Luwu, Kabartujuhsatu.news, - Sehubungan dengan usainya digelar Aksi Demo KRB Luwu Jilid II pada tanggal 10 Agustus 2022 lalu, yang diwarnai dengan Aksi Bakar Ban dan Keranda di depan kantor PT. Masmindo, Kantor PUPR Luwu dan Kantor DPRD Luwu.
Hasil demo terkait tambang tersebut, hingga saat ini, adem adem saja, tanpa ada tindak lanjut dan kejelasan terkait perusahaan berlatar tambang emas itu.
Pada dasarnya pertambangan itu merusak alam, baik yang legal maupun yang ilegal, bagaimana tidak, bumi dirobek-robek (Bor) sampai kedalaman bemeter-meter.
Makanya tidak heran jika banjir dan longsor sering terjadi di wilayah yang terdampak dan terdapat tambang.
Pembabatan hutan oleh pemilik HPH semakin hari kian makin meluber, yang tersisah hanyalah akar-akar kayu yang masih tertinggal.
Dan penanaman kembali dilakukan, namun hanya saja, herannya penanaman itu dilakukan jauh dari lokasi pertambangan atau pembabatan hujan.
Seperti Gunung yang digundul, harusnya pohon pula yang di tanam kembali, bukan penanaman Pohon Mangrove di pinggir laut.
Sekaitan dengan hal itu, Zainuddin Bundu Saoda, SE sapaan akrab Ajis Portal selaku pengagas dan Koordinator Lapangan Aksi Demo KRB Luwu Jilid I maupun II ini mempertanyakan tindaklanjut hasil kinerja Aparat Penegak Hukum (APH) yang ada di kabupaten Luwu maupun Provinsi Sulawesi Selatan.
“Pegunungan dibongkar habis, hingga tidak ada lagi pepohonan yang tumbuh untuk menjadi penyangga air dalam bumi.
"Bahkan Investasi yang ada di daerah kaya akan sumber daya alam tidaklah haram.
"Hanya saja perlu pengelolaan alam dan proses yang bijak, termasuk kehidupan masyarakat disekitar tambang perlu diperhatikan, jangan hanya mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam disekitar tambang, namun tidak memperhatikan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.
"Seharusnya para pengelola tambang memperhatikannya, terlebih pengawasan dari pihak Aparat Penegak Hukum (APH), seperti Kejaksaan dan Kepolisian” Jelas Ajis Portal yang dikenal di kalangan Pers dan Aktifis, Kamis (25/8/2022).
Lanjut Pria kelahiran Sorong, Papua Barat ini mengatakan bahwa,“Secara Geografis, Sulawesi Selatan khususnya Kabupaten Luwu (Gunung Latimojong) merupakan perut dan jantung bumi yang sangat kaya dengan potensi sumber daya alamnya.
Mulai dari potensi pertanian, kelautan, nikel, biji besi, tembanga, air mineral, emas, dan bebatuan. Makanya tidak heran jika banyak investor tambang berbondong-bondong masuk ke daerah ini, menanamkan investasinya.
Mulai dari yang legal sampai yang illegal”, Tambahnya lagi.
“Yang legal tentu memiliki kewajiban ke negara dan daerah, dan harus di patuhi. Misalnya pajak daerah, retribusi, CSR, dan kewajiban lainnya.
Sehingga dapat memberikan manfaat secara umum ke daerah dan negara yang dibuat dalam bentuk Pendapatan Asil Daerah (PAD).
Sedangkan yang ilegal bukan hanya meruksak ekosistem alam, akan tapi merugikan pendapatan daerah dan negara.
Sebab hanya oknum pejabat tertentu yang dapat menikmatinya, oleh karena itu perlu ditertibkan, agar bermanfaat kepada masyarakat, daerah dan negara dan yang terjadi saat ini manfaatnya belum dirasakan masyarakat secara menyeluruh, merata dan berkeadilan”, terangnya.
Tak hanya itu, masyarakat di sekitar tambang hanya menikmati bencananya, misalnya banjir, longsor, dan debuh yang dapat menimbulkan penyakit hidung dan pernapasan (Hispa).
Bahkan perusahaan tambang yang berinvestasi ke wilayah Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan baik yang legal maupun yang ilegal lumayan banyak.
Misalnya banyak usaha pertambangan yang izinnya tumpang tindih, bahkan ada yang sudah mati izinnya, tapi diupayakan lagi oleh oknum-oknum disekitar pejabat, agar IUP itu bisa dihidupkan dan digunakan lagi.
Dalam pengurusan izin pertambangan, baik nikel, emas, biji besi, bebatuan diduga ada yang bay pas (potong kompas – manual) padahal sudah ada aplikasinya.
Sebut saja PT Masmindo Dwi Area yang merupakan anak perusahaan yang diduga memperoleh izin secara bay pas dari Badan Penenaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Pemprov Sulawesi Selatan.
Sekedar diketahui, perusahaan berlatar tambang emas, PT Masmindo Dwi Area ini, di duga sudah melakukan eksplorasi dan pengkajian terhadap kandungan sumber daya di wilayah Desa Rante Balla, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Namun, hingga saat ini PT Masmindo Dwi Area yang merupakan perusahaan joint venture antara PT Nusantara (NUS) dan PT Indika Energy Tbk itu belum juga melakukan produksi, padahal sudah mengantongi ijin produksi sejak 2018 lalu. Lantas tiba-tiba berganti kulit menjadi kebeberapa bagian anak perusahaan lokal yang baru-baru ini muncul dan akan beraktifitas.
Maka untuk itu, kami meminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai alat negara untuk melakukan pengawalan dan pengawasan ketat terkait, praktik-praktik monopoli dalam pengurusan perizinan yang diduga secara bay pas (manual), baik di tingkat Kabupaten maupun Provinsi Sulawesi Selatan dalam hal ini kantor BPMPTSP.
Apalagi, jika kita melihat Bapak Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo sudah menintruksikan, dan menyampaikan secara tegas, bahwa sekitar 2.078 Izin Perusahaan Tambang di Cabut berdasarkan Undang-udang Nomor 3 Tahun 2020 perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba (*)