Jakarta, Kabartujuhsatu.news,
Beredarnya informasi di beberapa media tentang wacana kemenaker yang akan membatasi jam kerja ojol selama 12 jam dengan mekanisme setiap 2 jam onbit aplikasi akan dimatikan 30 menit, dan dalam seminggu harus libur 1 hari karena aplikasi akan dimatikan selama 1 hari, sangat membuat dunia para ojek online atau ojol berguncang.
Para ojol memandang miris wacana yang dilemparkan oleh Dita Indah Sari, staff ahli di kemenaker tersebut.
Bagaimana tidak miris, sedangkan saat para ojol sangat kesulitan mencukupi nafkah keluarga.
"Kami, rekan-rekan ojek online untuk menghidupi keluarga sehari hari dengan bekerja diatas 12 jam saja masih banyak yang belum tercukupi, ditambah lagi wacana ini akan diberlakukan. Pasti pendapatan kami akan semakin berkurang," ujar Rio , driver ojol di Jakarta.
Kabar yang berhembus kencang, wacana tersebut tinggal satu langkah lagi, yakni dengan bertemu para aplikator, lalu akan segera dibuat menjadi aturan permenaker.
Bahkan, menurut keterangan Rio , sebagaimana dikutip awak media bahwa wacana ini sudah disosialisasikan kepada para ojol.
"Kami ingin bertanya ojol mana yang setuju akan wacana pembatasan jam kerja ojol tersebut?" tanya Rio driver ojol Indonesia, komunitas yang selama ini menjadi pergerakan ojol di seluruh Indonesia.
Dengan semakin santernya wacana pembatasan jam kerja ojol ini, maka hari Selasa, tanggal 10 oktober 2023 sejumlah komponen ojol melakukan aksi di depan kemenaker.
Aksi ini sebagai upaya damai menyarakan, agar wacana pembatasan jam kerja ojol tidak menjadi kebijakan atau suatu peraturan.
Lewat aksi unjuk rasa ini, para ojol dengan tegas ingin membuktikan bahwa tidak ada ojol yang setuju dengan wacana tersebut.
Karena itu, dalam aksinya, mereka mengusung tema: "KAMI MENOLAK KERAS WACANA KEMENAKER TENTANG PEMBATASAN JAM KERJA OJOL".
Dengan adanya aksi damai ini, para ojol menghimbau kepada pemerintah untuk mendengarkan aspirasi dan suara mereka.
Indonesia adalah negara demokrasi dengab asas musyawarah mufakat. Karena itukah harapan para ojol, setidaknya apabila pemerintah ingin membuat suatu kebijakan yang berkaitan dengan ojek online harus melibatkan perwakilan dari para ojol terlebih dahulu.
Dengan demikian, kebijakan yang diputuskan nantinya akan adil dan tidak merugikan para ojek online.***