Jakarta, Kabartujuhsatu.news,-Tidak sepenuhnya Ustadz Yusuf Mansur bersalah. Mengapa begitu? Karena kesalahan Yusuf Mansur juga didorong oleh ketidakmajuan daya nalar masyarakat khususnya umat muslim yang mengikuti dakwah pengajian sang ustadz itu sendiri.
Sewajarnya kita pun menyadari sikap perilaku anak bangsa yang ada saat ini seringkali "mabuk" atas penampilan seseorang yang dilihatnya. Kekaguman seringkali berubah menjadi sebuah fanatisme buta. Ini merupakan titik pangkal kesalahan yang ada. Tanpa, adanya fanatisme buta, maka rasionalitas lah yang sepatutnya mengemuka.
Hal yang mirip terjadi pada kasus UGB juga lantaran adanya fanatisme buta. Seorang ibu meminta putranya untuk mengantarkan dirinya dan sang nenek ke tempat praktik UGB di sekitar Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Sang ibu kala itu sering mengikuti pengajian yang dibumbuhi oleh pengobatan alternatif di sebuah stasiun televisi swasta.
Karena kecintaan diri pada sang ibu, maka ia dengan berat hati mematuhi permintaan sang ibu untuk menjemput neneknya (Anduang, Minang) di Tanah Tinggi ,Jakarta Pusat pada Jumat 7 Pebruari 2014.
Karena kecintaan diri pada sang ibu, maka ia dengan berat hati mematuhi permintaan sang ibu untuk menjemput neneknya (Anduang, Minang) di Tanah Tinggi ,Jakarta Pusat pada Jumat 7 Pebruari 2014.
Mereka berempat ibu,kedua anak, dan neneknya mendatangi praktik pengobatan dari pesohor yang juga ustadz pengobatan alternatif yang berada tidak jauh dari pusat usaha Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Keempatnya dilayani pasca waktu jumatan. Dengan alat kejut yang terasa pada kepala dan disertai oleh berguguran mahluk semacam ulat dari atas kepala salah seorang pasien tersebut.
"Ibu dan yang lainnya diharapkan sabar menunggu Ustadz yang akan hadir nanti dan memberikan wejangan serta resep," Jelas si petugas klinik alternatif milik Ustadz.
Giliran dari Ibu berikut anggota keluarga dipanggil ke ruang praktik UGB. Lampu kamar temaram. Hanya ada satu sudut lampu berukuran 5 watt yang menyala.
Singkat cerita ba'da magrib UGB datang dan mulai mengobati penyakit dari belasan orang yang hadir saat itu.
Kekagetan sang ibu kembali terjadi. Karena ulat yang jatuh dari rambut mereka semakin banyak dan terlihat gemuk-gemuk. Aliran listrik dengan voltase ringan mengejutkan mereka berempat.
"Wah, gawat Bu. Ada satu dari anggota keluarga ibu yang akan meninggal dalam waktu dekat ini. Tapi, bila Ibu bersedia qatam quran sebelum subuh besok niscaya itu tidak akan terjadi."Ungkap UGB.
UGB menjelaskan bila tidak sanggup qatam quran maka bisa diganti dengan potong qurban sambil menampilkan aneka sapi, kerbau dan domba dengan harga tertentu.
Nah, seperti itu itulah praktik manipulasi yang dilakukan orang yang dianggap alim, ahli dan sakti dalam pengobatan di tengah masyarakat.
Singkat cerita, ternyata apa yang terlihat di televisi tidak benar sepenuhnya. Gembar gembor pengobatan alternatif UGB hanyalah isapan jempol. Tapi, karena masyarakat yang percaya dibutakan rasio dan logikanya.
Allah sudah menakar semua rezeki mahluknya. Amalan berupa zakat, infaq dan sadaqah sudah ada takaran nya masing masing. Tidak boleh ada sugesti, doktrin dan paksaan ringan maupun paksaan berat sekalipun.
Hal yang sama pula dengan penampilan Ustadz Mansur yang mendoktrin bahwa semakin banyak beramal akan semakin banyak mendapatkan kembali uang yang sudah diamalkan tidak sepenuhnya benar.
Yusuf Mansur piawai membetot perasaan jamaah yang ada dalam pengajian yang dilakukannya. Ia acapkali mendesak seseorang agar menyumbang dan lebih lagi menyumbang lebih banyak lagi. Ada cincin, gelang dan kalung emas dari jamaah yang dilihatnya, maka dengan serta merta ia minta untuk disedekahkan untuk "perjuangan umat".
Siapa yang salah atas gugatan jamaah dan masyarakat luas atas tindak-tanduk Ustaz Yusuf Mansur, baik dari segi dakwah maupun bisnis yang ditawarkan olehnya?
Menurut pengamat hukum politik Suta Widhya, kesalahan tidak semata dari Ustadz Yusuf Mansur, tapi, kesalahan berasal dari masyarakat itu sendiri.
Mengapa percaya begitu saja dengan apa yang disampaikan oleh seorang Ustadz?
Mengapa tidak membaca referensi atau mencari pandangan ahli agama lainnya terhadap apa yang dilihat dan didengarnya dari seorang Yusuf Mansur ?.
"Intinya pada masyarakat, dan bila masyarakat tidak dicerdaskan, niscaya kejadian serupa akan selalu ada, tandas Suta Widhya.
"Oleh karena itu tugas pemerintah untuk mencerdaskan bangsa harus menjadi prioritas seperti amanah dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4,"tutup Suta.
(Red)