Menatap gedung Internasional Court of Justice atau Mahkamah Hukum Internasional di Den Haag Belanda mengigatkan saya akan sejarah kelam Indonesia mengenai sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan dengan Malaylsia.
Waktu itu pada tanggal 17 Desember 2002, Mahkamah Hukum Internasional memberikan kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Malaysia. Sejak itu hingga kini, Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi negara bagian Sabah, Malaysia.
Akar sejarah sengketa batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia di daerah Pulau Sipadan dan Ligitan bermula dari ketidakjelasan garis perbatasan yang dibuat oleh Belanda dan Inggris.
Indonesia merupakan bekas jajahan Belanda, sedangkan Malaysia adalah bekas jajahan Inggris.
Perlu diketahui, hukum modern menganut suatu konsep bahwa wilayah suatu negara ketika merdeka adalah semua wilayah kekuasaan penjajahnya, yang dalam bahasa Latin disebut _*uti possidetis*_
Karena ketidakjelasan garis perbatasan yang dibuat oleh Belanda dan Inggris di perairan timur Pulau Kalimantan, status kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan pun menjadi tidak jelas ketika Indonesia dan Malaysia sama-sama sudah merdeka.
Pada 1967, sengketa atas kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan mulai terjadi, setelah dilangsungkan pertemuan mengenai hukum laut antara Indonesia dan Malaysia. Kemudian persoalan ini di bawa ke Mahkamah Internasional.
Mahkamah Inteenasional memutuskan bhwa kepemilikan pulau Ligitan dan Sipadan jatuh ke tangan Malaysia berdasarkan bukti bahwa Inggris lebih awal masuk dengan membaangun mercusuar dan penangkaran penyu.
Sedangkan Belanda yg pernah menjajah Indonesia hanya pernah singgah di Pulau Sipadan dan Ligitan tidak melaakukan apapun.
Padahal jauh ssbelum Inggris datang membangun mercusuar di pulau Ligitan dan Sipadan sebenarnya dipulau itu sudah sering disinggahi pelaut-pelsut Bugis Makassar dan Mandar untuk mengambil air tawar bahkan sebagian sudah ada yg bermukim. Namun karena kita tidak mampu menghadirkan arsip sebagai bukti aoutentik akhinya pihak indonesia kalah.
Pemutusan Mahkamah Internasional tidak berakhir sampai disitu, masyarakkaat Indonesia tidak mau menerima kekalahan itu, beberapa suara sumbang bermunculan seperti Mahkamah Internasional diduga terkena sogokan dan menuduh Belanda lebih berpihak kepada Malaysia.
Dan yg lebih parah lagi, ada sekelompok "orang Indonesia" meminta agar seluruh kayu termasuk meja sidang dan kursi yg dipergunakan Mahkamah Internasional itu dikembalikan ke Indonesia karena konon kabarnya kayu dipergunakan itu adalah kayu jati yg diambil dari Cepu Jawa Tengah dan dari Raha Sulawesi Tenggara ketika Indonesia masih di jajah oleh Belanda.
Yaa kejadiannya miriplah dgn caleg yg mengalami kekalahan yg meminta kembali sembakonya.
__________
Penulis adalah saksi ahli di bidang sejarah dan kearsipan.