Lutim, Kabartujuhsatu.news, - Keluhan masyarakat desa di Kecamatan Angkona Kabupaten Luwu Timur (Lutim) Provinsi Sulawesi Selatan yang terganggu dengan munculnya aroma bau busuk hingga saat ini masih terus mendapatkan perhatian serius dari Lembaga kajian Advokasi HAM Indonesia (LHI).
Aroma bau busuk yang bersumber dari limbah pabrik kelapa sawit (PKS) PT Teguh Wira Pratama (TWP) itu, sebelumnya telah ditindaklanjuti oleh dinas lingkungan hidup dengan melakukan peninjauan ke area PKS, namun hingga saat ini masyarakat masih merasakan bau busuk.
Persoalan itu pun mendapat tenggapan dari aktivis lingkungan Luwu Raya Abdul Rauf Dewang (ARD). Ia mengatakan, terkait limbah yang baunya keluar menyengat maka dugaanya ada proses analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang tidak mengikuti regulasi yang seharusnya dijalankan.
Ia menegaskan, dirinya siap bersinergi dengan masyarakat Angkona dan LHI untuk membantu mengawal proses perbaikan AMDAL yang seharusnya dilakukan pihak PKS.
“Soal bau busuk itu, kami akan mengambil sikap demi meminimalisir dampak lingkungan sekitar, khususnya membantu melindungi hak atas kesehatan masyarakat angkona dari dampak bau limbah,” tegas ARD kepada tim LHINews di Malili, Selasa (11/7/2023)
ARD yang dikenal sebagai aktivis kemanusiaan itu menegaskan, jika bau busuk tersebut terus berlarut-larut, tidak ada penyelesaian dari pihak PKS maka kami akan melakukan konsolidasi dengan berbagai elemen pemerhati sosial dan lingkungan hidup, termasuk penggiat alam dan pencinta lingkungan hidup untuk turun menyikapi persoalan itu.
“Demi kemanusiaan kita akan satu komando. Kami segera akan turun gunung jika sudah diperlukan, tinggal menunggu komando dari teman-teman LHI,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Iskaruddin menjelaskan, persoalan itu sudah beberapa kali dilakukan pertemuan antara masyarakat, pihak PKS bersama unsure pemerintah. Bahkan, pada rapat kordinasi, Rabu (7/6/2023) lalu, Kadis Lingkungan Hidup Andi Makkaraka dengan tegas meminta agar pihak pabrik mengupayakan menyelesaikan semua keluhan yang disampaikan masyarakat yaitu persoalan bau busuk, CSR, Tenaga Kerja, dokumen AMDAL, saluran air (drainase), dan plang pintu.
“Kami akan terus mendampingi dan mengawal keluhan masyarakat. Persoalan ini, kami advokasi dari sejak tahun 2022 lalu, namun belum ada juga penyelesaian,” kata Ketua LHI Iskar.
Ia pun menegaskan, jika pihak pabrik tidak ada tindakan dalam waktu dekat, maka kami LHI akan segera meminta atensi dari kementerian lingkungan hidup.
“Persoalan limbah bukan saja tentang hak masyarakat yang harus dlindungi dan dipenuhi. Namun, kami juga berbicara soal kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan.
Meskipun tidak ada keluhan dan pengaduan masyarakat, kami sebagai organisasi penggiat HAM tetap berkewajiban melakukan advokasi terhadap kegiatan pabrik yang memiliki dampak pada keberlangsungan lingkungan hidup, sambungnya.
Sementara itu, Humas PKS PT WTP mengatakan tetap akan menindak lanjuti keluhan-keluhan warga.
“Pembuatan sediment pond guna mengurangi bau limbah, pengerjaanya sudah sampai 80 persen,” kata Humas WTP Akbar Tajuddin, di Teras Kopi Watangpanua, Senin (19/7/20230 lalu.
Ia mengungkapkan, dilakukan perbaikan pada semua tanggul, penanaman pohon dan rumput yang bisa meminimalisir bau, penambahan alat spon dan kincir pengurai. Kemudian, kami juga sudah melakukan penimbunan dengan sirtu dan memasang plang di jalan poros.
Akbar melanjutkan, untuk jalur air atau drainase kita sudah tinjau titik lokasinya. Soal, dokumen amdal, CSR dan kompensasi telah diajukan ke pimpinan.
"Kami selaku Humas sangat berterima kasih kepada masyarakat, khususnya warga lingkar pabrik yang telah mengingatkan kami akan dampak lingkungan. Pengawasan masyarakat sangat penting dalam keberlangsungan perusahaan, khususnya perusahaan kami, pungkas Akbar.
(Red/**)