Jakarta, Kabartujuhsatu.news,
Di pemerintahan Presiden Joko Widodo, sejumlah pencapaian terkait kebijakan luar negeri telah diraih.
Dalam dua tahun terakhir, Indonesia memegang peranan penting dalam diplomasi internasional.
Pada 2022, RI menjadi ketua Group of Twenty (G20) dan pada 2023 memimpin keketuaan ASEAN.
Dalam keketuaan tersebut, Indonesia berhasil menggelar ratusan kegiatan yang melibatkan berbagai sosok dengan posisi penting di negaranya dan bahkan dunia.
Terbaru, RI berhasil menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ini tidak terlepas dari campur tangan Kementerian Luar Negeri (Kemlu), khususnya Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Lestari Priansari Marsudi.
Sebagai menlu perempuan pertama di Indonesia, Retno Marsudi, melalui Kemlu, berhasil membantu kesuksesan keketuaan Indonesia di kancah internasional.
Sebuah kebanggaan bagi Indonesia setelah tahun lalu menjadi presidensi G20 dan tahun ini menjadi ketua ASEAN yang menggelar KTT ke-42 dan ke-43.
Kemarin sudah berlangsung KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, seperti apa Anda melihat untuk hasil KTT ASEAN ke-42 kemarin?
"Jika kita berbicara mengenai suasana, dunia tidak banyak berubah.
"Dari yang dihadapi pada tahun lalu, ketika kita (Indonesia) menjadi Presiden G20 dan tahun ini, pada saat kita menjadi ketua ASEAN.
"Memang ada perbedaan, tetapi secara umum tantangan yang dihadapi sama.
"Jika kita bicara tentang ASEAN, ada tantangan internal juga, yaitu mengenai isu Myanmar.
"Alhamdulillah, di KTT ASEAN ke-42 kemarin, kita berhasil (membuat negara-negara) ASEAN duduk bersama dan membahas isu kawasan. KTT ke-42 adalah KTT di antara negara-negara ASEAN.
"Saya dapat sampaikan hasil yang paling utama dari KTT tersebut.
"Pertama, adalah keberpihakan ASEAN terhadap rakyat. Nah ini kita tunjukkan dengan adanya kerja sama pemberantasan kejahatan perdagangan manusia (human trafficking), terutama untuk online scams.
"Kemudian adalah perlindungan pekerja migran dan keluarganya pada saat krisis. Ini juga sangat memihak kepentingan rakyat.
"Selanjutnya adalah perlindungan para pekerja di sektor perikanan.
"Ini juga sangat dekat dengan kepentingan rakyat ASEAN, ujar Retno.
"Hal yang kedua, yaitu kita mencoba untuk memperkuat pertahanan ekonomi ASEAN.
"Salah satu topik atau tema dari keketuaan Indonesia adalah "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth". Jadi ekonomi ini di-epicentrum of growth.
"Hasil dari KTT ke-42 adalah adanya One Health Initiative, kemudian kita transformasi pedesaan melalui ASEAN Villages Network, dan juga pengembangan ekosistem kendaraan listrik regional serta adalah atau dibentuknya konektivitas pembayaran regional dan penggunaan mata uang lokal ASEAN.
"Ketiga, ini mengenai visinya, jadi selain yang dekat dengan rakyat, epicentrum of growth, kita juga, kalau kita ingin menjadikan sebuah organisasi bagus, maka dia harus punya visi jangka panjang.
"Nah kita mulai mengintrodusir visi ASEAN 2024-2025. Jadi ini adalah bicara pasca 2025 plus 20, berarti tahun 45, antara lain dengan cara memperkuat kapasitas dan efektivitas ASEAN, serta mencoba menjadikan ASEAN lebih responsif dalam menghadapi krisis dan keadaan darurat.
"Dan yang keempat adalah, yang tadi saya sebut, kita punya tantangan internal, bagaimana menyelesaikan konflik Myanmar. Sedikit mendahului, sebelum ditanya, Myanmar ini sudah menjadi negara yang sangat fragmented lebih dari 70 tahun.
"Jadi kalau pertanyaannya apakah ASEAN di bawah keketuaan Indonesia, seluruh masalah Myanmar akan selesai?
"Jawabannya tidak, Tidak akan mungkin, Karena (penyelesaian masalahnya) masih panjang.
"Selain itu, untuk bekerja di bidang perdamaian, perlu kesabaran.
"Biasanya kalau bekerja, kita ingin muncul di media, tetapi once you want to be a peacemaker, Anda harus siap bahwa Anda tidak muncul di headlines.
"Karena kerja yang efektif untuk resolusi konflik, untuk menangani konflik, itu harus sabar dan bekerja di balik layar, karena dengan bekerja tidak di permukaan itu akan muncul confidence dan sebagainya, tetapi harapan Indonesia terhadap keketuaan ASEAN adalah paling tidak ada progressnya.
"Pada saat ada progres, tentunya kita akan sampaikan kepada publik, tapi yang ingin kita yakinkan bahwa kita bekerja dengan sangat keras selama keketuaan Indonesia.
"Dan selama enam bulan keketuaan ini, kita sudah melakukan lebih dari 70 pertemuan dengan hampir semua stakeholders yang ada di Myanmar.
Lalu seperti apa target Indonesia dalam hasil KTT ke-43 nanti?
"Seperti yang saya jelaskan, bahwa KTT ke-42 ini adalah KTT di antara negara-negara ASEAN, jadi bagaimana kita memperkokoh kerja sama kita sebagai negara-negara ASEAN.
"Nah, KTT ke-43, jadi setiap tahun sebenarnya dimandatkan ketua ASEAN menyelenggarakan dua KTT. Saat keketuaan Indonesia dapat gelar KTT ke-42 dan ke-43.
"Nah, KTT ke-43 adalah memperkokoh kerja sama ASEAN dengan mitra wicara kita.
"Ada pertemuan ASEAN, seperti ASEAN Plus One (ASEAN Plus Agreements) yang kali ini dilakukan dengan RRT (Republik Rakyat Tiongkok), Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat (AS), dan India.
"Ada ASEAN Plus Three (APT) yang berisi negara-negara ASEAN, RRT, Jepang, dan Korea Selatan. Kemudian ada EAS, ASEAN plus 8 (ASEAN+8) mitra besar semua.
"Kalau kita lihat naturenya, bisa dibayangkan bahwa peserta KTT ke-43 lebih banyak dan pasti akan lebih kompleks.
"Oleh karena itu, dari segi substansi, saya sampaikan bahwa kita berupaya untuk meningkatkan kemitraan dengan negara-negara mitra dialog dan dapat tidak dihindari bahwa di dalam pertemuan itu kita akan membahas situasi kawasan kita, situasi kawasan dunia, dan yang paling penting adalah pada saat kita melakukan KTT ke-43, kita ingin para mitra ASEAN mendukung tema keketuaan "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth".
"Jadi itu kira-kira yang akan dihasilkan atau kita harapkan akan dihasilkan dalam KTT ke-43.
"Nah, biasanya kita juga mengundang tamu untuk KTT ke-43 ini.
"Karena salah satu fokus kita adalah mengenai masalah Indo-Pasifik, maka dipilar ketiga "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth" dan memajukan atau menjadikan kawasan Indo Pasifik sebagai kerja sama yang konkrit, maka di sini kita mengundang partisipasi dari Cook Island, karena negara itu menjabat sebagai ketua PIF (Pacific Islands Forum), dan juga kita mengundang Bangladesh sebagai ketua IORA (Indian Ocean Rim Association).
"Jadi sekali lagi, kawasan Indo Pasifik menjadi perhatian Indonesia, sehingga kita undang perwakilan PIF dan IORA dalam KTT ASEAN ke-43 mendatang.
Ini bukan pertama kalinya PIF diundang dalam KTT yang diketuai Indonesia. Tahun lalu, di G20, kita juga mengundang PIF. Artinya apa? Kita memberikan perhatian terhadap negara-negara kecil di wilayah Pasifik Selatan dan concern mereka, terutama mengenai isu-isu lingkungan hidup, climate change, perikanan dan lainnya.
Sekali lagi, KTT ASEAN ke-43 akan lebih komprehensif, substansinya lebih berat, melibatkan lebih banyak negara, di mana banyak negara besar, sehingga tantangannya akan lebih besar. Lebih inklusif.
Boleh sedikit dibocorkan terkait undangan, siapa saja yang sudah konfirmasi untuk hadir pada KTT ASEAN ke-43 mendatang?
Soal undangan, kan kalau ASEAN ada 11 negara, ditambah 9 negara mitra kita: Australia, Amerika Serikat, RRT, Jepang, Korea Selatan, India, Selandia Baru, Rusia, Kanada, kemudian Sekjen ASEAN, Sekjen PBB, dan Bangladesh, serta Cook Island.
Kalau kehadiran, sebagaimana seperti tahun-tahun sebelumnya, kehadiran itu baru akan kita terima beberapa hari menjelang hari-H.
Kejutan apa yang akan dihadirkan dalam KTT ASEAN ke-43 nanti? Kalau kita berkaca, kemarin G20 ada kejutan yang sangat menarik juga dari Presiden Joko Widodo yang menjamu undangan di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK), kemudian saat KTT ASEAN ke-42 para delegasi naik Kapal Pinisi. Sedikit bocoran, kejutan seperti apa?
Kalau kejutannya disampaikan sekarang, namanya bukan kejutan dong. Nanti kita tunggu saja sampai KTTnya digelar. (sambil tertawa)
Delegasi naik Kapal Phinisi ide siapa? Anda apa Jokowi?
Bapak Presiden. Pak Presiden selalu berpikir out of the box, jadi (terjadi kegiatan) naik kapal Pinisi. Saya kira momen itu jangan dilihat phinisinya, tapi momen pada saat kita berlayar bersama. Bounding bersama dengan setting yang informal dengan message: mari kita berlayar bersama dengan satu tujuan. Itu sebenarnya yang paling mahal.
Membahas tema utama keketuaan Indonesia, "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth" ini maknanya sangat mendalam, artinya ASEAN menjadi sebuah kawasan pusat pertumbuhan ekonomi yang lebih masif. Ini artinya juga membutuhkan kerja sama dengan antar negara ASEAN sendiri, sekaligus dengan negara-negara mitra dan regional lainnya.
Lalu, bagaimana Anda melihat hubungan kerja sama perdagangan antara Indonesia dan negara-negara ini, serta seberapa besar kontribusi dan kekuatannya?
Jadi saya bicara dulu, kenapa kita memutuskan membawa tema "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth". Ini bukan tanpa alasan. Kita menyampaikan Asia Tenggara harus terus menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia.
Satu, dari segi jumlah penduduk, ASEAN itu punya lebih dari 650 juta penduduk. Kedua, Asia Tenggara punya demografi penduduk berusia muda, di tengah banyak sekali negara di dunia yang mengalami aging population (di mana jumlah penduduk berusia tua lebih banyak). Kita (ASEAN) masih mengalami rata-rata dividen demografis, jadi keuntungan demografi dengan generasi muda.
Ketiga, dari sisi pertumbuhan ekonomi, kita lihat bahwa pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Tenggara hampir selalu di atas rata-rata ekonomi dunia. Misalnya, tahun 2022, pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara itu 5,6%, tahun ini diproyeksikan 4,7%. Sementara proyeksi dunia itu hanya 1,7%. Tahun depan proyeksinya 5%.
Nah, dengan melihat tren ini, kita ingin bahwa Asia Tenggara tetap menjadi pusat pertumbuhan. Selain itu kita melihat bagaimana perjalanan integrasi ekonomi ASEAN. Kita tidak hanya harus melihat bagaimana kita saling berinteraksi ekonomi di dalam ASEAN, tetapi ASEAN sebagai satu entitas berinteraksi dengan dunia luar, dengan entitas ekonomi yang lainnya.
Jadi kalau kita lihat dalam ASEAN, interaksi ekonomi perdagangan Indonesia dengan ASEAN itu kisaran 23% untuk perdagangan. Hal yang sama mungkin untuk investasi. Kalau orang bilang, 'Lho berarti gak begitu tinggi dong interaksi kita dengan negara-negara ASEAN', 23%-25% itu bukan nilai yang kecil, tetapi tolong hitung bahwa 23% atau entitas ASEAN ini mengenerate tingginya interaksi ASEAN dengan negara lain.
Misalnya dengan Tiongkok, Jepang, Korea Selatan. Jadi bahwa ASEAN ini juga mengenerate aktivitas ekonomi dengan para mitra. Kita bisa melihat bahwa ASEAN dengan RRT, partner ekonomi-perdagangan-investasi yang penting buat ASEAN, begitu juga dengan Indonesia. Demikian juga dengan Jepang, dengan Korea Selatan, AS, Australia dan lainnya.
Jadi sekali lagi, ini tidak hanya dilihat dari internalnya saja, tetapi bagaimana entitas ini kemudian bisa meng-generate aktivitas ekonomi yang lebih luas.
Nah, dari meng-generate ini, kemudian Indoneia waktu itu berinisitaif membentuk RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership). Kita lihat dari sisi ekonomi RCEP ini menyangkut 30,2% PDB dunia, 27,4% itu dari total perdagangan dunia. Saya coba mengingat-ingat angkanya dulu ya.
Dari FDI (foreign direct investment) dunia, itu hampir 30%-nya. Dari penduduknya juga hampir 30%. RCEP ini tidak mungkin dilahirkan oleh negara-negara ASEAN atas inisiasi Indonesia. Jadi, kalau orang bicara RCEP ini adalah bayinya orang lain, negara lain itu salah. RCEP adalah bayi kita, bayi Indonesia. RCEP tidak akan muncul kalau tidak ada ASEAN karena ASEAN adalah basisnya.
Sekali lagi, balik ke pertanyaan, dengan segala data yang saya sampaikan, sangat masuk akal dengan penjelasan saya bahwa kita mengambil tema Epicentrum of Growth.
Berbicara soal RCEP, Indonesia menjadi inisiator tetapi jika kita berbicara bentuk konkritnya, ini ada kerja sama dengan negara ASEAN dan regional lain. Kedepannya, seperti apa target dan evaluasi RCEP sejauh ini, keuntungan kerja sama dengan negara lainnya?
Jadi RCEP itu berarti sekarang 10 negara ASEAN plus 5 (Australia, Selandia Baru, Jepang, Korea Selatan, dan RRT). Setiap kita bicara mengenai Comprehensive Economic Partnership, itu selalu tidak hanya berbicara mengenai masalah perdagangan, tetapi juga ada investasi dan lainnya, makanya disebutnya comprehensive.
Tujuannya adalah tentunya ingin menjadikan pasar kita saling atau lebih terkoneksi satu sama lain, dengan sistem yang terbuka. Maka di situ memang diperlukan kekuatan atau competitiveness kita harus lebih tinggi, walau kita memang harus berpacu dengan negara lain. Ini yang selalu disampaikan oleh Bapak Presiden.
Tidak ada satupun negara yang bisa menutup pasarnya, tidak berinteraksi dengan dunia luar. Di mana-mana, negara-negara selalu ingin mencoba mengkoneksikan pasarnya dengan pasar negara lain.
Nah, tadi kita lihat jumlah penduduk Indonesia sudah sepertiga dari penduduk dunia, berarti ini adalah market. Tantangannya bagimana kita bisa menjadikan penduduk Indonesia lebih kompetitif dibanding negara-negara yang ada di RCEP.
Sekali lagi, kesempatannya ada tetapi kita tidak mungkin memanfaatkan opportunity kalau kita tidak kerja keras.
Kalau berbicara terkait isu-isu dunia lainnya, upaya Indonesia untuk memperkuat kerja sama dan ekonomi tidak terlepas dari isu-isu politik yang ada. Laut China Selatan (LCS) terus jadi perhatian, begitu pun dengan Taiwan dan konflik Rusia-Ukraina. Seperti apa Anda melihat hal ini dan juga perkembangan konflik-konflik tersebut?
Jadi kita selalu mendekati segala sesuatu atau isu dunia berdasarkan prinsip dan konsistensi. Maka kita bisa bicara dengan lantang pada saat negara-negara mengatakan 'Oke, mari kita respect territorial integrity sovereignty'. Kita bilang oke, kita selalu menghormati itu.
Tetapi kita juga sampaikan kepada dunia, mari kita hormati prinsip-prinsip itu secara konsisten. Karena kadang kita sering melihat penghormatan terhadap prinsip-prinsip yang sudah ada di piagam PBB itu tidak dihormati secara konsisten oleh semua negara.
Kadang-kadang dipilih-pilih mana aja (negara) yang menguntungkan, alias gak boleh begitu.
Sama, pada saat kita berbicara mengenai masalah Ukraina. Maka kita sampaikan bahwa prinsip penghormatan terhadap kedaulatan negara. Itu tetap kita hormati. Oleh karena itu, ini tercermin pada saat kita melakukan voting di Sidang Majelis Umum PBB, bersama dengan 162 negara lain. Kami voting intinya mengenai prinsip penghormatan kedaulatan negara.
Mengenai Laut China Selatan (LCS), prinsip Indonesia adalah, karena kita Asia Tenggara, kita menikmati pertumbuhan yang selalu lebih tinggi dari dunia, seperti yang saya sampaikan tadi. Kenapa kita bisa mencapai pertumbuhan seperti itu karena kawasan kita relatif stabil dan damai.
Andai kata terjadi perang di kawasan kita, saya sangat tidak yakin bahwa pertumbuhan kita akan tinggi seperti itu. Tapi memang kadang-kadang kalau kita damai itu kayak kita menghirup udara ya, gak terasa kita itu sebenarnya menghirup udara. Kebayang kalau kita gak ada udara, apa bisa nafas?
Sama, jika kita damai, enak. Begitu terjadi perang, baru kita sadar bahwa betapa nilai tinggi perdamaian itu. Oleh karena itu, Bapak Presiden selalu mengatakan, yang ingin kita lihat bahwa LCS itu damai dan stabil, sehingga tidak menganggu pembangunan pertumbuhan ekonomi.
Untuk bisa damai dan stabil, semua negara harus menghormati hukum yang ada, dalam hal ini adalah UNCLOS 1982 atau Konvensi Hukum Kelautan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sekali lagi, Indonesia menerapkan menghormati UNCLOS 1982 secara konsisten.
Anda sudah menjabat selama dua periode, sebentar lagi pemerintahan Presiden Joko Widodo akan segera berakhir. Pesan dan kesan mungkin akan sangat banyak selama menjabat selama dua periode terakhir. Seperti apa Anda menggambarkan atau memaknai pencapaian yang telah dicapai Kementerian Luar Negeri di bawah kepemimpinan Anda?
Sebenarnya kalau pencapaian secara komprehensif akan sangat panjang dan saya tidak cenderung untuk menilai diri sendiri, tetapi saya hanya ingin cerita apa yang baru saja saya hadiri dan itu seperti refleksi bagaimana dunia melihat Indonesia saat ini.
"Jadi saya baru kembali dari Oslo, Norwegia dan saya hadir sebagai salah satu narasumber utama dalam Oslo Forum. Ini adalah forum di mana para mediators dan para ahli resolusi konflik dunia berkumpul.
Pada saat kita berbicara mengenai resolusi konflik, itu memang beritanya gak besar karena banyak sekali hal yang dilakukan di belakang layar.
Kenapa kemudian saya diminta menjadi salah satu narasumber utama, buat saya it's really something. Ini adalah pengakuan dunia terhadap peran aktif Indonesia di dalam upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah dunia.
Jadi dunia menilai kita bahwa Indonesia is always trying to do the best what we can untuk menjadi bagian dari solusi masalah-masalah dunia.
Saya juga bicara dengan banyak pihak, saya selalu membaca artikel dan jurnal dan sebagainya. Salah satu atau beberapa contoh pengakuan yang diberikan oleh think tank dan media.
Misalnya salah satu think tank yang cukup ternama di Australia (Lowy Institute) mengatakan bahwa Indonesia is Asia's third most active diplomatic players after China and Japan. Berarti Indonesia dinilai sebagai negara yang paling aktif melakukan diplomasi di kawasan kita.
Think tank ternama di Singapura juga menyebut Indonesia provide transformational leadership in the region. Kemudian majalah The Economist, misalnya, mengatakan Indonesia matters, Indonesia is poised for a boom, dan masih banyak lagi pihak-pihak yang mengakui dan melihat bahwa Indonesia adalah salah satu dari negara yang menjadi pemain utama di dalam berbagai forum dunia.
Sekali lagi, itu bukan penilaian saya. Saya hanya mengutip sana-sini dan di titik ini kemudian kita melihat, 'Oh oke, berarti kita sudah berada pada track yang benar'.
Dan alhamdulillah, selain kontribusi kita pada dunia, diplomasi kita juga mendatangkan manfaat bagi perlindungan WNI kita, banyak sekali datanya, berapa ribu WNI yang kita selamatkan dan lain-lain dan bahkan di saat krisis seperti Covid-19.
Dengan diplomasi kesehatan, kita berhasil mengamankan 516 juta dosis vaksin, 137 juta di antaranya kita peroleh tanpa membayar karena kerja sama bilateral dan multilateral.
Jadi, sekali lagi, diplomasi harus membawa manfaat bagi rakyat, tetapi jangan lupa diplomasi kita juga harus berkontribusi bagi dunia karena ini adalah amanah dari konstitusi kita.
Terakhir, apakah ada kesan pesan dari negara lain yang disampaikan ke Anda terkait Pilpres di Indonesia tahun depan?
Pemilu kan, sesuatu yang biasa terjadi di negara yang demokratis, jadi ya biarlah proses itu berjalan secara alami.
"Saya kira negara lain melihat Indonesia sebagai negara demokrasi yang cukup matang.
"Insha Allah, kita akan dapat menjalankannya dengan baik, pungkas Menlu Retno Marsudi.
(Red/**)