batubara, PNKN
Published : Suta Widhya, SH