Malang, Kabartujuhsatu.news,- Cangkir Opini bersama dengan mahasiswa di Malang Melakukan Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan tema “Urgensi Penyesuaian Harga BBM” yang dilangsungkan di Ruang Iptek Sengkaling UMM (10/09/2022).
Kegiatan ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana dampak penyesuaian harga BBM terhadap APBN tahun 2022 yang membengkak karena subsidi BBM yang membengkak dari kompensasi 152.5 T menjadi 502.4 T.
Dengan kondisi seperti ini, beban negara untuk subsidi BBM yang naik tiga kali lipat mengharuskan pemerintah menyesuaikan harga BBM yang saat ini juga sedang melonjak dari asumsi 60,3 USD perbarel menjadi 98.3 USD perbarel.
Kegiatan ini mengundang Dr. Nazaruddin Malik M.Si (nazar) selaku Wakil Rektor II UMM dan Ali Muthohirin (Ali) selaku Komisaris Independen PT Adhi Persada Beton.
Nazar menyampaikan penyesuaian harga BBM ini adalah pilihan terbaik yang dipilih oleh pemerintah. Meskipun mendapat respon yang beragam, namun karena BBM bersubsidi seperti Pertalite dinikmati kebanyakan dari kalangan menengah atas, yaitu dengan prosentase 80%.
“Dari data yang disampaikan, hanya 20% konsumsi masyarakat menengah kebawah yang menggunakan pertalite.
"Jadi kesimpulannya, bahwa selama ini distribusi BBM bersubsidi tidak tepat sasaran sehingga harus dicabut,” katanya saat menyampaikan materi.
Dengan demikian, APBN bisa terselamatkan jika subsidi BBM yang tidak tepat sasaran dicabut, atau dialihkan ke sektor yang lebih bermanfaat, seperti pendidikan, UMKM, dan pengembangan sumber daya manusia.
Nazar juga menggaris bawahi bahwa kenaikan BBM itu pasti memiliki dampak langsung (short term effect), yaitu pasti apapun akan naik.
Namun dengan dampak pendek seperti ini masih bisa menyelamatkan ekonomi Indonesia yang terkena dampak inflasi.
Tapi dengan syarat bahwa ketika BBM diumumkan harga naik, maka BLT harus langsung digelontorkan.
Strategi ini dinamakan memperkuat bantalan sosial agar kekacauan sosial yang berkepanjangan karena efek inflasi.
Pemateri lain, yaitu Ali Muthohirin drastisnya subsidi BBM hari ini dimulai melonjak karena covid yang sudah mulai terkendali sehingga masyarakat memiliki mobilitas yang juga meningkat.
Namun subsidi BBM ini ternyata tidak tepat sasaran karena BBM banyak digunakan oleh orang-orang yang berasal dari kalangan menengah atas.
Ali merekomendasikan bahwa kalau mahasiswa mau, seharusnya kita bisa mengawal produksi minyak agar tidak bergantung pada impor minyak.
“Dengan begitu, harga BBM lebih stabil meskipun di tengah harga minyak dunia yang tidak stabil,” tutup Ali.
(Rifan Selbhy)