Jakarta, Kabartujuhsatu.news, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia pernah membatalkan kemenangan dari pasangan calon (Paslon) Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) sebelum tahun 2024.
Berikut adalah 10 kasus Diskualifikasi oleh MK di Indonesia sebelum tahun 2024, khususnya dalam Pemilu atau Pilkada :
1. Pilkada Kota Banjarmasin 2020 Pasangan Haris Makkie – Ilham Noor didiskualifikasi karena pelanggaran terstruktur, sistematif dan massif (TSM), seperti pembagian bantuan sosial yang dikaitkan dengan kampanye.
2. Pilkada Kabupaten Mandaling Natal 2010 didiskualifikasi pasangan calon karena manipulasi data pemilih dan penggunaan aparatur negara untuk mempengaruhi hasil.
3. Pilkada Kabupaten Dogiyai 2017, Pasangan Calon didiskualifikasi akibat intimidasi terhadap pemilih serta pelanggaran administrasi dalam proses pemungutan suara.
4. Pilkada Kabupaten Tolikara 2017, Mahkamah Konstitusi memutuskan diskualifikasi setelah menemukan pelanggaran dalam rekapitulasi suara yang tidak sesuai dengan aturan.
5. Pilkada Kabupaten Sabu Raijua 2020 dimana Calon Bupati Orient P Kiwu Kore didiskulaifikasi karen terbukti masih memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat, melanggar syarat pencalonan.
6. Pillkada Kota Surabaya 2010, Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemilu ulang karena adanya pelanggaran administrasi, termasuk penyalahgunaan fasilitas negara.
7. Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat 2010, Pasangan calon didiskualifikasi karena keterlibatan pihak pemerintah daerah dalam memenangkan salah satu calon.
8. Pilkada Kabupaten Kepulauan Sula 2015, MK mendiskualifikasi calon karena melakukan pembagian uang kepada pemilih secara massif.
9. Pilkada Kabupaten Serang 2010, Diskualifikasi karena penggunaan Dana Bantuan Sosial (Bansos)dan fasilitas pemerintah untuk kepentingan kampanye salah satu pasangan calon.
10. Pilkada Kabupaten Halmahera Selatan 2010, MK mendiskualifikasi pasangan calon karena terbukti adanya manipulasi data pemilih yang menciptakan keuntungan tidak adil.
Kasus-kasus ini menunjukan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewenangan untuk memastikan keadilan dalam proses pemilu, terutama bila pelanggaran dianggap merusak asas demokrasi yang jujur dan adil.
(Dikutip dari Berbagai Sumber)