Organisasi Kader HMI dan Lafran Pane Dalam Kenangan
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Daftar Blog Saya

    Organisasi Kader HMI dan Lafran Pane Dalam Kenangan

    Kabartujuhsatu
    Jumat, 19 Januari 2024, Januari 19, 2024 WIB Last Updated 2024-01-20T00:06:04Z
    masukkan script iklan disini

    Jakarta, Kabartujuhsatu.news, Apapun ceritanya, perpecahan di tubuh HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) hingga ada sebutan untuk HMI MPO (Majlis Penyelamat Organisasi) dan HMI Dipo (Diponegoro) karena adanya perbedaan orientasi politik setelah Kongres HMI ke-15 di Medan pada tahun 1983, yang ditandai dengan penerimaan azas tunggal Pancasila sebagai doktrin rezim Orde Baru. 

    Sehingga azas HMI tidak lagi disebut Islam, karena telah menerima azas tunggal Pancasila dan relatif mendapat tempat dan peluang dari pemerintah.

    Dilematis pilihan azas tunggal itu memang dibarengi ancaman pembubaran organisasi oleh pemerintah, sehingga, secara resmi dalam Kongres HMI di Padang, diputuskan menerima azas tunggal Pancasila, dan pemerintah pun, hanya mengakui keberadaan HMI Dipo sebagai organisasi yang resmi.

    Reformasi tahun 1998 membawa angin segar untuk kembali ke azas Islam, lalu secara resmi dilakukan juga pada Kongres HMI tahun 1999 di Jambi, yang runyam, setelah itu pun tidak lantas luka yang terlanjur tertoreh itu tidak juga dapat segera dipulihkan.

    Begitulah perseteruan internal di tubuh HMI yang sudah dirintis dan dijaga oleh pendirinya, Prof. Lafran Pane bersama 14 tokoh mahasiswa, Sekolah Tinggi Islam (yang kemudian menjadi Universitas Islam Indonesia) sejak didirikan pada 14 Rabiul Awal 1366 H atau 5 Februari 1947 di Yogyakarta, akibat sudut pandang yang pragmatis dan idealis dan kritis terhadap penguasa yang cenderung korup dan zalim.

    Dalam perjalanan sejarahnya HMI Dipo pun sempat juga  menegang dalam dualisme organisasi (kepengurusan). 

    Dualisme Internal HMI Dipo sempat menjadi sorotan publik (detikNews, 9 Agustus 2021). 

    Ketua Umum Pengurus Besar HMI, Raihan Ariatama dan Pejabat Ketum Abdul Muis Amiruddin. Keduanya sama-sama pengurus semasa Ketua Umum HMI dijabat oleh Respiratori Saddam Al Jihad bersama Sekjen Arys Kharisma periode 2018-2020. Hingga Kongres HMI ke XXXI di Surabaya. Lalu sampai pada Kongres HMI XXXIII, 7 Februari 2023 di Asrama Haji, Bekasi, resmi terpilihnya Mahfud Hanafi untuk kepengurusan tahun 2023-2025.

    Sebagai organisasi kader yang tangguh pun, HMI sungguh telah membuktikan mampu melahirkan sejumlah tokoh penting di negeri ini sejak dilahirkan pada 76 tahun silam hingga 5 Februari 2024. 

    Jika tak salah ingat, basis perkampungan kader HMI Korkom (Koordinator Komisariat) HMI Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta berada di Desa Kadipiro, Bantul.

    Sebagai organisasi kader yang tangguh, HMI memang sempat penulis ikuti mulai dari Komisariat HMI Fakultas Teknik Sipil UII -- dan berguru langsung kepada Prof. Drs. Lafran Pane -- sebagai Pengajar Filsafat Pancasila -- juga ngangsu kauruh bersama Pengurus Cabang HMI Yogyakarta dengan markas besarnya di Dagen.

    Saat mendirikan HMI pada 5 Februari 1947, sekaligus sebagai Ketua Umum HMI yang pertama, Lafran Pane baru berusia 25 tahun, karena dia lahir pada 5 Februari 1922 di Kampung Pangurabaan, Sipirok, Tapanuli Selatan. 

    Dan cerita menarik tentang  Lafran Pane yang telah difilmkan dan akan mulai tayang pada Februari 2024, selalu bersepeda dari Perumahan Dosen IKIP di Kawasan Demangan Baru, menuju Kampus Pusat UII, di Jl. Cik Ditiro No. 1 Yogyakarta. 

    Ketika itu, umumnya di Kampus UII Pusat, Jl. Tengku Cik Di Tiro No. 1,  bukan saja sudah dominan memakai sepeda motor untuk datang ke Kampus, bahkan tidak sedikit ketika itu yang telah menggunakan kendaraan beroda empat. Bahkan, Anies Rasyid Baswedan pun sudah menunggangi  Vespa terbarunya berwarna merah menyala sekitar tahun 1980-an.

    Kecuali itu, Lafran Pane yang lahir pada 5 Februari 1922 ini, merasa perlu mengubah tanggal kelahirannya menjadi 12  April 1923, agar tidak terkesan sama dengan tanggal kelahiran HMI di Yogyakarta dahulu itu. 

    Jadi kisah unik sosok Lafran Pane yang ugahari dan sederhana ini pun diungkap langsung oleh Dra. Tetty Sari, putri bungsu Lafran Pane, bersama abangnya, Ir. M. Iqbal Pane lewat Jurnal UIN Sunan Gunung Djati, saat Lafran Pane wafat pada 25 Januari 1991.

    Biografi Lafran Pane pantas dan patut diusung ke layar lebar. Film berjudul Lafran ini layak diapresiasi oleh Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (KAHMI) bersama Reborn Initiatives sebagai rumah produksi, karena KAHMI dan Reborn Initiatives meyakini tahun 2024 adalah momentum yang pas untuk merilis film yang dibintangi oleh Dimas Anggara, Lala Karmela serta aktor senior Mathias Muchus. 

    Setidaknya, baru 70 tahun kemudian  pengakuan pemerintah sebagai Pahlawan Nasional kepada Lafran Pane diberikan (pada tahun 2017) berdasarkan Keppres No. 115/TK/Tahun 2017, tertanggal 6 November 2017. Agaknya dengan keterlambatan serupa ini juga yang kurang memacu tumbuh dan berkembangnya organisasi kader bagi anak-anak bangsa, guna mempersiapkan diri mewarisi negeri ini.

    Nostalgia terakhir bersama Prof. Drs. Lafran Pane, pada tahun 1984 -- 40 tahun silam di Musholla Stasiun Gambir -- saat sholat bersama yang cuma tinggal kenangan. 

    Selebihnya,  catatan panjang antara 1978 1984 di Kampus Fakultas Teknik Sipil, Demangan Baru No. 24 Ngayogyakarta Hadiningrat. Kecuali itu, kangen munculnya  semacam kawah candradimuka untuk menempa diri generasi baru untuk menyambut Indonesia Emas tahun 2045 -- seabad Indonesia membebaskan diri dari penjajahan bangsa asing, meski ancamannya hari ini seperti sedang dijajah oleh bangsa Indonesia sendiri.

    Published/Penulis : JE

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini