PWI dan PGRI Kurang Mengenalnya: Indonesia Bangsa Besar Yang Suka Lupa Para Pahlawannya
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Daftar Blog Saya

    PWI dan PGRI Kurang Mengenalnya: Indonesia Bangsa Besar Yang Suka Lupa Para Pahlawannya

    Kabartujuhsatu
    Kamis, 29 September 2022, September 29, 2022 WIB Last Updated 2022-09-30T03:43:39Z
    masukkan script iklan disini

    Kabartujuhsatu.news,Kartono  nama lengkapnya RM. Panji Sosrokartono.

    Lahir tahun 1877, Kakak kandung Raden Ajeng Kartini. 

    Tahun 1898 Kartono seorang 'pribumi' pertama  ... yang kuliah di luar Hindia - Belanda.

    Karena kecerdasannya beliau menjadi kesayangan para dosennya.

    Beliau bisa 27 bahasa asing dan 10 bahasa nusantara.

    Pangeran ganteng ini pinter bergaul, anak orang kaya, terkenal dan merakyat.

    Banyak perempuan Eropa nyebutnya "De Mooie Sos" (artinya Sos yang ngganteng).

    Bule Eropa dan Amerika  menyebut beliau dengan hormat  'De Javanese Prins' (Pangeran Jawa) akan tetapi  sesama pribumi memanggilnya Kartono saja. 

    Tahun 1917, beliau menjadi wartawan Perang Dunia I. 

    Sebuah koran Amerika yakni 'The New York Herald' cabang Eropa.

    Beliau memadatkan artikel bahasa Perancis sejumlah 30 kata dalam 4 bahasa (yakni Inggris, Spanyol, Rusia, Perancis)

    Sebagai wartawan perang, beliau diberi pangkat Mayor oleh Sekutu,  tapi menolak membawa senjata. 

    kata beliau : "Saya tidak menyerang orang, oleh karena itu saya pun tidak akan diserang, jadi apa perlunya membawa senjata ?".

    Beliau ahli diplomasi' yang hebat.

    Beliau sempatkan gemparkan Eropa - America dengan artikelnya tentang perundingan Jerman dan Perancis yang rahasia serta sangat tertutup, yang diselenggarakan di dalam salah satu gerbong kereta api yang berhenti di tengah hutan, bahkan mendapat penjagaan yang super ketat dari semua wartawan yang sedang mencari informasi dan berita. 

    Ternyata, koran 'New York Herald'  telah memuat hasil perundingan tersebut.

    Tahun 1919 beliau jadi penterjemah tunggal  di Liga Bangsa Bangsa yang pada 1921 diubah menjadi PBB.

    Beliau ketua penterjemah untuk segala bahasa mengalahkan  para poliglot Eropa - Amerika.

    Tahun 1925  Pangeran Sos. pulang ke tanah air.


    Ki Hajar Dewantara mengangkatnya sebagai  kepala sekolah menengah di Bandung. 

    Rakyat berjejal temui si pintar ini, untuk minta air dan doa. 


    Dan  anehnya banyak yang sembuh, maka antrian pun makin panjang termasuk bule-bule Eropa dan akhirnya beliau dirikan 'Klinik Darussalam'.

    Beliau pernah sembuhkan seorang anak Eropa hanya dengan sentuhan-sentuhan  dihadapan para dokter yang sudah angkat tangan untuk berusaha menyembuhkan penyakit si anak tersebut.

    Beliau juga pernah memotret kawah gunung dari udara, dan hebatnya tanpa pesawat 

    Soekarno muda sering berdiskusi dengannya.

    Bung Hatta sebut beliau orang jenius.

    Di rumahnya berkibar bendera merah putih 🇮🇩 .. dan anehnya Belanda, Jepang dan sekutu seolah tak peduli. 

    Pada tahun 1951 beliau wafat di Bandung  dan dikebumikan di makam Sido Mukti, Desa Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah di samping makam kedua orang tuanya Nyai Ngasirah dan RMA Sosroningrat. 

    Beliau meninggal dalam kondisi tidak punya apa-apa, rumah pun beliau hanya menyewa padahal sebagai putera bangsawan dan cendekiawan ia bisa hidup mewah .

    Orang-orang tidak temukan pusaka dan jimat di rumahnya. 

    Hartanya hanya selembar kain bersulam huruf  ALIF 

    Pada batu nisan makamnya tertulis :

             SUGIH TANPO BONDHO
             DIGDAYA TANPO AJI-AJI

    Beliau  seorang wartawan hebat tapi PWI tidak pernah singgung namanya. 

    Beliau tokoh pendidikan tapi para guru seolah lupa namanya.  


    Sumber : Pustaka Nasional
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini