Makassar, Kabartujuhsatu.news- Kasus dugaan intimidasi terhadap Jurnalis Heri Siswanto menjadi sorotan publik akibat peran aktif dua organisasi pers, DPD PJI Sulsel dan Sekat RI, dalam mengawal jalannya kasus tersebut.
Liku-liku perjuangan kedua organisasi ini mendapatkan hasil signifikan ketika Kapolda Sulsel Irjen Pol Andi Rian R Djajadi akhirnya dimutasi ke jabatan baru sebagai Kapolda Sumatera Selatan pada 22 September 2024.
Kasus ini berawal Awal dari Kasus
Tulisan Dugaan Pungli SIM di Polres Bone dan Intimidasi Wartawan, Kasus ini bermula ketika wartawan Heri Siswanto memberitakan adanya dugaan pungutan liar (pungli) dalam penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Satpas Polres Bone.
Membuat pemberitaan tersebut memicu respons keras dari pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Tak lama setelah berita itu terbit ke publik, korban Heri mengaku menerima intimidasi, yang diduga dilakukan oleh pihak kepolisian, termasuk tekanan dari Kapolda Sulsel saat itu, Irjen Pol Andi Rian.
Tidak hanya itu, istri Heri yang bekerja sebagai ASN di Polres Sidrap dipindahkan secara mendadak ke Polres Kepulauan Selayar, daerah terjauh di Sulawesi Selatan.
Heri menduga mutasi istrinya merupakan balasan atas pemberitaan yang ia buat terkait pungli SIM di Polres Bone.
DPD PJI Sulsel dan Sekat RI Turun Tangan
Melihat adanya indikasi intimidasi terhadap wartawan, DPD PJI Sulsel dan Sekat RI langsung bertindak.
DPD PJI Sulsel juga menilai kasus ini sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers, yang merupakan pilar penting dalam demokrasi.
Ketua Umum SEKAT RI, Ibhe Ananda menyatakan bahwa intimidasi terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya adalah pelanggaran hak kebebasan berekspresi dan harus diselesaikan secara hukum.
"Ini bukan hanya soal Heri sebagai individu, tetapi menyangkut kebebasan pers secara keseluruhan.
SEKAT RI tidak akan membiarkan kasus ini berlalu begitu saja.
"Kami akan terus mengawalnya hingga keadilan ditegakkan," ungkap Ketua Umum SEKAT RI dalam pernyataan resmi, Minggu (22/9/2024).
Sementara itu, Ketua DPD PJI Sulsel, Akbar Polo berharap semoga tidak ada lagi Jurnalis selanjutnya yang diintimidasi akibat tulisan dan mengajak para jurnalis di Sulawesi Selatan untuk bersatu dalam melawan upaya intimidasi terhadap rekan seprofesi jurnalis.
DPD PJI Sulsel secara terbuka menyuarakan dukungannya kepada Heri dan keluarganya, serta mendesak agar Polri memberikan perhatian serius terhadap kasus ini dan berharap segera mengembalikan istri korban tugas di Polres Sidrap.
Kapolda Sulsel Dimutasi
Puncak dari Tekanan Publik Perkembangan terbaru dari kasus ini adalah mutasi Kapolda Sulsel, Irjen Pol Andi Rian, yang tertuang dalam surat telegram Kapolri nomor ST/2098/IX/KEP/2024 tertanggal 20 September 2024.
Mutasi ini dianggap sebagai puncak dari dinamika kasus dugaan intimidasi wartawan yang telah mengundang banyak perhatian, terutama dari organisasi pers dan masyarakat luas.
Meskipun Polri belum secara resmi mengaitkan mutasi tersebut dengan kasus intimidasi wartawan, banyak pihak melihat hal ini sebagai langkah untuk meredam ketegangan di kalangan jurnalis dan menjaga reputasi institusi kepolisian.
Mutasi ini juga menjadi sinyal bahwa tekanan dari publik dan advokasi yang dilakukan SEKAT RI serta PJI Sulsel berhasil mendesak adanya perubahan di level kepemimpinan di Sulawesi Selatan.
Kebebasan Pers dan Reformasi di Institusi Polri Baik SEKAT RI maupun DPD PJI Sulsel terus menekankan bahwa kasus ini tidak hanya berhenti pada mutasi pejabat, tetapi juga menuntut reformasi lebih luas di tubuh Polri, khususnya terkait kebijakan terhadap wartawan.
Dua Organisasi Pers ini menginginkan Polri untuk lebih menghargai kerja jurnalistik yang kritis dan tidak meresponsnya dengan tekanan atau tindakan balasan.
"Mutasi Kapolda Sulsel adalah langkah awal yang baik, tetapi perjuangan belum selesai.
"Kami akan terus mengawal kasus ini sampai ada kejelasan hukum, pungkasnya.