NTT, Kabartujuhsatu.news, Pada lima bulan pertama tahun 2023 perolehan laba bank NTT dibandingkan dengan lima bulan yang sama di tahun 2020 terus mengalami penurunan, sebagaimana tampak pada tabel 1 di bawah ini.
Anggota DPRD Provinsi NTT dari Komisi II ini lebih lanjut mengatakan bahwa Perolehan laba bank NTT selama lima bulan pertama di tahun 2020 kecuali bulan Pebruari 2020 , lebih besar dibandingkan dengan perolehan laba di tahun 2023, katanya.
"Tanda dalam kurung pada kolom deviasi mengartikan bahwa jumlah laba pada tahun 2023 lebih kecil sebesar angka di dalam kurung dibandingkan dengan perolehan laba tahun 2020. Pada bulan Mei 2023 bank NTT hanya mencatat laba sebesar Rp 51.981 juta (Lima puluh satu milliard sembilan ratus delapan puluh satu juta rupiah) , lebih kecil Rp 32.954 juta (Tiga puluh dua milliard sembilan ratus lima puluh empat juta rupiah) di bandingkan dengan perolehan laba pada bulan Mei tahun 2020 yakni sebesar Rp 84.935 juta (Delapan puluh empat milliard sembilan ratus tiga puluh lima juta rupiah) , terang Yohanes Rumat.
"Demikian pula pertumbuhan laba selama lima bulan pertama setelah tahun 2020 menuju tahun berikutnya juga semakin menurun seperti tampak pada tabel 2 berikut ini.
Padahal jumlah kredit yang diberikan sejak di tahun 2020 hingga 2023 sangat jauh meningkat, seperti tampak pada tabel 3 berikut ini .
Menjadi sebuah prinsip baku bahwa ,”semakin banyak jumlah kredit yang diberikan, maka mestinya semakin banyak pula laba yang di peroleh”, karena pendapatan bunga dari kredit semakin bertambah. Prinsip ini berbalik dengan realita yang terjadi .
Sejak tahun 2020 jumlah pinjaman semakin banyak tetapi jumlah laba semakin menurun.
Menyimak realita terbalik di atas tampaknya ada sebuah anomaly yang mesti segera di telusuri dan patut di kritisi.
Terutama oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) NTT sebagai leader yang mengawasi perbankan di NTT, selain juga oleh publik sebagai pengguna jasa bank.
"Saya patut kritisi kondisi ini lebih dini karena pertumbuhan laba bank NTT di tahun 2022, agar anomaly segera di normalkan, ucap Yahanes Rumat.
Dikatakannya, "Telah terjadi inkonsistensi dalam membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).
Diantaranya, di saat jumlah pinjaman yang diberikan lebih besar pada periode tertentu di bandingkan dengan periode yang lain malah pembentukan CKPN lebih kecil, hal ini tentu akan meningkatkan jumlah laba pada periode tersebut.
Selengkapnya tampak sebagaimana pada tabel 4 di bawah ini .
"Mari kita simak, antara Jumlah kredit yang diberikan dengan CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) memiliki korelasi positip.
Artinya semakin tinggi jumlah kredit yang diberikan (apalagi saat ada penambahan kredit bermasalah) maka, semakin tinggi pula CKPN yang di bentuk .
Semakin kecil CKPN yang dibentuk maka semakin besar laba yang diperoleh dan sebaliknya. Mengapa ? karena CKPN merupakan salah satu unsur pengurang pembentukan laba, karena pada dasarnya pada saat bank membentuk CKPN yang terjadi adalah bank membentuk biaya atau pengeluaran bank bertambah.
Berdasarkan prinsip dasar akuntasi di atas ,mari kita analisis tabel 4 di atas.
Pada bulan Januari tahun 2022 jumlah kredit yang diberikan sebesar Rp 10.976.113 juta, CKPN yang dibentuk Rp 189.916 juta, laba yang di peroleh sebesar Rp 10.760 juta. Namun saat memasuki bulan terakhir tutup buku bank yakni Desember 2022, saat jumlah pinjaman bertambah menjadi Rp 11.815.139 juta , bank NTT malah menurunkan pembentukan CKPN menjadi hanya Rp 159.869 juta.
"Hal ini nyata sekali mengakibatkan laba melonjak sangat tinggi hanya dalam sebulan dari Rp 269.867 juta pada bulan Nopember 2022 menjadi Rp 327.347 pada bulan Desember 2022, atau melonjak sebesar Rp 57.480 juta.
Penurunan pembentukan CKPN ini, secara akuntansi akan mendongkrak peningkatan laba.
Akibat penurunan pembentukan CKPN ini ada insentif pada laba . Buat saya ini sebuah anomaly . Mengapa ? :
Karena ada ketidakwajaran peningkatan laba di akhir tahun 2022 yang cukup signifikan, kata Ketua PKB Kabupaten Manggarai Timur ini.
Dikatakan juga bahwa, Latar melejitnya laba di akhir tahun ini terjadi di saat pembentukan CKPN dikurangi dari bulan sebelumnya , sementara baki debet kredit bertambah (lihat tabel 4).
"Tentunya karena secara akuntansi pengurangan CKPN akan memberikan Insentif tambahan laba, jelas anggota komisi II DPRD Provinsi NTT Yohanes Rumat.
"Padahal Sudah menjadi rumusan dasar bahwa, di saat baki debet kredit bertambah maka pembentukan CKPN pun harus bertambah, kecuali ada perbaikan kualitas kredit dari bermasalah menjadi lancar.
"Pertanyaan saya apakah agar terjadi penambahan laba dengan cara mengurangi pembentukan CKPN ini benar sesuatu yang tidak di niatkan ?.
"Jika tidak diniatkan bank NTT mesti bisa mengkomparasi dengan data perolehan pendapatan selain koreksi pendapatan CKPN di bulan Desember 2022 .
"Apa mungkin hanya dalam sebulan yakni pada bulan Desember bank bisa berhasil mendapatkan tambahan angsuran bunga kredit yang sangat signifikan besarnya dengan pendapatan bunga pinjaman pada bulan-bulan sebelumnya ? Kalau itu bukan dari pendapatan koreksi CKPN ? Ataukah ada perbaikan kualitas kredit dari yang bermasalah menjadi lancar sungguh terjadi signifikan di bulan Desember 2022 ?.
"Karena terjadi ketidak konsistenan membentuk CKPN, dimana pada saat baki debet pinjaman menurun dari Rp 10.976.113 juta pada bulan Januari 2022 menjadi Rp 10.960.327 juta pada bulan Pebruari 2022 bank NTT menurunkan pembentukan CKPN dari Rp 189.916 juta pada bulan Januari 2022 menjadi Rp 172.122 juta Pada bulan Pebruari 2022.
"Namun konsistensi itu tidak terjadi di bulan Desember 2022. Dimana saat baki debet kredit bertambah ,malah bank menurunkan pembentukan CKPN. Lalu CKPN ini di naikan lagi jumlahnya pada bulan Januari 2023, padahal jumlah baki debet kredit pada bulan Januari 2023 turun lagi atau lebih kecil dari baki debet pinjaman di bulan Desember 2022.
"Seperti tampak pada tabel 4 di atas, baki debet pinjaman pada bulan Desember 2022 sebesar Rp 11.815.139 juta , CKPN yang dibentuk Rp 159.869 Juta, selanjutnya pada saat baki debet bulan Januari 2023 turun menjadi Rp 11.684.665 juta , bank justru menurunkan CKPN menjadi Rp 179.800 Juta.
"Ini sebuah anomaly yang tampak sangat kasat mata. Mestinya konsistensi pembentukan CKPN di lakukan seperti yang terjadi pada bulan Pebruari hingga Mei di tahun 2023 ini, kata Yohanes Rumat.
"Khusus di bulan Pebruari hingga Mei tahun 2023 ini saya melihat sudah tampak bank NTT konsisten dalam membantuk CKPN, karena semakin tinggi baki debet kredit yang diberikan semakin tinggi pula CKPN yang dibentuk, sebagaimana tampak pada tabel 5 di atas, tidak seperti pada tahun 2022.
"Namun inkonsistensi pembentukan CKPN bank NTT pada akhir tahun 2022 masih menyisahkan masalah yang masih harus di jelaskan oleh manajemen bank NTT dan OJK perwakilan NTT untuk menghindari dugaan window dressing atau upaya mempercantik laporan keuangan bank dengan tujuan meningkatkan laba bank agar tampak lebih besar dari yang semestinya. Semoga dugaan itu tidak benar, pungkas Yohanes Rumat anggota komisi II DPRD Provinsi NTT dari Fraksi PKB ini.
Published : Ardi