Jakarta, Kabartujuhsatu.news, Sikap main dua kaki atau bermuka dua, yang sering kali diidentikkan dengan perilaku munafik, menjadi sorotan tajam di kalangan cendekiawan dan ilmuwan.
Fenomena ini dinilai sebagai sesuatu yang tidak elok untuk dipraktikkan, karena menunjukkan ketiadaan jiwa kesatria yang seharusnya dimiliki oleh individu yang berintegritas.
Ketidaksesuaian dengan Prinsip Moral
Menurut para filsuf, seperti Immanuel Kant, tindakan yang tidak konsisten atau bertentangan dengan nilai universal adalah perwujudan dari lemahnya moralitas seseorang.
Bermuka dua mencerminkan ketidakjujuran dan pengkhianatan terhadap nilai integritas, yang seharusnya menjadi landasan dalam membangun hubungan personal maupun profesional.
"Keberanian untuk bersikap tegas dan jujur, meskipun menghadapi risiko, adalah ciri jiwa ksatria.
"Sebaliknya, sikap bermuka dua menunjukkan bahwa seseorang lebih memilih jalan aman dengan mengorbankan kepercayaan orang lain," ujar Dr. Wahyu Pranata, seorang pakar etika dari Universitas Indonesia.
Perspektif Psikologi: Konflik Internal dan Eksternal
Dari sudut pandang psikologi, bermuka dua sering kali muncul akibat dorongan untuk menyenangkan banyak pihak.
Namun, hal ini justru menimbulkan konflik internal bagi individu tersebut.
"Ketika seseorang berusaha bermain di dua sisi, mereka terjebak dalam tekanan untuk mempertahankan citra di depan dua kelompok yang berbeda.
"Dalam jangka panjang, ini akan menimbulkan stres yang besar, selain merusak hubungan interpersonal," jelas Dr. Rina Hartati, seorang psikolog sosial dari Universitas Airlangga.
Selain dampak pribadi, sikap ini juga memiliki efek buruk secara sosial.
Kepercayaan yang rusak akibat perilaku ini sering kali sulit dipulihkan, baik dalam hubungan pribadi maupun profesional.
Pandangan Religius: Munafik dalam Ajaran Agama
Dari perspektif religius, mayoritas agama menempatkan perilaku munafik sebagai sesuatu yang terlarang.
Dalam Islam, sifat munafik bahkan dikategorikan sebagai salah satu sifat tercela yang memiliki konsekuensi buruk.
"Munafik adalah sifat yang mencederai keimanan seseorang.
"Dalam Islam, orang yang bermuka dua digambarkan sebagai individu yang merusak dirinya sendiri dan lingkungannya, baik secara spiritual maupun sosial," ungkap Ustaz Ahmad Zakaria dalam sebuah kajian.
Dampak Sosial dan Politik
Fenomena bermuka dua juga kerap ditemukan dalam ranah sosial dan politik.
Di arena ini, sikap main dua kaki sering kali dianggap sebagai strategi untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Namun, para pakar menilai bahwa dampaknya jauh lebih buruk, karena dapat memicu ketidakstabilan sosial.
"Ketika seseorang atau institusi dikenal sebagai pihak yang tidak konsisten, kepercayaan publik akan runtuh.
"Ini adalah risiko besar dalam dunia politik atau hubungan antar lembaga," kata Prof. Andri Nugroho, ahli politik dari Universitas Gadjah Mada.
Kesimpulan: Pentingnya Jiwa Kesatria
Para cendekiawan sepakat bahwa sikap bermuka dua mencerminkan kelemahan karakter yang serius.
Mereka menekankan pentingnya menumbuhkan jiwa kesatria melalui keberanian untuk bersikap jujur, tegas, dan konsisten.
Dengan menanamkan nilai-nilai tersebut, seseorang tidak hanya menjaga martabat dirinya tetapi juga membangun kepercayaan yang kokoh dalam hubungan sosialnya.
Sikap ini, menurut para ahli, adalah pondasi utama bagi individu yang ingin dihormati dan dihargai dalam masyarakat.
(Red/AsT)