Soppeng, Kabartujuhsatu.news, Lembaga Bantuan Hukum Cita Keadilan menggelar buka puasa bersama menghadirkan Ustadz Marwis, S.Ag.MSi yang dilangsungkan di kediaman pribadinya BTN Tompo Tobani No A/15 Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng, Rabu (3/4/2024).
Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, Direktur LBH Cita Keadilan Abd Rasyid,SH, FPL menggandeng organisasi pers Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Kabupaten Soppeng dengan mengangkat tema, "Penyuluhan Hukum Ghibah dan Pencemaran Nama Baik melalui Media Sosial".
Diketahui LBH Cita keadilan dalam misinya yang selalu membantu secara langsung atau aktif kepada masyarakat (klien) dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang dihadapinya utamanya warga kurang mampu yang sekaligus membantu pihak kejaksaan dan aparat penegak hukum lainnya untuk senantiasa memberikan pengetahuan hukum kepada masyarakat (penyuluhan Hukum).
Direktur LBH Cita Keadilan Abd Rasyid mengatakan tema ini kami angkat karena melihat situasi akhir-akhir ini permasalahan hukum bagi masyarakat banyak-banyak terkait dengan persoalan pencemaran nama baik sebagai imbas dalam bermedia sosial, ungkapnya.
"Olehnya itu, dalam kegiatan penyuluhan Hukum ini juga kami angkat terkait Ghibah yang menurut pengertiannya yakni menyebut orang lain yang tidak hadir di hadapannya dengan penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh yang bersangkutan.
"Artinya jika seseorang menyebut prihal keadaan orang lain yang sekiranya ia akan marah jika mendengarnya sendiri atau apabila yang dikatakan itu disampaikan oleh orang lain, oleh karenanya dalam tausyiah ramadhan 1445 H di hari ke 23 puasa ini akan dibahas lebih lanjut ustadz Marwis, S.Ag.M.Si, tutur Rasyid yang juga Korkab AAS Community ini.
Sementara itu, Ustadz Marwis dalam tausyiahnya mengurai dalam perspektif agama yang mengurai dengan mencontohkan Abraham Maslow seorang teoretikus yang banyak memberi inspirasi dalam teori kepribadian yang juga seorang psikolog yang berasal dari Amerika dan menjadi seorang pelopor aliran psikologi humanistik, dan terkenal dengan teorinya tentang hierarki kebutuhan manusia.
Marwis di kesempatan itu mengupas tentang kebutuhan dasar masyarakat dengan melihat berbagai kejadian yang terjadi di kabupaten Soppeng seperti adanya korban kebakaran yang sampai stres hingga bunuh diri karena kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi.
Begitu juga persoalan PDAM yang diketahui dalam memberikan pelayanan dasar air minum kepada masyarakat sempat menjadi polemik dan atau problem di tengah masyarakat.
Dalam tausyiah yang dihadiri Wakil Pimpinan DPRD kabupaten Soppeng Andi Mapparemma, SE, MM, Ketua PKS Arisman, SH, Mantan Wakapolres Soppeng Kompol Pur Muh Musa, SH dan sejumlah jurnalis online dari berbagai organisasi pers tersebut, ustadz Marwis mengakui bahwasanya dalam tausyiahnya ini hanya untuk mengingatkan dengan mengawali teori klasik yang diperkenalkan oleh Abraham Maslow, ujarnya.
Kata Marwis, menurut Abraham Maslow bahwa hierarki kebutuhan dasar manusia baik sebagai individu dan masyarakat itu, paling tidak ada 5 hal yakni hierarki yang pertama pada level terendah, manusia itu butuh sandang, pangan dan papan sehingga jadi tidak mungkin dia bergeser ke level berikutnya kalau ketiga hal itu masih dia butuhkan (belum terpenuhi, red).
Iapun menuturkan bahwa jika kita menyimak kondisi terkini berdasarkan data dan survei kondisi saat ini, tidak dalam keadaan baik-baik saja.
"Dari data survei harga bahan pokok 90 persen harga-harga kebutuhan pokok itu mahal, seperti beras, untuk Soppeng butuh 20 hingga 25 ton kebutuhan beras, begitu juga soal PDAM yang masih berada dalam persoalan internalnya.
"Hal-hal seperti inilah kata Abraham Maslow kalau belum bisa berpindah dari kebutuhan dasar manusia, yang tidak dapat dipisahkan antara individu dan masyarakat maka tidak bisa pindah ke level atasnya.
"Sehingga jika mencari kriteria pemimpin kedepan maka paling tidak yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan keburuha mendasar masyarakat seperti ini (sandang, pangan dan papan), ungkapnya.
"Yang kedua adalah rasa aman dengan mencontohkan tragedi bunuh diri di Sekkang baru-baru ini, begitu juga di takkalala yang warga hingga stres karena tidak pastinya naik haji serta di batu-batu, sehingga kata Abraham Maslow kita rasa aman untuk perlindungan.
"Jika hal itu semua terpenuhi baru bisa pindah ke level berikutnya yakni kita butuh kasi sayang, yang butuh ruang-ruang interaksi dengan melakukan pertemuan-pertemuan, yang substansinya adanya komunitas-komunitas yang ada.
"Level berikutnya butuh apresiasi, butuh di hargai, akan tetapi penghargaan itu tidak sekedar lahir karena faktor kedekatan, tapi kita berharap ada mentoprasi, ada individu berhasil karena memiliki kualitas sehingga layak untuk dipromosikan.
Pada level terakhir, butuh ruang aktualisasi, proses aktualisasi inilah kita harapkan semisal dalam bentuk kepercayaan, kejujuran, yang bukan sekedar kata-kata, contoh, orang bukan dipercaya dengan kata-kata, semisal sorang pemuda mengatakan percayalah saya".
"Atau kepercayaan itu lahir karena gerakan tubuh misalnya, tanda cinta pada paslon capres-cawapres, tuturnya.
"Jadi gerakan-gerakan tubuh seperti itu harus di buktikan dengan ujian kehidupan, ada tantangan yang harus dilewati,
"Jika dipandang dari aspek agama terkait dengan tema kegiatan ini maka ada istilah hukum yang di kenal " Das Solen "peraturan hukum yang bersifat umum atau kenyataan normatif (apa yang seharusnya atau seyogyanya dilakukan).
Namun kata Marwis, Das sein terkadang tidak sesuai yang kita harapkan.
Das sein adalah suatu peristiwa konkret yang terjadi di masyarakat.
"Maka dari itu jika dikaitkan dengan aspek Ghibah, fitnah, tajassus maka Ghibah ini sebenarnya membicarakan kejelekan, kalau itu tidak benar "pada zaman Rasulullah disebut menggunting, ucap Marwis.
Terakhir ia berharap untuk tidak saling menghiba, cek kebenaran sebelum mengungkapkan sesuatu, pungkasnya.
Sekadar diketahui sebelum acara Tausyiah, LBH Cita Keadilan juga melakukan pembagian takjil siap saji untuk masyarakat.
(Red)